Jadi tebakanku waktu itu benar, kan? Soalnya ibunya tu, ndak ada mirip-miripnya sama dia!
keluh dalam hati Aida, namun dia tidak menjawab di hadapan Reiko hanya mengangguk saja.
"Aku tidak menjawab pertanyaanmu waktu itu di ruang kerjaku, karena aku belum yakin denganmu. Dan aku tidak suka membicarakan tentang diriku pada orang asing yang belum aku yakini."
Reiko menjawab. Dia juga sudah tidak lagi mengekang kuat-kuat rahang Aida.
"Jadi, saya sekarang yang sudah tahu cerita ini dan menjadi orang ketiga yang tahu setelah Bapak juga Ratu Lebah Bapak tahu, kalau ibu Rika itu ternyata bukan ibu bapak?"
"Hmm!"
Tapi, Reiko juga tidak suka dengan jawaban ini dia membuang wajahnya sebentar sebelum kembali menatap dalam-dalam pada Aida.
"Kamu ini bisa nggak sih untuk gak ngebahas masalah orang ketigmmmh!"
"Udah Pak jangan marah-marah terus ini masih pagi! Bapak mau makan, kan? Saya juga udah mau makan Pak, saya laper."
Lalu ada senyum di bibir Aida setelah tadi dia dengan cepat menarik leher Reiko mendekat padanya dan memberikan satu kecupan di bibir pria itu. Segitu pun juga Aida sudah susah payah untuk membuat tubuhnya yang kecil bisa menggapai leher Reiko.
"Masakan Bapak ini enak. Kalau Bapak sekarang marah-marah, nanti masakannya keburu dingin jadinya nggak enak lagi soalnya hati orang yang mau makan udah nggak mood lagi. Udah dimarahin terus."
"Ehem! Urusin sambalnya, tuh!"
Aida sudah tidak berkomentar karena suara blender sudah membuat agak sedikit bising dan kalau dia masih memaksakan untuk bicara, itu artinya dia harus meninggikan intonasi suaranya.
Perasaan tadi aku kesal sekali dengannya dan tiba-tiba saja karena dia mengecupku semua emosiku sepertinya hilang begitu saja? Apa yang salah dengan otakku? Apa aku juga seperti inikah dulu pada Bee? Kok perasaan aku nggak inget, ya? Seingatku, selalu saja aku yang berusaha untuk membuat Bee nggak emosian sama aku?
Dan sambil memblender apel, Reiko sambil memikirkan ini dalam benaknya.
Aku makin gila jadinya! Lihat apa yang aku lakukan tadi? mengecupnya sesuai dengan keinginannya! Tapi, kalau nggak begitu dia nggak berhenti ngoceh, loh! Sampai pusing kepalaku mendengar dia ngoceh. Mana pagi-pagi begini kok mulutnya kayak mulut perempuan. Dan aku jadi inget Ibu kalau lagi marah-marah sama Bapak itu ngoceh juga di dapur!
Aida memilih memindahkan sambel yang sudah diuleknya ke mangkuk kecil. Setelah itu dia pun mempersiapkan teh seperti biasa untuk Reiko. Tak ingin menggubris masalah ini lagi. Sekarang Reiko juga sudah tidak membuat masalah. Dia sudah memindahkan jusnya ke gelas kristal bening pas untuk juice.
"Bawa nanti itu jusnya sekalian. Dan kamu nggak usah cuci piring!"
"Iya, Mas."
Aida menurut membawa semua yang diperintahkan oleh Reiko dan saat ini Aida sudah lebih dulu di meja makan lalu menyiapkan nasi untuk Reiko.
"Nasinya segini cukup nggak, Mas Reiko?"
"Memangnya aku bilang Aku mau makan sendiri?"
Tapi kan aku pengen makan sendiri soalnya aku suka makanannya dan aku pengen makan yang banyak.
Hati Aida bersungut begini sambil kepalanya juga berkedut karena dia tahu apa maksudnya ucapan Reiko.
Tapi apa dia berani menolak Reiko, setelah tadi pria itu mengomel?
"Aa, buka mulutnya Mas Reiko, bismillah!"
Terpaksalah Aida tetap menyuapi bayi besar itu.
"Aku satu suap kamu satu suap!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romans(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...