23. Jadwal rutin

583 65 5
                                    


.
.
.
.
.
Ochi terus menangis dalam pelukan Jion meskipun mereka sudah ada di rumah, bahkan Riku dan yang lain juga sudah berkumpul disana.

Tidak ada yang bisa membujuk Ochi agar berhenti menangis, padahal mereka takut jika pemuda mungil dan imut itu akan sesak nafas karena terlalu sering menangis.

"Ochi, sini sama abang Kin, ini tadi bunga nya mau Ochi apain?" Ochi yang mendengar suara lembut Keenan langsung mengangkat kepalanya.

"Abang Kinkin, kepala Ochi sakit, dia tarik keras." Keenan menyambut rentangan tangan Ochi, sedikit memberikan Jion istirahat karena sedari tadi terus menggendong Ochi.

"Iya, sini biar abang elus. Tadi kan dia udah di jambak juga sama abang Jion, jadi Ochi gak perlu takut ya." Ochi mengangguk.

"Bunga Ochi?" Keenan tersenyum tipis saat Ochi akhirnya sedikit meredakan tangisnya, meskipun masih terdengar sesenggukan.

"Ini, mau buat apa ini?" Ochi tidak menjawab, justru menyodorkan sebuah mini bouquet pada Keenan.

"Buat abang Kinkin." Keenan tersenyum dan menerima bunga yang di berikan Ochi, sepertinya kini dia paham kenapa Ochi ingin bouquet mini.

"Ini buat abang Jion, maaf Ochi nangis." Jion tersenyum dan mengusak rambut Ochi yang sudah tenang di pangkuan Keenan.

"Buat Riku."

"Buat Sakil."

"Buat Ijan."

"Ini buat Fifi." Ochi memberikan masing-masing satu bunga pada yang lain, kini tersisa dua bunga di tangan Ochi.

Pemuda mungil itu menatap lekat pada Nadhif yang sudah tersenyum manis padanya.

"Buat kak Adhip!" Nadhif terkejut saat Ochi menyebut namanya, namun tak ayal hal itu membuat Nadhif bahagia.

"Terima kasih banyak ya Ochi, bunga nya cantik kayak Ochi, jadi jangan nangis lagi ya?" Ochi mengangguk.

"Terus yang satu itu buat siapa? Buat Ochi?" Ochi menatap satu bunga yang masih ada di tangannya saat Riku bertanya. Ochi menggeleng pelan, hal itu membuat yang lain bingung.

"Ini buat kakak baik, abang Jiji janji mau cari kakak baik nanti." Jion melirik Riku, dan itu membuat Riku tersenyum.

"Ochi sabar ya, nanti semua bantu cari kakak baik, okey?" Ochi kembali mengangguk, pemuda itu kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Keenan.

"Abang kepala Ochi sakit, Ochi mau bobok tapi ndak mau di kamar takut." Keenan tersenyum tipis saat mendengar gumaman pelan Ochi.

"Ya udah, Ochi tidur aja, bang Kin temenin disini, gak akan di pindah ke kamar."

******

Netra hitam itu terbuka, mengerjap sejenak saat menyadari jika dia ada di kamar sang abang. Pemuda mungil itu akan beranjak dari kasur namun sebuah lengan yang melingkar di perutnya menahan pergerakannya.

"Abang, lepasin aku mau ke kamar mandi." Hoshi menepuk lengan Jion beberapa kali hingga Jion membuka matanya.

"Mau kemana sih dek?" Jion tidak rela melepaskan pelukannya dari tubuh sang adik setelah semalam adiknya itu tidak lepas dari dekapan Keenan.

"Aku mau ke kamar mandi bang, kebelet." Jion terpaksa melepaskan pelukannya nya pada Hoshi.

"Hoshi." Hoshi yang baru saja mau masuk ke kamar mandi langsung menolah pada Jion.

"Nanti dulu bang, aku kebelet." Jion hanya tertawa kecil.

Biasanya jika Hoshi kembali bangun setelah Ochi, adiknya itu akan langsung berubah pendiam dan menjauh dari semua orang. Namun sejak kejadian jatuh dari tangga itu, Hoshi berubah, adiknya itu tidak lagi takut bertemu orang baru, meskipun tetap saja ketakutan saat bertemu dengan para bodyguard yang memang berwajah datar dan selalu berpakaian hitam.

Little HoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang