80. Kemarahan Kavi

346 50 4
                                    


.
.
.
.
.
Hoshi sebenarnya ingin agar Kavi tidak pergi lagi ke manado, karena dia takut jika nantinya sang kakak tidak akan kembali lagi ke jakarta.

Hoshi tidak tau alasan Kavi pergi ke manado sebenarnya apa, karena Kavi hanya mengatakan harus mengurus pekerjaan nya yang terbengkalai di manado selama dia tidak ada.

Hoshi hanya bisa merengut sebal saat tau jika dia akan sendirian, karena kakek nenek mereka akan ke jakarta setelah Kavi berangkat.

"Aku ikut ya kak?" Kavi menggeleng, dia tidak mungkin mengijinkan Hoshi untuk ikut, karena itu akan membahayakan sang adik.

"Kamu disini aja, kakak janji kakak cuma satu minggu disana. Setelah satu minggu, selesai gak selesai urusan kakak disana, kakak bakal pulang." Hoshi tetap memasang wajah sedih meskipun Kavi sudah menjanjikannya hal itu.

"Tapi nanti aku sendirian, opa sama oma juga mau ke tempat mama nanti." Kavi melirik ke arah kakek dan nenek nya, sebelum akhirnya tersenyum lembut pada Hoshi.

"Kamu gak perlu khawatir, kamu gak akan sendirian di sini. Kakak udah minta tolong Nyzan dan Nafian untuk datang kesini, tenang aja mereka gak akan bilang ke abang." Netra Hoshi melebar saat mendengar nama Nyzan dan Nafian disebut.

"Beneran? Mereka gak akan datang sama bang Jion kan?" Kavi menggeleng.

"Gak akan, percaya sama kakak. Tapi kalau mereka disini jangan di jahili ya?" Hoshi akhirnya mengangguk semangat, karena sebenarnya dia juga sudah lama ingin bermain bersama Nyzan.

"Iya kak, kakak baik juga hati-hati disana ya?" Kavi tersenyum tipis.

"Pasti dek, kalau gitu kakak berangkat ya?" Hoshi mengangguk, mengijinkan sang kakak menyelesaikan segala urusannya.

"Cepet pulang, ingat janji nya cuma satu minggu!"

*****

Kavi menatap langit manado saat keluar dari bandara, sudah sangat lama Kavi tidak menghirup udara manado.

Kavi tidak sendiri, karena kedua sahabatnya Leo dan Rico sudah pasti akan mendampingi Kavi. Apa lagi tujuan Kavi kembali ke manado ada hubungannya dengan keluarga Aland.

"Ke apartemen dulu kan?" Kavi menoleh pada Leo dan mengangguk.

"Lo yakin hati lo siap Kav? Gue tau lo sayang sama adek lo itu." Kavi menghela nafas panjang.

"Siap gak siap, gue harus siap. Gue gak bisa cuma diem setelah gue ketemu sama keluarga kandung gue, mereka udah keterlaluan." Leo dan Rico mengangguk setuju, lagi pula adanya mereka disini adalah untuk mendukung apapun yang akan di lakukan Kavi.

"Opa Hen, masih di rawat di rumah sakit Kav. Sejak tau lo di kabarin meninggal, beliau drop." Kavi mengepalkan tangannya erat.

"Papa bener-bener keterlaluan, dia tau gue belum meninggal tapi dia gunain jenazah Beni yang yatim piatu buat gantiin gue." Kavi bergumam pelan, beruntung saat ini mereka sedang ada di dalam mobil yang menjemput mereka.

"Om Hatta, sengaja, supaya dia bisa nyingkirin lo dan Bian jadi pewaris Kav." Kavi berdecih pelan.

"Jangan di pikirin sekarang Kav, lo istirahat aja dulu, nanti malam kita ke rumah sakit, sesuai rencana." Kavi hanya mengangguk.

*****

"Hatta sialan!" Kavi mengumpat dengan tangan terkepal erat saat melihat bagaimana kondisi kakek angkatnya.

Hendry Aland, pemegang tahta tertinggi di keluarga Aland. Kepala keluarga yang enggan memberikan kedudukannya pada sang putra, justru menunjuk cucu pertama nya sebagai pewaris sah. Bahkan setelah mengetahui jika cucu pertamanya ternyata bukan lah cucu kandung nya, namun Hendry tetap menginginkan Kavi sebagai pewarisnya.

Little HoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang