Bab 216. LUPA

41 4 2
                                    

"Hahaha!" Aida terkekeh mendengarnya hingga wajahnya memerah.

Meski....

Apa-apaan Dia bilang begini padaku? Sejak kapan Dia memikirkan, kalau Aku ini benar-benar istrinya? Orang ini otaknya konslet bukan? Atau Dia punya intrik apa denganku?

Aida tetap berhati-hati dalam hatinya supaya tak melayang dan termakan ucapan Reiko itu.

"Lucu?"

Ya, Aida sangat pandai sekali untuk menutupi isi hatinya dengan tawanya, sampai akhirnya Reiko bertanya begini.

"Seharusnya yang Bapak tunjukin isinya itu, Ratu Lebah Bapak bukannya Saya."

"Kami belum menikah!"

Reiko menjawab sesuai kenyataan, sambil menggandeng tangan Aida.

"Apa maksudnya sih, Pak? Bapak main-main dan punya rencana apalagi dengan Saya?" cicit Aida yang masih mencecar saat mereka melangkah keluar.

"Pak?"

Aida makin gemas, karena Reiko tidak menjawab apapun. Dia hanya membawa Aida kembali ke ruang kerjanya.

"Heish, Bapak ni...."

"Aku mau kerja dulu! Kamu tidur lagi aja sana!"

Perintah Reiko sambil menunjuk ke sofa bednya.

"Saya tanya apa, Bapak jawab apa. Haaaah!" Aida jadi malas. "Kalau Saya mau tidur, Saya bisa tidur di kamar Saya, permisi Pak!"

"Di kamarmu itu kursinya gak enak, keras. Aku sakit duduk di sana, mana kerjaanku banyak. Kan Aku sudah bilang, pinggangku sakit. Lupa?" Reiko menahan tangan Aida yang ingin pergi.

"Enggak. Tapi ya Bapak kan bisa kerja di sini. Saya nggak nyuruh Bapak nemenin Saya di sana kok. Saya juga bisa sendiri."

"Sudah nurut saja, Kamu tiduran di situ saja. Aku iseng sendirian!"

''Bukan biasanya Bapak kerja di sini sendirian?" cicit Aida lagi masih mengelak.

"Sana naik ke tempat tidurmu. Jangan banyak tanya, ini perintah!"

"Ih pemaksaan Bapak ni!"

Reiko mendengar itu, tapi Dia tak peduli. Tetap membawa Aida ke samping sofa bed dan menggunakan gerakan matanya menyuruh Aida untuk tidur di sana.

"Dingin Pak, Saya cuma pake begini aja, risih!" keluh Aida yang tak biasa menunjukkan kakinya. Bahkan kalau di rumahnya sendiri pun, Dia tak pernah menggunakan pakaian dengan bahan lebih pendek dari lututnya. Selalu mnimial sejengkal di bawah lutut.

Makanya Aida menggunakan alasan ini.

"Pakai selimut ini!"

"Loh di sana ada selimut toh, Pak?"

Aida mengomentari, refleks saat Reiko tadi menangkat busa satu bagian sofa tunggal di sisi samping sofa bed-nya dan mengeluarkan selimut halus dari dalamnya.

Jelas Aida mencibir.

"Kenapa selimut itu gak dikeluarkan dari semalam?"

"Jangan banyak berprasangka, pakai saja selimutnya!"

"Bapak pasti tahu kan apa yang Saya pikirin?" cicitnya tak mau tenang, masih menyindir.

"Sudah-sudah, jangan membuat keributan denganku! Tidur saja! Nanti pagi Aku akan membangunkanm."

"Enggak mau Pak, kalau Saya tidur lagi Saya nanti enggak bisa bangun."

"Tapi Kamu tidurnya cuma sebentar tadi."

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang