21. Rewel

362 65 3
                                    


.
.
.
.
.
Jion menepuk punggung Ochi yang terus saja menempel padanya, sejak kembali ke rumah sakit semalam Ochi sudah langsung menempel padanya.

"Ochi mam dulu yuk." Ochi hanya menggeleng saat Jion mengatakan hal itu.

"Kenapa gak mau mam?" Lagi-lagi Ochi menggeleng dan mengeratkan pelukannya pada leher Jion.

"Nanti perut Ochi sakit lagi, ndak mau." Jion menghela nafas panjang, Ochi takut keracunan lagi jika dia makan.

"Gak akan dek, ini mam nya dari dokter Mark, adek gak akan sakit perut lagi." Ochi tetap menggeleng.

"Ndak mau abang." Jion kembali mengelus punggung Ochi saat adik ya itu menjawab pelan.

"Mau tunggu bik Indah, mam dari bik Indah ndak bikin Ochi sakit." Jion mengangguk, memang selama ini yang di percaya untuk makan dirinya, Riku dan Ochi adalah bik Indah.

Bik Indah sudah bekerja sangat lama di keluarga Gaillard, bahkan sejak sang ayah masih kecil. Itulah alasan ayah dan ibu nya mempercayakan asupan makanan keluarga nya pada bik Indah.

"Nanti kita telpon bik Indah ya? Biar bik Indah cepet balik." Ochi hanya mengangguk kecil.

Jion sengaja izin kuliah karena Ochi jelas tidak bisa di tinggal, biasanya jika tidak ada bik Indah, maka tante nya, ibu dari Riku yang akan mampir memasak atau mengirimkan makanan lewat Riku. Tapi saat ini orang tua Riku juga sedang ada di luar negri.

Jion sebenarnya khawatir, karena Ochi terlihat sangat lemas. Ochi sama sekali tidak mau makan, dia hanya mau minum air itu pun harus yang baru di buka dari botolnya.

Cklek

Jion menoleh saat mendengar pintu ruang rawat Ochi terbuka, si kembar masuk kedalam dengan senyum yang terpampang jelas.

"Siang Ochi." Ochi mengerjap saat mendengar sapaan Nadhif dan Nyzan.

"Kakak tinggi." Nadhif tersenyum dan segera mendekati Ochi.

"Perutnya masih sakit?" Ochi menggeleng.

"Udah ndak, Ochi udah sembuh!" Nadhif tertawa kecil.

"Loh tapi kok masih lemes kalau udah sembuh?" Ochi merengut mendengar ucapan Nadhif.

"Dia gak mau makan dari pagi, makanya masih lemes." Jion tertawa saat Ochi memukul pundaknya.

"Abang nakal!" Nyzan mendekati Jion dan Ochi.

"Ochi kenapa gak mau mam?" Ochi menggeleng dan kembali mengeratkan pelukannya pada Jion.

"Nanti perut Ochi sakit lagi." Nadhif dan Nyzan menatap lekat pada Jion yang mengangguk.

"Wah kebetulan kalau gitu, mau mam sama Ijan? Tadi Ijan bawa nasi, sup ayam sama telur goreng. Ochi mau mam sama Ijan?" Ochi mengerjap saat Nyzan menunjukan tas kecil di tangannya.

"Ochi gak perlu takut sakit perut nanti, kan ini Ijan sendiri yang masak, gimana?" Ochi masih terlihat berpikir, ingin tapi ragu.

"Ochi nanti kalau gak mau mam, perut nya kruk kruk terus gak boleh pulang dari sini." Ochi akhirnya mengangguk.

"Ochi ndak sakit perut?" Nyzan menggeleng.

"Ijan juga mam? Sama Ochi?" Nyzan mengangguk.

"Iya dong, gimana mau?" Ochi akhirnya mengangguk, dan itu membuat Jion, Nadhif dan Nyzan bernafas lega.

"Okey, kalau gitu sini mam dulu." Ochi menatap Jion lekat.

"Abang turun, Ochi mau mam sama Ijan." Jion tersenyum dan mengangguk.

Little HoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang