"Sudah. Dan aku sudah menyiapkan itu untuk kenyamananmu dan keluargamu nanti."
Reiko memang melakukan sesuatu yang membuat dirinya tersenyum, sambil menaruh cardigan itu di mejanya lagi.
"Anggap saja sekarang kau sedang menemaniku kerja, ya. Diam disitu dan jangan buat masalah denganku, jangan bicara denganku karena mulutmu pedas!" ucap Reiko pada cardigan sambil dia membuka kembali laptopnya. Siap untuk bekerja. Dia juga memutar rekaman suara papanya.
Jam demi jam berlalu, hingga kerjaan itu sedikit demi sedikit berkurang.
"Dan aku rasa ... aku semakin bodoh. Ada cardigan ini di mejaku, malah bisa membuatku konsen dan bisa fokus bekerja lagi?"
Dia bicara sendiri seperti ini. "Apa kau pasang sesuatu di cardigan ini untuk guna-guna aku?"
Entahlah, tapi Reiko memang merasa lebih baik ketika dia sudah memeluk baju yang masih ada beling halus di seratnya itu.
"Apa hatimu yang halus itu kini seperti tertancap beling-beling tajam karena aku?"
Reiko menahan perih hatinya, sambil memikirkan ini. Dia lalu mengambil kertas memo dari lacinya.
MAAFKAN AKU YANG SUDAH MENUSUKKAN BELING TAJAM DI HATIMU!
Lalu Reiko menempelkan memo itu di bagian dalam cardigan, membuka laci kecil di mejanya juga.
Tak sulit dia mengambil satu benda di sana.
"Ini persiapan kalau kancingku ada yang copot!" bisiknya yang sudah mengambil benang dan jarum, lalu menjahit kertas memo itu di cardigannya.
"Hahaha! Aku makin gila! Tapi kalau kau mengguna-guna aku dengan cardigan ini, maka kau harusnya bisa membaca apa yang kutulis disini!" serunya yang tahu kalau(( kuat rasanya)) saat ini juga sedang terganggu.
"Besok temani aku bekerja lagi ya, supaya aku bisa fokus!" seru Reiko mengajak bicara cardigannya, karena dia senang pekerjaannya semuanya lancar tak membuatnya galau seperti hari-harinya kemarin.
"Ini semuanya aneh dan ini semuanya tak masuk akal. Apa serindu itu kah aku dengan dirimu, sampai aku melihat bagian dari dirimu ini bisa memberikan sedikit semangat bagiku?"
Reiko tertawa, bingung, sekaligus merasa sakit dalam hatinya. Tak jelas dirinya.
"Hanya ini kah yang akan kau tinggalkan saat kau sudah pergi dariku, nanti?"
Lagi-lagi, kata-kata itu tak dimengerti kenapa dia harus memikirkan ini sambil bicara dengan cardigan.
"Tapi aku tidak bisa menghalangi kebahagiaanmu. Aku sudah punya Bee dan aku gak boleh membuat dirimu sulit."
Hanya itu yang dikatakan oleh Reiko, sambil dia menyimpan kembali cardigan ke dalam tempat tadi dia mengambilnya.
Reiko tak jadi merubah apa pun yang ada di mejanya, dia mengembalikan lagi semuanya seperti sedia kala, hanya cardigan saja yang kembali masuk ke laci itu.
"Diam-diam di sana. Besok kau harus menemaniku bekerja lagi," ujar Reiko.
Dia ingin berangkat sekarang.
Namun ....
"Apa ini?"
Ada reminder di handphonenya yang membuat dirinya mengecek sesuatu dan tentu saja ini membuat bibirnya tersenyum
Aku tidak mengatakan excuse. Tapi aku benar-benar ingin membantumu. Mudah-mudahan aku bisa profesional denganmu, bisik hatinya lagi yang justru kini merasa sangat senang sekali.
Sayangnya, sebelum Reiko merespon reminder itu.
Dreeet dreet dreet
Telepon masuk membuat dirinya segera mungkin mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...