"Pak? Dia memanggilku Pak Reiko? Cih!"
Sesampainya di dalam ruang kerjanya, Reiko yang sudah menutup pintu memutar bola matanya sambil mengulang kata-kata itu.
"Dia memang tidak pernah mengindahkan apa yang kukatakan padanya! Aku sudah bilang, dia harus memanggilku dengan sebutan apa kan!"
Hatinya merasa kesal ini juga yang membuat dia tadi tidak mau bicara dengan Aida dan memilih langsung naik ke atas.
"Lihat apa yang sudah kulakukan pada adiknya dan ibunya tadi. Kuanggap mereka apa sampai punggungku sakit! Dan dia masih memanggilku dengan sebutan Pak?"
Reiko tak terima. Dia sudah berbalik dan ingin memegang handle pintunya lagi.
"Aku harus memberikannya sedikit kuliah singkat malam ini!"
Reiko sudah memegang handle pintu dan dia hendak keluar untuk bicara dengan Aida sepertinya.
"Ssssh!"
Namun dia mengingat sesuatu di benaknya yang membuat dirinya justru mengepalkan tangannya seakan-akan Reiko mencurahkan semua rasa kesal dalam hatinya pada kepalan tangan barusan.
Uhuk uhuk!
"Heish, Kenapa pula tubuhku jadi meriang begini?"
Yang bertanya juga tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya dan ini membuatnya mengambil handphone ingin menelepon seseorang yang tadi dijanjikan akan dihubungi.
Deni: Iya Pak Reiko
Reiko: Kerjakan pekerjaanmu sesuai yang tadi sudah kita rencanakan! Tolong bilang sama papaku. Dan coba bicara lagi dengannya semua yang tadi itu ya!
Deni: Oh, jadi tidak Bapak ambil alih?
Reiko: Gak! Aku mengurungkan niatku! Hubungi papaku saja!
Padahal tadi selama perjalanan Reiko terlihat begitu antusias dengan obrolannya bersama Deni.
Aku hanya mengisi waktuku supaya tidak harus bicara apa pun dengannya!
Dan setelah menutup telepon Deni hatinya berbisik seperti itu.
Dia juga tidak mau bicara denganku. Pergi begitu saja dari rumahku, janjian bersama laki-laki lain! Untuk apa aku bicara dengannya?
Yah, entah apa maunya Reiko, tapi dia memang menghindar dan menjadikan Deni alasan kenapa dia terlihat sibuk dalam mobil itu.
Semua pembicaraannya itu hanyalah rencananya saja.
"Uhuk uhuk! Bahkan gara-gara bicara terus dengan Deni, aku jadi sakit tenggorokan nih!"
Reiko biasanya adalah orang yang pendiam dan dia tidak suka bicara di telepon lama-lama.
Tapi tadi dia menelepon Deni lumayan lama di sepanjang perjalanan itu, bahkan membuat kepalanya jadi pening. Maklum saja Reiko bukan orang yang suka menggunakan earphone lama-lama.
"Shhhh, Kenapa badanku seperti meriang begini?"
Sebenarnya dia ingin bekerja dan melakukan sesuatu yang selama seminggu ditunda olehnya.
Tapi dengan kondisi badan seperti sekarang, apakah mungkin dilakukannya?
"Ah, mungkin aku tiduran sebentar aja di sini!"
Itu yang sudah direncanakan oleh Reiko ketika dia melihat sofa dan memilih membuka sofa bed itu setelah dia tadi menggeser meja.
Jika ada yang memijatku, sepertinya enak! Apalagi kalau dikerokin!
Ada pemikiran seperti ini dalam benak Reiko dan memang dia kepikiran dengan seseorang disana yang mungkin saja bisa disuruh olehnya untuk melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...