Bab 314. SAHABAT

44 3 1
                                    

Jangan pikir ... aku akan membiarkannya melihat temanku terus! sinis hati Reiko yang mengekang pinggang itu makin dekat dengannya.

Suka kau dengan temanku? Awas kau nanti! Hukumanmu akan berat sekali karena tidak bisa mengkondisikan matamu!

Lagi senang-senang Aida memperhatikan sesuatu, malah sekarang ada tangan yang merengkuhnya membuat bad mood, tapi Aida masih tetap harus tersenyum.

Mau disuruh minggir sulit karena status yang sudah digaungkan Reiko, Aida adalah istrinya.

Tapi kalau tidak disuruh menyingkir, Aida juga risih! Jadi serba salah.

Bukan sebuah pilihan yang menyenangkan untuknya.

Dan Kenapa juga dia terus saja memegang tanganku?

Selepas makan bukannya melepaskan tangan Aida, Reiko justru menggenggamnya sangat erat sekali.

Risih Aida. Andaikan tangan pria itu memegangnya di bawah meja, dia masih bisa menyentil atau melakukan sesuatu agar dia bisa menjauh.

Sayang kenyataannya tidak seperti itu.

Tangannya dipegang di atas meja dan jelaslah sulit untuk Aida melepaskannya.

Bukankah ini artinya mereka harus berpura-pura mesra dihadapan teman Reiko itu?

Allahu Akbar Allahu Akbar!

"Alhamdulillah, sampai juga nyawa ini ke dzuhur-Mu Ya Rob. Alhamdulillah masih di kasih waktu sujud pada-Mu, Ya Rob! Padahal banyak umat-Mu yang sudah dipendam di tanah mereka menangis ingin kembali ke dunia dan ingin kembali bersujud."

Kebetulan suara adzan dari masjid yang ada di samping pas rumah Ibra terdengar jelas dan nyaring.

Ibra diam sejenak sampai suara adzan itu berhenti, dia menyahut adzan lalu berdoa. istrinya juga berdoa, begitupun dengan Aida, yang tak masalah juga soal doa ini.

Hanya satu orang di sana sudah seperti kepanasan sendiri, tak nyaman.

Eish, apa aku harus izin sekarang, ya?

Reiko sudah khawatir sesuatu. Dia tahu tidak akan sopan kalau izin selepas makan.

Tapi apa dia punya pilihan? Dia tahu bagaimana sahabatnya itu. Dari dulu memang Ibra tak banyak berubah.

Karena itulah ....

"Ibra aku ....!"

"Nah, Reiko!"

Saat sahabatnya memandang Reiko, dia sebetulnya sudah ingin bicara tapi sudah dipotong Ibra.

"Seorang pria itu bagusnya kalau sholat itu di masjid. Dan barangsiapa yang sudah sholat dia itu 40 hari berturut-turut di masjid lalu dia menjaganya kamu tahu bayarannya apa?" dan Reiko tak diberikan kesempatan untuk bicara.

Aku tak suka senyumnya itu! Aku ingin cepat-cepat pergi dari sini! keluh Reiko, maunya sih segera izin saat Ibra sedang bicara.

Tapi ....

"Barangsiapa yang sholat karena Allah selama empat puluh hari secara berjama'ah dengan mendapatkan takbir yang pertama akan dicatat baginya dua pembebasan, pembebasan dari api neraka dan pembebasan dari nifaq. Hadist ini riwayat Tirmidzi, Reiko! Nifaq itu sifat munafik. Dan kau tahu orang-orang munafik itu mereka ada di dasar neraka! Bukankah baik kalau kita terhindar dari itu semua?"

Lagi-lagi senyum Ibra sudah kembali mengganggu Reiko dan lagi-lagi dia tak memberi jeda untuk Reiko berpikir dan memberikan excuse.

"Tak ada yang lebih indah daripada jaminan lepas dari api neraka dan syukur-syukur kita dipermudah untuk sampai ke surga-Nya, Reiko! Benarkan? Hidup ini cuman sekali dan dunia ini hanya tempat persinggahan. Jadi Kenapa kita harus duduk di meja makan ini, sedangkan panggilan surga sudah berkumandang, loh?"

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang