Bab 358. KALAH TELAK

26 4 2
                                    

"Heuuuheuuheuuuu ... maafin aku Mas Reiko. Aku tadi nggak bermaksud membuat Mas Reiko jadi kepikiran dan kesal. Aku minta maaf karena aku juga gak tahu kenapa aku jadi bahas itu."

Aida masuk lagi ke dalam dekapan Reiko dan dia menangis kembali sambil menjelaskan. Tentu saja suaranya sesegukan dan air matanya membuat kemeja pria itu lagi-lagi basah.

Tapi, saat ini hati Reiko tidak terasa sakit seperti saat dirinya tadi mendengar ucapan Aida di ruang kerjanya.

Kondisinya sekarang sudah lebih baik.

"Hei, sudah jangan menangis lagi dong, Ai. Aku tidak kemana-mana dan aku menunggumu dari tadi di sini. Tapi, kamunya nggak masuk-masuk kamar."

Aku tahu dia pasti menertawaiku juga melihatku dari tadi ketakutan tak bisa bertemu dengannya. Tapi, rasanya hangat sekali mendapatkan kecupan di kepalaku darinya. Apa yang salah dari diriku? Aku tahu dia ini adalah pria yang sudah memiliki kekasih, tapi kenapa aku jadi seperti ini?

Aida tak mengerti apa yang membuat dirinya seperti ini.

Satu sisi dia ingin mengomel pada Reiko, tapi disisi lain dia tidak mau kehilangan pria itu seperti selalu terasa nyaman saja bila ada di dekatnya.

Apa aku ingin menjadi yang kedua di dalam hatinya? Apa aku ini sudah semakin gila?

Aida yang tak tahu ke mana arah pikirannya sempat memikirkan ini juga.

"Sudah jangan nangis lagi, ya. Kalau matamu bengkak, nanti Kakek akan marah padaku."

Aida tak mengerti kenapa Reiko menyebut nama Adiwijaya.

Itu yang membuat dirinya mendongak meminta penjelasan lebih walaupun tidak bicara.

"Kakek sudah nunggu kita di pesawat."

Jelas Aida menggelengkan kepalanya karena dia tidak berniat untuk pergi.

"Kakek ikut ke Abu Dhabi dan dia minta aku membawamu, makanya aku menunggumu disini."

Jadi, Mas Reiko menungguku karena kakek? Hati Aida bertanya begini. Tapi, suaranya belum sempat keluar.

"Apa yang kamu pikirin, hmm? Memang kamu pikir aku menunggumu di sini karena apa lagi? Kan perjanjian kita tentang Kakek."

Hanya saja mimik wajah Aida yang ingin bertanya itu sudah terbaca oleh Reiko. Makanya dia menggoda Aida dengan kalimat itu.

Kalau tahu begini, aku tidak akan menangisinya. Memalukan sekali. Dia juga pasti melihat kan apa yang kulakukan tadi?

"Hahaha. Pasti kamu kesal denganku, bukan? Aku menjawab seperti itu cuma iseng aja, cuma becanda, hehe."

Ish, dia ni. Aida kesal karena Reiko sepertinya sudah jelas ingin mengganggunya.

Tapi ....

CUP.

Sebuah kecupan di dahinya begitu menghangatkan yang membuat emosinya sedikit mereda.

Aida sendiri heran kenapa sentuhan-sentuhan yang diberikannya bisa membuat Aida memiliki emosi yang berbeda-beda. Kenapa dirinya jadi seperti ini?

"Salin baju dulu, yuk. Kakek udah nunggu kita di bandara dari tadi."

"Mas Reiko ...."

"Tidak akan ada masalah dengan sekolahmu. Kita pergi hanya satu setengah bulan saja. Masuknya nanti kan bulan Agustus."

"Mas Reiko, aku nggak mau Mas Reiko ribut sama ...."

"Cepat atau lambat, Brigita memang mesti tahu tentang hubungan kita. Aku juga harus menjelaskan, karena aku tidak mau menipunya terus-terusan."

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang