Bab 219. KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN

39 3 1
                                    

"Karena Aku adalah menantu favoritnya," jawaban nyeleneh Reiko.

Lalu senyum jahil itu pun muncul lagi di bibirnya.

"Jadi setelah Kamu melihat kedekatanku dengan mertuaku, jangan coba-coba Kamu membuatku kesal. Sekali aku buat laporan...."

"Sini Pak, biar Saya angkat teleponnya!"

Aida tak mau mendengar semua ancaman itu, Dia langsung memotong ingin menyambar handphone Reiko.

Tapi....

Royco: Halo Ibu!

Sebelum Aida mengambil handphonenya, Reiko lebih dulu memencet tombol hijau dan bicara. Ini membuat Aida mencebik padanya, sulit sekarang Dia merebut telepon itu.

"Bisa-bisaan sih Ibuku meneleponnya? Kenapa dengan Ibu? Kenapa Ibu sekarang senang sekali meneleponnya? Apa sekarang anaknya Ibuku tuh Dia?"

Aida menggerutu. Dia kesal juga karena tidak tahu apa yang dikatakan oleh Ibunya di ujung telepon sana, karena Reiko tidak me-loudspeaker suaranya.

Ratna: Assalamualaikum Nak Reiko, maaf Ibu mengganggu pagi-pagi begini.

Reiko: Wa'alaikumsalam Ibu. Oh, tidak mengganggu, kok Bu. Lagi pula ini sudah pagi. Ibu bagaimana kabarnya? sehat-sehat saja di sana?"

Cih! Cih! Lembut sekali Dia bicara pada Ibuku! Makin sulit lah kalau begini Aku dipercaya! Aida sudah menunjukkan wajah tak sabaran ingin bicara dengan Ibunya, tapi Reiko malah bercanda seperti ini dan tersenyum iseng padanya yang sudah gemas.

Ratna: Alhamdulillah, Ibu baik-baik saja. Semua di sini baik-baik saja Nak Reiko. Tapi tetap Ibu minta maaf karena menelepon terlalu pagi dan mungkin mengganggu tidur kalian.

Reiko: Oh tenang aja Bu. Aku nggak tidur kok. Aku dan Ai sudah bangun dari jam tiga.

Ratna: Jadi kalian bangun bareng jam tiga?

Halah, Aku sudah bisa bayangkan pasti wajah Ibuku akan senyum-senyum di sana, dan membayangkan kalau kami berdua solat berjamaah sama seperti Ibu dan Ayah suka lakukan! Hahaha Ibu Kau ketipu! Gemeees Aku gemeeesss!

Aida memang bisa membayangkan ini dari ucapan Reiko, bagaimana Ibunya akan bahagia sekali memikirkan ini.

Reiko: Iya Ibu.

Ratna: Alhamdulillah kalau begitu, Ibu senang mendengarnya.

Benar memang dugaan Aida. Ratna di ujung sana, dia mengelus dadanya dan merasa bahagia sangat hatinya.

Reiko: Makanya, Ibu nggak usah ragu kalau mau telepon jam segini. Ai juga sedang menyuapiku. Tadi Istriku menyiapkan sarapan untukku dan teh manis.

Kenapa Dia harus menjelaskan itu pada Ibuku? Hahaha, tapi baguslah Dia bilang Aku yang bikin sarapan! Coba kalau Dia bilang Dia yang bikin sarapan, sedangkan Aku masih tidur di ruang kerjanya, maka matilah Aku!

Walaupun kesal, ada sedikit lega dalam hati Aida karena Reiko menutupi masalah itu. Setidaknya Dia tidak akan meremas wajah Pria di hadapannya setelah Ibunya mematikan telepon nanti.

Ratna: Oh ya syukurlah kalau begitu. Ibu lega kalau kalian berdua baik-baik saja.

Reiko: Memang siapa yang menelepon Ibu dan mengatakan kalau kami tidak dalam kondisi baik-baik saja, Bu?

Heh, Ibuku bilang apa sih di sana? Aida jadi penasaran. Karena Dia hanya bisa menerka-nerka saja dari jawaban Reiko.

Ratna: Oh gak ada yang bilang apa-apa. Tapi dari tadi, Ibu coba telepon Aida tapi tidak diangkat-angkat. Ibu pikir Dia kenapa-napa, karena biasanya Aida itu selalu mengangkat telepon Ibu. Makanya Ibu sedikit cemas.

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang