.
.
.
.
.
Jion sengaja membiarkan pintu kamar Ochi terbuka lebar, sedangkan dirinya mengerjakan tugas nya di ruang keluarga lantai dua bersama Keenan.Di dalam kamar ada Riku yang sedang mendekap Ochi, sepupunya itu terus saja mengigau dalam tidurnya. Sepertinya ada ucapan atau perlakuan menyakitkan yang Ochi terima dari sang ayah.
Riku dan Jion bahkan tidak peduli jika nantinya Endaru akan marah, kondisi Ochi jauh dari kata baik saat ini. Adik kecil mereka itu tiba-tiba demam, dan sampai sekarang belum juga bangun.
"Ochi baik-baik aja kan?" Jion menggeleng.
"Gue gak tau Keen, traumanya kambuh, tapi baru kali ini gue liat Ochi kayak gini. Biasanya dia bakal histeris kalau trauma nya kambuh, bukan nangis tanpa suara dan nyakitin dirinya sendiri kayak gitu." Keenan menghela nafas panjang.
"Kemarin gue denger dia juga kambuh kan?" Jion mengangguk.
"Iya, gue gak tau kenapa akhir-akhir ini traumanya sering kambuh." Keenan menatap Jion lekat.
"Ji, lo pernah bilang kalau little space yang di miliki adek lo karena trauma masa lalu, berarti Ochi bakal bangun setiap kali Hoshi merasa sakit atau terancam kan?" Jion mengangguk tanpa sadar.
"Iya, tapi kemarin Hoshi di rumah bang, dia gak keluar."
"Akhir-akhir ini banyak hal yang mengancam adek lo, juga beberapa kali dia ketemu sama orang yang mungkin bisa mancing trauma nya. Apa mungkin ada pekerja rumah lo yang sengaja mancing traumanya?" Ucapan Keenan membuat Jion terpaku, kenapa dia tidak memikirkan hal itu.
"Lo bener Keen, nanti gue coba cari tau soal itu." Keenan mengangguk.
"Kalau butuh bantuan bilang aja, sekarang gue balik dulu, titip kasih ini ke Ochi nanti ya?" Jion hanya menggelengkan kepalanya pelan saat Keenan mengeluarkan sebuah boneka beruang putih dari tas nya.
"Iya nanti gue sampein, boneka dari abang ganteng nya." Keenan tertawa, sepertinya Jion cemburu karena tau jika Hoshi menyebutnya ganteng.
"Ya gue emang ganteng sih, gak heran adek lo ngakuin gue."
*****
"Siapa yang bolehin kalian buka kamar Ochi?!" Endaru tampak marah saat melihat pintu kamar Ochi terbuka, sedang Riku dan Jion duduk nyaman di sofa ruang keluarga.
"Jion yang buka." Endaru menatap marah pada putra sulung nya.
"Kenapa kamu ngelawan perintah papa?! Adik kamu itu perlu di tegasin Jion!" Jion yang mendengar itu langsung ikut terpancing emosi.
"Terus mau papa apa? Papa mau bunuh Ochi gitu?!" Hana terkejut saat mendengar Jion menaikan nada bicaranya.
"Jion kenapa kamu teriak ke papa?" Jion mendengus kesal.
"Sebenarnya apa yang papa sama mama lakuin ke Ochi?!" Endaru dan Hana hanya diam mendengarkan Jion meluapkan kekesalannya.
"Adik kamu tantrum nyariin kamu, dia juga udah berani ngelarang kamu kuliah." Jion menggeleng tidak percaya saat mendengar ucapan sang ayah.
"Sejak kapan papa peduli sama jadwal kuliah Jion? Selama ini papa gak pernah peduli, asal ipk Jion tetap tinggi kan?"
"Papa kalau capek sama Ochi, biar Jion yang jaga Ochi! Jion bisa tanggung jawab soal Ochi sendiri, apa papa tau gimana keadaan Ochi waktu aku masuk ke kamarnya?"
"Ochi meringkuk di samping kasurnya, dia gemeteran pa, Ochi nangis tanpa suara bahkan tangannya gak berhenti buat mukul kepalanya sendiri!" Endaru dan Hana terkejut mendengar ucapan Jion.
"Sebenarnya apa yang papa sama mama ucapin ke adik Jion?" Jion menatap lekat pada kedua orang tuanya.
"Apa maksud kamu Ji?"
"Jion tanya, apa yang kalian ucapin ke adik Jion tadi? Sampai Ochi selalu bilang kalau dia gak boleh ada!!"
Deg
Pekikan Jion jelas membuat Endaru dan Hana terkejut, Hana dengan cepat menatap ke arah sang suami.
"Kalau kalian capek jangan nyakitin adek Jion, pa, ma. Jion masih sanggup jagain Ochi, maaf kalau kalian merasa terbebani sama adek Jion." Setelah mengatakan itu Jion masuk ke kamar Ochi meninggalkan kedua orang tuanya yang mematung di ruang keluarga.
Riku bahkan sudah masuk ke kamar Ochi lebih dulu, pemuda itu tidak mau ikut emosi pada om dan tante nya.
"Kalau sampai trauma Ochi memburuk kayak dulu, semua salah kamu mas!"
*****
Kedua netra hitam Ochi akhirnya terbuka, tatapan itu masih menyorot kosong. Bahkan Ochi sama sekali tidak membuka suara, si mungil itu hanya mendekatkan dirinya pada Jion yang sedang mendekapnya.
"Adek udah bangun, mau mam?" Jion menghela nafas pelan saat sang adik menggeleng.
"Gak laper."
Deg
Jion dan Riku terkejut saat mengetahui jika saat ini yang ada di hadapannya adalah Hoshi, durasi tersingkat Ochi bangun, tidak ada dua puluh empat jam.
"Hoshi." Hoshi segera menoleh pada Riku saat sang sepupu memanggil namanya.
"Kamu baik-baik aja?" Hoshi hanya mengangguk kecil.
"Baik."
"Adek kenapa gak mau makan? Makan sama abang ya? Biar abang buatin nasi goreng, gimana?" Hoshi tetap menggeleng.
"Gak laper, abang kalau laper makan aja dulu." Jion menggigit bibir bawahnya.
"Dek, besok abang ada kelas pagi, kamu ikut abang aja ke kampus ya?" Hoshi kembali menggeleng.
"Gak mau, nanti aku di bilang ngerepotin abang."
"Abang sama Riku capek ya sama aku? Sama Ochi?" Jion dan Riku langsung menggeleng, bahkan Riku langsung meninggalkan bukunya dan mendekati Hoshi.
"Siapa yang bilang adek ngerepotin? Adek gak pernah ngerepotin kita." Hoshi hanya mengerjap sejenak.
"Papa." Jion rasanya ingin marah saat mendengar jawaban pelan Hoshi.
"Gak usah dengerin papa, yang penting abang sama Riku gak ngerasa repot."
"Ayo makan dulu di bawah dek, gak perlu takut ada abang sama Riku." Hoshi hanya menurut saat Jion menggandeng tangannya lembut dan mengajaknya turun ke lantai satu, dengan Riku yang setia menjaga langkah kaki Hoshi dari belakang.
"Adek, ayo makan malam dulu nak, mama udah masak udang, mama ambilin ya?" Hoshi menggeleng, dan itu membuat Hana menghentikan pergerakannya.
"Saya bisa ambil sendiri." Ucapan Hoshi membuat Hana dan Endaru mematung karena terkejut.
"Hoshi?" Hoshi langsung duduk dan mulai mengambil nasi juga lauk yang sedikit.
"Hoshi, apa yang kamu rasain sekarang? Kita ke rumah sakit ya?" Hoshi menggeleng.
"Tidak perlu, saya baik." Jawaban singkat dan formal yang di lontarkan Hoshi membuat Hana dan Endaru sedih.
"Adek, kenapa jawabnya gitu nak, adek marah sama mama." Hoshi tidak menjawab dan kembali fokus pada makanannya.
"Saya tidak marah, hanya mencoba tidak merepotkan."
*****
Tbc
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Hoshi
FanfictionKavi Aland Daran, seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun harus meregang nyawa karena kecelakaan saat sedang melakukan balap liar. Namun bukannya beristirahat dengan tenang, Kavi justru terbangun di tubuh seorang remaja berusia tujuh belas tahun...