"Saya suka Bapak? Hahaha! Gak mungkin Pak, soalnya saya punya alasan juga untuk gak jatuh cinta ama Bapak!"
"Apa?"
Malah Reiko yang jadi penasaran ingin mendengar apa yang ada dalam benak Aida.
"Pertama, Bapak ndak mungkin punya rasa pada saya, soalnya Bapak ndak akan suka sama saya. Kan saya nggak punya dua keistimewaan sebagai seorang wanita. Begitu kan, Pak? Jadi ngapain saya buang-buang waktu untuk jatuh cinta sama laki-laki yang sudah jelas tidak akan punya rasa pada saya?"
"Alasan kedua?"
Kalau ada alasan pertama bukankah selalu ada alasan kedua? Dan tanpa membenarkan apa yang Aida katakan sudah ada pertanyaan baru untuknya.
"Yang kedua, saya itu tidak mau punya suami yang sudah pernah berzina. Ndak mau Pak! Mau yang gress gitu loh!"
Ya aku juga sudah tahu dari awal, kalau hanya aku yang jatuh cinta padanya. Dia tak pernah sama sekali melihatku dengan hatinya. Karena dia sudah punya pemikirannya sendiri.
Tanpa Aida sadari, kata-katanya itu baru saja menembus hati seseorang dan melukainya. Tapi apa salah kalau Aida mengatakan itu?
Bukankah semua itu adalah kata-kata yang pernah diucapkan oleh lawan bicara Aida? Lalu kini, haruskah dia kesal pada Aida karena itu?
Reiko hanya diam ketika telinganya mendengar Aida bicara ....
"Gimana Pak saya pintar, ndak? Saya udah mikirin semua baik dan buruknya dan saya ndak mau jatuh ke perasaan yang saya juga sudah tahu akan membuat saya sakit hati!" bibir Aida sih bisa bicara begitu.
Tapi ....
Setengah mati aku memendam perasaanku! Tapi memang mungkin ini yang terbaik untuk kami? Dia takkan pernah bisa menerimaku karena aku bukanlah wanita yang sempurna! Dia juga tidak akan pernah bisa meninggalkan wanitanya dan kalau aku berada di antara mereka aku hanya akan menjadi duri dan seseorang yang merebut kekasih orang lain tidak akan pernah bisa bahagia. Aku tidak mau menjadi wanita seperti itu dan biarlah hanya aku sendiri aja yang memendam rasa. Toh aku tidak merugikan siapapun dengan sakit di dalam hatiku ini, bukan?
Jauh dalam hati Aida sungguh tersiksa dengan kebohongannya yang satu ini.
Tapi apakah dia salah?
Bukankah, Reiko yang lebih dulu menyerangnya di hari pernikahan mereka dengan mengatakan kalau dia tidak menginginkan Aida?
Bahkan dia juga memberikan tamparan pada Aida di hari itu karena Brigita?
Ya, harusnya aku tidak salah dong? Apa yang kukatakan ini benar! Kalaupun memang aku punya rasa, biarlah aku bawa itu dan aku sembunyikan di dalam hatiku. Toh aku tidak akan mempermalukan diriku sendiri dengan begini.
Harus saling jujur? Salahkah Aida kalau dia tidak jujur tentang perasaannya ini?
Siapa menabur lebih dulu? Dia kah yang salah? Dia tak pernah mau bermain hati pada Reiko.
Tapi siapa yang menorehkan luka di kakinya, sehingga Aida terpaksa harus diurus oleh suami kontraknya?
Kenapa juga pria itu tidak menyuruh perawat? Kenapa membiarkan dirinya sendiri masuk dan mendekat pada Aida? Siapa yang memulai?
Aida adalah seorang wanita. Dengan semua kelemahannya dan keinginannya untuk menjaga harga dirinya sebagai seorang wanita, tentu saja dia tidak mau mengutarakan rasanya lebih dulu.
Lalu salahkah dia, jika dia berusaha memendam rasa itu?
"Bagus kalau kamu bisa mikir!"
Untung aku jawab kayak gitu! Kalau tidak, aku malu aja sendiri. Sudah kebayang bagaimana dia akan menertawaiku karena aku jatuh cinta padanya, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari (Bab 201 - Bab 400)
Romance(Baca dulu Bab 1-200) "Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria...