.
.
.
.
.
Jion ingin sekali menghajar Ratna, saat tau Hoshi dinyatakan koma. Adik mungilnya itu belum juga sadar setelah tiga hari berlalu, dan kini Jion hanya bisa duduk menunggu kedua adiknya sadar.Mama nya di paksa pulang oleh sang papa tadi karena tidak mau beristirahat, Jion juga sempat memaksa sang mama untuk istirahat dan dia yang akan menjaga Hoshi juga Kavi.
Jion mengepalkan tangannya, dia marah, kesal namun tidak bisa meluapkannya. Adik-adiknya sedang membutuhkan dukungannya.
"Adek, betah banget ya tidur nya? Kapan mau bangun?" Jion menatap ke arah Kavi dan Hoshi bergantian.
"Kalian ketemu ya disana? Ayo bangun dong dek, abang kangen, abang bisa aja kelepasan emosi sama cewek itu, ayo bangun terus bantu abang kasih hukuman ke orang-orang yang udah nyakitin kalian."
Jion menundukkan kepalanya, mencoba menahan air matanya yang ingin keluar, Jion bahkan tidak menyadari jika jari salah satu adiknya bergerak perlahan.
"Hah..." Helaan nafas berat terdengar di telinga Jion, hal itu membuat Jion langsung mengangkat kepalanya.
Tatapan Jion terpaku pada salah satu ranjang, dimana pemuda bersurai biru yang sudah membuka matanya, setelah empat bulan dinyatakan koma karena kecelakaan.
"Kavi?" Pemuda itu mengernyit saat melihat Jion mendekat.
"Apa? Kamu mau bilang apa?" Jion mendekatkan telinga nya saat menyadari jika Kavi mencoba berbicara di balik masker oksigennya.
Jion dengan cepat menekan tombol di atas ranjang Kavi setelah menyadari jika tidak ada suara apapun yang terdengar dari sang adik.
"Tunggu sebentar ya, dokter sebentar lagi datang." Tepat setelah Jion mengatakan itu beberapa dokter dan perawat masuk ke ruang rawat.
"Jion, bisa tunggu diluar?" Jion hanya mengangguk, lagi pula dia masih cukup terkejut.
Sepuluh menit kemudian para dokter akhirnya keluar dari ruang rawat Kavi.
"Dokter, bagaimana keadaan Kavi?" Sang dokter tersenyum tipis.
"Kondisi Kavi sudah jauh lebih baik dibanding tiga hari lalu, mungkin dua hari kedepan jika kondisinya stabil Kavi bisa langsung melakukan terapi." Alis Jion menukik saat mendengar hal itu.
"Terapi untuk apa?" Sang dokter tersenyum mendengar nada curiga Jion.
"Kavi koma selama empat bulan, seluruh anggota tubuhnya tidak bergerak selama itu. Tubuhnya akan terasa kaku dan sulit di gerakan, bahkan Kavi juga tidak akan bisa berbicara beberapa saat."
"Segera kabari kedua orang tua kalian, kami ingin menyampaikan sesuatu tentang kondisi Kavi." Jion hanya mengangguk pelan.
"Jika kau ingin mengajaknya bicara, coba secara perlahan, Kavi hanya akan memberikan responnya dengan kedipan mata."
*****
Jion tersenyum saat melihat Kavi yang menatap bingung padanya, ada sedikit rasa lega dihatinya karena salah satu adiknya sudah sadar.
"Hai Kavi."
"Jawab pertanyaan ku pakai kedipan mata aja ya? Kami bisa kedip dua kali untuk iya dan satu kali untuk gak, bisa?" Kavi berkedip dua kali untuk memberi jawaban, dan Jion kembali tersenyum.
"Kamu ingat apa yang kamu alami sebelum ini?" Kavi terdiam cukup lama namun kemudian memberikan satu kedipan.
"Kamu kecelakaan empat bulan lalu, terus Leo bawa kamu ke jakarta, kamu ingat Leo?" Dua kedipan di berikan Kavi pada Jion.
"Leo masih kuliah, nanti sore dia kesini." Kali ini Kavi menatapnya bingung dan itu membuat Jion tersadar akan sesuatu.
"Oh iya, aku Jion. Kita pernah satu sekolah waktu sd, waktu kita masih sama-sama tinggal di makasar. Aku tau kamu lupa soal itu, tapi saat itu kamu deket sama Hoshi, kamu ngejaga dia waktu aku lalu, kamu ngelindungi dia waktu aku gak ada." Tatapan yang di berikan Kavi pada Jion tetap kebingungan, namun Jion melihat perubahan pada sorot mata Kavi saat dia menyebut nama Hoshi.
"Kavi, aku sama Hoshi itu saudara kamu, saudara kandung kamu." Jion mendapati tatapan tidak percaya dari Kavi.
"Aku tau kamu gak percaya, nanti aku bakal ceritain semuanya kalau kamu udah baikan, sekarang kamu istirahat aja, aku tungguin disini." Kavi akhirnya memejamkan matanya, dan Jion memilih duduk di samping nya, lebih tepatnya di tengah-tengah ranjang Kavi dan Hoshi.
Jion mengirim pesan pada sang ayah, menjelaskan secara singkat kondisi Kavi saat ini, hingga saat mereka datang nanti mereka tidak langsung membuat Kavi kebingungan.
Jion juga mengabari Leo, dan Leo mengatakan jika dia akan langsung ke rumah sakit setelah kelas nya selesai.
Setelah selesai dengan acara mengirim pesannya Jion mendekati ranjang Kavi dan membenarkan letak selimutnya, pemuda tinggi itu juga mendekati ranjang Hoshi dan berbisik di telinganya.
"Adek, kak Kavi udah bangun, kamu kapan mau bangun? Kakak baik udah disini loh, katanya kamu mau peluk kakak baik kalau dia bangun."
*****
"Kavi." Kavi meneteskan air mata nya saat melihat Leo datang, entah kenapa rasanya dia sangat ingin menangis di hadapan sahabatnya itu.
"Kenapa? Gue disini kok, nanti Rico bakal nyusul ke sini, setelah cafe stabil." Kavi mengedip saat mendengar hal itu.
"Gue seneng lo akhirnya bangun, gue takut Kav, takut banget waktu tau lo kecelakaan malam itu." Leo lalu menatap ke arah Jion dan kedua orang tuanya yang tengah menatap mereka, bahkan Hana sudah menangis haru saat melihat bagaimana netra hitam Kavi menatap ke arah nya.
"Gue tau lo bingung sama kehadiran mereka, tapi lo harus percaya sama gue, mereka orang tua lo, orang tua kandung lo."
"Mereka nyari lo selama ini, nanti waktu lo udah sehat, lo bisa tanyain semuanya ke gue, pasti gue jawab." Leo tersenyum saat melihat Kavi mengedip dua kali.
"Jangan mikirin aneh-aneh dulu, keadaan lo harus tetep stabil biar bisa ikut terapi, paham Kav?" Leo tertawa saat melihat ekspresi kesal Kavi.
"Lo kesel? Mau mukul gue? Boleh, tapi nanti kalau lo udah bisa jalan dan gerak normal."
Kavi terus menatap ke arah langit-langit kamarnya setelah Leo pamit ke kantin rumah sakit, bahkan pemuda bersurai biru itu menghela nafas panjang beberapa kali.
Kavi sebenarnya senang karena dia akhirnya bangun di tubuhnya sendiri, tapi dia ingin tau kondisi Hoshi, pukulan yang di berikan Ratna saat itu tidak main-main.
"Aku udah bangun loh dek, kapan kamu mau nyusul?"
"Apa aku harus balas Ratna dulu biar kamu mau bangun? Kamu kan janji mau peluk aku kalau aku bangun."
"Ochi, ayo bangun, kamu harus tau kalau semua orang nunggu kamu bangun."
"Nanti kalau kamu udah bangun, bantuin aku. Aku harus pura-pura gak tau apapun disini, padahal rasanya aku pingin teriak ke mereka kalau aku tau semuanya."
"Bangun dek, terus kita balas bang Jion karena udah ninggalin kamu di kampus."
Kavi terus berbicara dalam hatinya, dia benar-benar kesusahan saat ini. Selain tubuhnya yang kaku dan perlu terapi, dia juga belum bisa mengeluarkan suara nya, dokter bilang perlu beberapa hari agar pita suaranya bisa di gunakan.
Kavi merasa tubuhnya sudah seperti mesin mobil yang lama tidak di gunakan, harus dipanaskan terlebih dulu.
"Liat aja Ratna, lo bakal ngerasain neraka kalau lo ketemu gue."
*****
Tbc
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Hoshi
FanfictionKavi Aland Daran, seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun harus meregang nyawa karena kecelakaan saat sedang melakukan balap liar. Namun bukannya beristirahat dengan tenang, Kavi justru terbangun di tubuh seorang remaja berusia tujuh belas tahun...