Bab 218. PINKY PROMISE

39 3 1
                                    

"Bikin minum buat Bapak! Memangnya nanti Bapak kalau makan keselek gimana kalau gak ada air?"

Celetukan yang membuat Reiko menengok ke meja dan dia menyadari sesuatu yang memang belum ada di sana, hingga bibirnya pun tersenyum kembali menetap Aida.

"Kayak tadi malam ya! Teh manis, gulanya kayak tadi malam juga."

"Bukan air putih?"

"Aku mau teh manis. Bawa aja sekalian air putih segelas aja, ntar berdua sama Kamu."

"Iya Pak!" jawab Aida yang sudah ngeloyor ke dapur, malas berdebat.

Menyisakan Reiko di meja makan yang masih mengawasi punggungnya yang berjalan ke dapur. Tapi Reiko tak ada ekspresi hanya menatap saja sebelum menghela napas dan bicara....

"Hari ini, Aku ada tamu." Bertepatan dengan Aida yang sudah berbalik arah menatapnya. Aida membawa gelas, menyiapkan untuk teh manisnya dulu.

Aida sengaja memasak airnya. Dia tak menggunakan air dispenser.

"Temennya Bapak?" tanya yang meladeni pernyataan Reiko.

"Gardener yang sudah puluhan tahun dengan profesinya itu."

"Oh!" Aida pun menjawab singkat "Mau benerin Nature space bukan Pak?" tebakannya.

"Hmm!" Reiko membenarkan. "Kamu ingat nggak sama Bapaknya Nyonya Denada Prayoga?"

"Oh, Mbak Nada?"

Reiko mengangguk, di saat Aida masih ada di working table nya menunggu air mendidih.

"Hmmm."

"Oh, tahu kalau yang itu. Saya ingat, Dia bermain catur dengan Ayahnya Pak Raditya. Tapi Saya nggak tahu wajahnya Pak. Saya lupa-lupa ingat!"

Aida memang tidak terlalu peduli saat itu karena pikirannya sedang melalang buana memikirkan Reiko apakah sedang dimarahi Radit atau tidak.

"Iya, Dia yang akan ke sini! Pak Padri akan melihat Nature spaceku dan Aku sudah berjanji padanya untuk menunjukkannya juga. Aku ingin menanyakan sesuatu padanya soalan itu."

Reiko merespon sebelum Aida membalikkan badan untuk mematikan kompor.

"Ada yang salah dengan Nature spacenya Pak?" tanyanya, sambil mengisi cangkir dengan air panas itu.

"Ada yang Aku tanam di sana dan selalu saja mati. Dan Aku ingin menanyakan tentang pohonku juga. Nutrisinya, termasuk Aku juga ingin menanam bunga. Aku sedang memikirkan posbility untuk menanam bunga di apartemen ini maksudku membuat taman kecil seperti yang Aku lihat di Villa keluarga Prayoga."

Aida masih mendengarkan sambil membawa cangkirnya hati-hati ke meja makan dengan satu tangannya dan satunya membawa gelas berisi air putih.

"Jangan diseruput dulu ya Pak, masih panas." Aida mengingatkan sebelum Dia duduk dan bicara....

"Bunga butuh nutrisi yang lebih, kan Pak. Media tanamnya juga dan perawatannya itu perawatan yang khusus. Belum lagi polusinya Pak. Soalnya Bapak tahu sendiri gimana langit Jakarta kan?"

"Polusi maksudmu?"

Reiko menjawab saat Aida mengangguk dan mengambil sendok yang ada di piring tadi.

"Iya bener, Pak."

"Makanya, Aku ingin bicara dengannya. Karena meskipun Dia bukan seorang lulusan sarjana dan mengerti nutrisi tumbuhan berdasarkan ilmu paten, pengalaman hidupnya mungkin bisa membantuku dan ini lebih berguna daripada seseorang yang hanya belajar dari teks book."

Reiko menambahkan lagi sambil tangannya juga mengambil cangkir tehnya.

"Bapak suka banget bukan sama Nature space kayak gitu?"

Bidadari (Bab 201 - Bab 400)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang