Bab 251. TINGGAL DI SINI

32 3 1
                                    

"Bukan Mama. Aku sama sekali tidak pernah melakukan yang begitu dengannya dan Aku sangat setia dengan Brigita,"

Tanya yang membuat Reiko menggelengkan kepalanya dari arah dapur. Dia juga menatap ke Rika.

"Aku nanya soalnya kan Aku mesti ngebantuin Rukma, Ma."

Mata Rika langsung mengarah pada Rukma di saat Reiko juga melanjutkan bicara....

"Dia kan nggak mungkin jalan dengan kondisi kayak gitu. Aku pasti ngegendong Dia dong ke parkiran."

"Oh iya iya!"

Rika tersenyum simpul sambil mendekat pada Reiko dan Dia duduk di kursi pantry, memandang putranya yang sedang mencuci piring.

Tentu saja, dengan dua putrinya yang tidak sama sekali membantu. Reti lebih memilih duduk di ruang tamu sedangkan Rukma masih tetap di ruang tengah melanjutkan perang dingin lewat pesan handphone-nya. Mereka seperti tidak suka bicara satu sama lain saat ini. Entahlah, apa yang ada dalam benak mereka sekarang sampai sekeras itu memperebutkan Didi yang belum tentu memilih diantara mereka.

"Reiko, bagaimana kalau wanita kampung itu biar tinggal di rumah Mama saja?" Dan tiba-tiba ada saran seperti ini dari Rika yang membuat Reiko menelan saliva, meskipun Dia masih terus mencuci piring.

"Dia tidak akan mengganggumu di sini kalo tinggal di rumah Mama. Dia juga tidak akan seenaknya saja, maksud Mama Dia tidak akan berani untuk macam-macam di sana, bersikap seperti orang kaya dan memanfaatkanmu!" tambah Rika lagi, sengaja mengompori.

"Gimana menurutmu?"

"Mama maaf, bukannya Aku menolak permintaan Mama!"

Masih sambil mencuci piring dan tidak menatap Rika, Reiko mulai menimpali.

"Tapi kurasa, Dia lebih baik tinggal di sini, karena Kakek suka datang tiba-tiba dan ini akan menyusahkanku nantinya, kalau Dia tinggal di rumah Mama dan Aku di sini. Ini merepotkan, Ma. Dan Aku gak mungkin tinggal di rumah Mama karena Aku pasti bertemu Brigita di sini. Hanya tempat ini kami bisa tinggal bersama untuk sementara waktu. Maksudku kami bisa bertemu hanya di sini yang paling aman."

"Ah, iya benar Kakekmu itu pasti menyusahkanmu, kan?"

"Sudahlah Mama!"

Reiko baru selesai mencuci dan Reiko bicara sambil mendekat juga ke working table dengan membawa lap, karena memang di sana berantakan sekali.

"Mama nggak perlu khawatirin soal Aku. Karena Aku bisa mengurusnya dan tidak perlu dipermasalahkan."

"Tapi Kamu lihat sendiri, Dia itu sekarang sudah semakin congak!" Rika masih bersikeras.

"Kamu lihat baju yang Dia gunakan itu gak? Itu baju yang Dia beli dengan uang mahar yang Kamu berikan!" mata Rika membulat memindai Reiko.

"Dia itu pandai menggunakan uang Reiko! Seleranya tinggi. Dia sengaja memakai uang mahar itu untuk foya-foya dan sebentar lagi kalau duitnya habis, ya pasti akan meminta padamu! Dia itu lintah!" Rika menumpahkan semua dugaannya.

"Dia bilang begitu pada Mama? Beli bajunya pakai uang mahar?"

Tentu saja Rika mengangguk cepat.

"Dapat uang dari mana Dia untuk membeli baju di atas dua jutaan harganya kalo gak dari sana?" sinis Rika kemudian.

"Dia tidak mungkin meminta pada Kakekmu, Adiwijaya karena semua pengeluaran Kakekmu itu pasti Papamu tahu! Dan memang Adiwijaya tidak sama sekali memberikan uang kepadanya." Rika bercicit lagi.

"Dan Kamu juga ngapain ngasih uang banyak-banyak ke Ibunya? Kamu kan udah membiayai sekolah adiknya! Menurut Mama, Kamu kasih uang satu sampai lima juta saja itu sudah cukup!"

Tentu saja Rika pasti tahu berapa uang yang diberikan Reiko pada keluarga Adiwijaya, karena semua pengeluaran Reiko itu pasti akan masuk saringan Endra. Dan tidak mungkin kan kalau ditanya istrinya Endra bilang tidak tahu?

"Mama,uang itu adalah uangnya. Itu haknya dan Aku tidak memberikan apapun di sini untuknya. Kalau Dia mau menghabiskan, ya biarkan saja. Dan itu bukan urusan kita."

