Bab 287. KENA OMEL

26 2 1
                                    

"Mas Reiko, makasih ya aku udah diajakin naik semua mainannya! Wah aku senang banget!"

"Iya, tapi Mas Reiko jadi keberatan harus ngegendong kamu terus, Lestari!"nanti

"Sudah Ibu, nggak apa-apa. Lagian kakinya sakit, kalau dipaksain jalan malah jadi lama sembuhnya."

Dan mereka memang sudah selesai main-main di Dufan. Ini sudah jam lima sore.

Mereka baru berjalan keluar dan bisa dibayangkan berapa jam Reiko menggendong Lestari dari satu tempat ke tempat lain. Dia baru berhenti dan mengistirahatkan tubuhnya kalau mereka memang sedang duduk. Atau sedang ada di tempat permainannya dan makan. Setelah itu, dia menggendong lagi tak membiarkan Lestari turun sama sekali.

Dan selama itu pula, dia tidak memperdulikan keberadaanku! Tapi karena dia memang menyibukkan dirinya dengan adik-adikku, Ibu dan yang lain kayaknya enggak nyadar!

Reiko sama sekali tidak menegur Aida. tidak sama sekali memperhatikannya, menengok atau sekedar bertanya. Seakan-akan memang sibuk bermain saja.

"Lingga, kamu yang nyetir!"

Setelah mendudukkan Lestari di dalam mobilnya Reiko memerintahkan begitu, membuat mata Lingga berbinar-binar.

"Aku boleh bawa mobilnya di Jakarta, Mas?"

Reiko mengangguk sambil mengelap peluh di dahinya.

Hanya dia yang berkeringat sendiri karena perjalanan dari dalam Dufan ke tempat parkir lumayan jauh, jadi lumayan juga beban di punggungnya itu seperti manggul beras.

"Aku pegel lah pinggangnya. Jadi kamu gantiin aku nyetir!"

"Hehehe, iya siap Mas Reiko! Kita ke Tangerang langsung nih?"

Tak ada yang salah dengan yang dia katakan. Dia memang kecapean karena menggendong adikku. Makanya dia menyuruh Lingga membawa mobilnya. Tapi bagus juga. Dengan begini, aku tidak harus duduk di sampingnya, kan? Atau dia memang menghindar, supaya aku nggak duduk di sampingnya?

Aida tak tahu, mana jawaban yang benar dan yang salah!

Tapi ada sesuatu yang memang terasa tak enak dalam hatinya.

Bisa kebayang tidak sih, berada di satu lingkungan bersama dengan orang-orang lainnya, tapi dia tidak saling tegur dengan satu orang di sana dan menahan diri dengan perasaan yang tidak enak sendiri. Mau menegur salah, tidak ditegur juga dicuekin.

Awalnya, memang Aida merasa kalau Reiko hanya mencari gara-gara padanya. Tapi pria itu menggendong adiknya berjam-jam dan hanya orang yang tulus saja yang bisa melakukan itu. Dia tak sama sekali menunjukkan sikap buruk di depan keluarganya dan ini malah menjadi boomerang untuk Aida sendiri dan membuat dirinya merasa serba salah. Itulah perasaan hati Aida. Dia jadi terbebani sendiri dan Aida juga tak paham.

Tapi memang di dalam mobil juga tidak ada yang memulai untuk bicara duluan, di antara keduanya justru di awal-awal Reiko sibuk dengan handphonenya sendiri setelah memberikan instruksi pada Lingga.

"Kuliah yang benar, ya! Nanti kalau kamu butuh apa-apa bilang ke aku!"

"Ia Mas Reiko!"

Malah obrolan ini yang didengar oleh Aida setelah beberapa saat mobil hening. Dua adik Aida sudah tidur lebih dulu. Mereka kelelahan.

Ibunya memang tidak tidur karena khawatir kalau Lingga mengantuk. Sedangkan Reiko, barulah setelah dia menaruh handphonenya dia memulai percakapan dengan Lingga.

"Tapi kan aku belum mau kuliah, Mas. Sekarang ini aku baru mau les."

"Ya sama aja! Kamu harus benar-benar serius. Ini untuk masa depanmu juga, kan?"

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang