Aduh ... Ibu marah tidak padaku, ya? Dia ngadu apa ke Ibu, ya?
Sambil deg-degan, Aida juga sudah berjalan mencoba setenang mungkin saat sudah berpisah dengan Dimas.
Aida sudah ada di Dufan.
Tempat yang memang jadi wishlist Aida untuk didatanginya. Tapi saat ini, di waktu Aida tidak mau datang malah dia datang ke sana!
Kenapa juga mesti begini, sih! Kayaknya di sini cuman aku doang yang mukanya kelihatan sedih, soalnya orang-orang pada ketawa semua.
Di waktu Aida belum bisa menikmati permainan di sana, dia justru melihat banyak orang yang terlihat ceria dan senang berada di sana.
Kenapa aku selalu ada di satu tempat yang salah dan di waktu yang salah juga?
Ya, Aida merengek sendiri di dalam hatinya.
Itu adalah tempat yang dikunjunginya, tapi itu menjadi tempat yang salah hari ini. Makanya, Aida mengalihkan pikirannya dengan mengambil handphone dan ingin segera menghubungi seseorang.
Lingga: Mbak Aida sudah di dalam?
Aida: Sudah! Aku harus ke mana?
Lingga: Mbak Aida tunggu aja di dekat halilintar. Nanti kita ke sana. Dekat pintu masuknya aja ya. Di sampingnya.
Aida: Iya!
Tapi, sepertinya dari suara Lingga tidak ada masalah dan rasa-rasanya mungkin Ibu tidak akan marah padaku?
Saat berbisik, Aida sudah mematikan teleponnya. Tak sulit untuknya menemukan di mana halilintar berada.
Karena itulah, dia pun berdiri di tempat yang disarankan oleh Lingga.
Sebenarnya, permainan-permainan ini ingin aku naikin! Dulu sama mbak Aisyah sudah punya rencana juga. Tapi sudahlah.
Aida tak mau memikirkan ini sekarang. Lagian adik-adiknya juga akan bermain.
Siapa yang menemani Ibu?
Tebakan Reiko memang benar. Aida tidak mungkin mau meninggalkan ibunya sendirian.
Ibu juga pasti akan marah, kalau aku menyuruh Mas Reiko menemaninya karena akan risih! Tapi aku juga nggak mau menyuruh dia nemenin Ibu! Tapi kenapa sekarang aku jadi memanggilnya Mas ya? Aida mengomel sendiri.
"Mbak Aidaaaaaaa!"
Di saat Aida tidak fokus, suara itu membuat dirinya segera menengok dan melihat seorang gadis sedang berlari mendekat padanya.
"Aaaaaakh, sssh ... aduuuuuh sakit!"
Heish, gitu aja jatuh! Tapi belum sampai tempat tujuannya malah dia terjatuh membuat Aida meringis
"Kamu tuh, Lestari! Jalan segitu aja nggak bisa hati-hati! Lihat kakimu tuh, jangan-jangan keseleo!"
Aida memaki adik bungsunya, bukan memberikan pelukan. Padahal tadinya Lestari ingin memeluknya dan sudah merindukannya.
"Mbak Aida nih orang lagi sakit kakinya, kok malah aku dimarahin?" protes Lestari.
"Sini coba aku lihat sakitnya yang mana!"
Dia mengangkat adikku? Dan dia lebih peduli pada adikku?
Kaget Aida ketika melihat sosok tinggi yang dia kenali, sudah bicara dan mengangkat Lestari. Reiko mendudukannya di satu kursi panjang.
"Oh, ini terkilir. Ini agak sakit nih. Tapi nggak pa-apa sih."
Dia mijitin kaki adikku? Dia lagi akting, kah? Aida yang melihat ini berbisik-bisik pelan di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...