"Tapi Dia memakai fasilitas di sini!" Rika tak suka dengan jawaban Reiko barusan, makanya Dia meninggikan suaranya satu oktaf.

"Mama, bagiku yang penting, selama Dia tidak mengganggu Brigita dan tidak merusak apapun di apartemenku ini dan mengganggu privasiku, ya Aku tidak masalah. Lagian semua yang ada di tempat ini di pantau CCTV. Jadi apapun yang dilakukannya pasti kelihatan!"

Cih! Anak ini sama bodohnya seperti Ayahnya! Untung saja, Aku cukup pintar untuk mengamankan semuanya untukku dan putriku! bisik hati Rika yang tahu, percuma Dia berdebat dengan Reiko sekarang.

Karena itulah....

"Ya sudahlah kalau menurutmu begitu. Tapi apa Kamu yakin?"

"Iya Mama." Reiko lalu mengangguk cepat Dan makin membuat hati Rika terbakar marah melihat pembelaan Reiko pada Aida.

Karen itulah....

"Kamu mulai menyukainya kah?"

"Aku cuma gak mau sampai ada masalah dulu dengan Kakek, Mama. Aku baru dapat modal dari Kakek dan ini untuk BIA, untuk mendukung Brigita. Jadi sementara Aku membutuhkannya. Sangat amat membutuhkannya, karena Dia tiga hari sekali selalu saja bicara dengan Kakek di telepon Mama."

"Apa?" wajah Rika tentu saja muram mendengar apa yang baru saja terurai dari putranya itu.

"Makanya Aku nggak mungkin ngebiarin Dia pergi dari tempat ini, Mama. Kalau Kakek pas video call dan tidak melihat Dia ada di sini ditambah Kakek tahu kalau Aku tinggal di sini sendirian ini akan jadi masalah berat untukku."

Sepertinya keberadaannya di sini banyak memberikan keuntungan bagi Reiko untuk kepercayaan Kakeknya! Kalau sudah seperti ini, akan sulit untuk masuk dan membuat semuanya ada di bawah kendali Reti atau Rukma!Kepercayaan Adiwijaya pada Reiko yang bertumbuh ini tidak disukai oleh hati Rika. Dia khwatir.

"Baiklah Mama percaya padamu."

Tapi tentu saja Rika tersenyum pada Reiko.

"Ya sudah, kalau Kamu pikir ini yang terbaik dan tidak ada masalah, Mama tidak perlu khawatir lagi. Mama rasa, ini sudah malam. Mama harus pulang sekarang, karena sebentar lagi Papamu juga akan pulang, kan.

"Oh ya sudah kalau gitu."

Reiko pun membuka celemeknya karena Dia mencuci tidak ingin mengotori pakaiannya tadi. Lapnya juga di taruh.

"Aku antarkan dulu Rukma ke mobil," ucap Reiko yang memang khawatir sekali dengan adiknya apalagi liat perbannya.

Agak trauma memang Reiko kalau urusan kena beling. Kan Dia belum lihat CCTV jadi pikirannya sudah mengerikan.

Dapur itu juga belum dibersihkan Reiko. Dia baru selesai mencuci piring saja jadi masih kotor. Makanya Dia tak mau membuang waktu dan kini sudah berjalan mendekat pada Rukma.

"Ayo mas gendong!" ucapnya sambil membungkuk, biar adiknya bisa naik ke punggungnya.

"Mas Reiko apa Aku ndak dibiarin aja nginep di sini?" rengekan Rukma yang lagi malas pulang. Makanya dia merajuk pada masnya yang selalu saja mengabulkan permohonannya.

Tapi apakah sekarang Reiko juga akan memberikan apa yang diminta Rukma untuk bermalam di apartemennya?

"Besok sekolahmu gimana?" sepertinya Reiko tetap keberatan dan tangan kanannya sudah menepuk punggungnya lagi seperti perintah kalau adiknya harus naik ke sana.

"Nanti saja lah kalau weekend, kalau Kamu mau main ke sini. Lagian enggak ada Brigita di sini. Kalau ada, nanti kan kita bisa jalan-jalan bareng sama Brigita." Reiko sudah berdiri dengan Rukma di punggungnya ketika bicara begini.

"Kalau gitu, Aku bawa aja semua barang-barangku ke sini, Mas Reiko! Kalau perlu Aku tinggal di sini, karena pasti akan banyak untungnya kan buat Mas Reiko?

"Apa maksudmu?"

dag dug dag dug!

Entah kenapa, Reiko jadi pucat mendengar ucapan Rukma, di saat wanita itu sudah ada di punggungnya dan akan digendong keluar dari apartemennya.

"Ya kalau Aku tinggal di sini sama Mas Reiko, Aku kan bisa ngamatin wanita kampung itu di sini ngapain aja, kan! Pokoknya besok Aku akan bawa barang-barangku ke sini dan Aku akan tinggal di sini!"

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang