64. Sendirian

398 83 9
                                        


.
.
.
.
.
Jion menemani Hoshi di kamarnya setelah adiknya itu sudah terlelap, jika tidak seperti itu Hoshi pasti akan mengusirnya pergi.

Jion merasa bersalah, terlebih soal ucapan Riku yang mengatakan jika Hoshi belum makan sejak kemarin.

"Maafin abang ya dek."

"Abang banyak salah nya akhir-akhir ini ke adek."

"Adek pasti laper kan? Besok pagi abang masakin bubur manado ya? Adek suka itu kan?" Jion mengelus kepala sang adik pelan.

"Besok abang gak ada kelas dek, nanti abang temenin seharian ya?"

"Maafin mama sama papa juga ya dek? Mereka terlalu fokus sama Kavi sampai lupa kalau kamu selalu nungguin mereka."

Jion sama sekali tidak meninggalkan sisi Hoshi, pemuda tinggi itu khawatir jika nantinya Hoshi akan demam, karena biasanya sang adik akan demam saat telat makan.

"Bang, mending lo juga istirahat, besok lo butuh banyak tenaga buat minta maaf dan ngebujuk Hoshi." Jion menatap ke arah Riku lekat.

"Rik, lo bilang tadi lo jemput Hoshi di rumah Nadhif kan?" Riku mengangguk.

"Gue kesana karena Nyzan bilang kalau Hoshi nolak buat makan, bahkan sekalipun tante Rini yang minta, Hoshi tetep nolak." Jion kembali menatap ke arah Hoshi yang terlelap.

"Hoshi nangis waktu gue jemput, dia ngadu kalau lo ninggalin dia di kampus. Waktu gue ajak dia makan, dia minta makan sama mama sama papa." Jion mengangguk.

"Besok biar gue bilang ke mama sama papa soal itu."

*****

Hoshi terbangun saat merasakan pelukan erat di tubuhnya, pemuda mungil itu menggeliat tidak nyaman.

Hoshi berusaha melepaskan pelukan itu hingga dia sadar jika yang tengah memeluknya adalah sang kakak.

"Abang." Hoshi bergumam pelan sebelum akhirnya meringkuk.

"Sakit." Hoshi menekan perut nya sendiri.

"Dek?" Jion yang merasakan pergerakan Hoshi tentu saja terbangun, dan langsung panik saat melihat sang adik meringkuk.

"Dek, mana yang sakit?" Hoshi menggeleng dan mencoba menahan rasa sakitnya.

"Gak ada, abang keluar aja." Jion menggeleng.

"Adek, maafin abang. Maaf abang salah kemarin, sini bilang ke abang mana yang sakit." Hoshi tetap menggeleng.

"Keluar bang! Aku gak mau sama abang!" Jion menggigit bibir bawahnya, dia tidak bisa mendapat penolakan dari Hoshi seperti ini.

"Adek kita obati dulu apa yang sakit ya? Nanti adek boleh marah lagi ke abang, boleh mukul abang." Hoshi mencoba mendorong Jion menjauh darinya, pemuda mungil itu bangkit dari ranjang nya.

"Keluar abang, aku gak mau liat abang di sini!" Tatapan Jion fokus pada tangan Hoshi yang menyentuh perutnya.

"Iya nanti abang pergi, tapi sini biar abang tau apa yang sakit dek."

"Perut kamu sakit ya? Abang buatin bubur ya?" Hoshi tetap menggeleng.

"Aku gak laper, abang keluar!!" Hoshi akhirnya berteriak marah saat Jion sama sekali tidak mendengarkannya.

Brak

"Hoshi kenapa teriak?" Hoshi menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka, disana ada Endaru dan juga Hana, sepertinya mereka baru saja pulang.

"Adek kenapa teriak pagi-pagi?" Hoshi menunduk, menghindari bertatapan dengan sang papa.

"Keluar." Hana yang baru saja masuk ke kamar Hoshi langsung berhenti melangkah.

"Apa dek? Kenapa adek minta mama keluar?" Hoshi mengepalkan tangannya erat.

"Keluar! Aku gak mau lihat kalian!!"

Plak

Hoshi terkejut saat Hana menamparnya, ini pertama kalinya Hoshi mendapat tamparan dari sang ibu. Sedangkan bagi jiwa Kavi, tamparan ini mengingatkannya akan tamparan ibu angkatnya sebelum kecelakaannya.

"Jangan kekanakan Hoshi! Mama terlalu lembek sama kamu selama ini? Iya? Bahkan waktu kamu berbuat kasar ke temen bang Jion aja mama gak negur kamu! Tapi sekarang kamu berani teriak ke mama? Kamu udah merasa hebat iya?" Hoshi terdiam, bukan karena tidak bisa menjawab, tapi karena kepalanya tiba-tiba saja sakit.

"Mama!"

"Hana!"

"Kapan aku kasar ke temen nya abang? Apa mama bisa sebutin kapan tepat nya?" Hoshi menatap sang mama dengan tatapan terluka, hal itu seolah menyadarkan Hana bahwa dia telah melukai putra nya.

"Aku gak pernah kasar ke temen-temen nya abang!" Hoshi akhirnya sadar sesuatu atas ucapan Hana.

"Apa yang mama maksud itu Ratna?" Hana terkejut saat melihat tatapan sayu Hoshi berubah tajam.

"Perlu mama tau aku gak pernah kasar ke dia, tapi dia yang selalu kasar tiap ketemu aku! Dia bilang aku anak pungut, dia bilang aku sialan, jalang, gak tau diri." Jion menatap ke arah sang mama lekat.

"Dia, temen nya bang Jion itu nampar aku di depan umum, dia bilang aku maling karena aku bawa dompet nya bang Jion. Dia jambak rambut ku waktu ketemu di restoran, dia juga dua kali nyusupin orang ke mansion buat bunuh aku, terus siapa yang kasar sebenar nya ma?!" Hana dan Endaru terkejut mendengar kalimat panjang Hoshi.

"Hoshi maafin mama nak, maaf mama gak tau soal itu." Hoshi melangkah mundur saat sang mama mendekat.

"Mama milih makan sama dia di banding tepatin janji buat makan sama aku, aku nungguin di rumah sendiri tapi waktu aku kesana mama bilang kalau udah makan, kemarin juga kayak gitu. Mama bahkan gak nanya aku udah makan apa belum, mama bahkan gak inget kalau aku ikut abang ke kampus, abang ninggalin aku di kampus kemarin! Terus kenapa jadi aku yang salah?" Hoshi menunduk setelah mengatakan hal itu.

"Hoshi maafkan mama nak, maaf mama lupa dek." Hoshi menggeleng.

"Keluar, aku gak mau ketemu mama." Hana menangis saat lagi-lagi Hoshi menolaknya.

"Hoshi–" Hoshi menggeleng kecil.

"Aku gak mau denger janji mama lagi, mama bahkan lupa udah janji mau masakin aku cumi-cumi." Hana mematung saat mendengar ucapan pelan Hoshi.

Tes

Tes

Bruk

Hana, Endaru, Jion dan Riku terkejut saat tiba-tiba tubuh Hoshi meluruh, Hoshi pingsan dengan hidung yang mimisan.

"Hoshi!!"

"Riku panggil dokter Mark!" Riku mengangguk dan segera menghubungi dokter pribadi mereka itu.

"Adek... Adek..." Jion menepuk pipi Hoshi, mencoba menyadarkan sang adik.

"Jion minggir dulu, biar papa bersihin mimisan Hoshi." Hana sudah menangis saat Endaru mengusap darah di wajah Hoshi dengan lap basah.

"Hoshi belum makan apapun sejak dua hari lalu, dia nungguin mama sama papa tapi kalian udah makan di rumah sakit." Ucapan Riku membuat keduanya semakin merasa bersalah.

"Kalian terlalu fokus pada Kavi, sampai lupa kalau Hoshi juga masih perlu perhatian kalian."

"Mama, papa, Hoshi beda sama Riku atau bang Jion. Hoshi mungkin bisa mengerti saat kalian fokus menjaga kak Kavi, tapi dia juga mengharapkan kalian mengingat dia."

"Dia pingin di ingetin makan, di tanya udah makan atau belum kalau kalian gak bisa nemenin dia. Hoshi bukan anak egois, buktinya beberapa hari ini dia gak marah waktu kalian nginep di rumah sakit, dia cuma marah saat kalian ninggalin dia sendirian dan gak nanyain dia udah makan atau belum."

"Maaf kalau Riku bilang kayak gini ma, pa, tapi Hoshi kembali merasa ditinggal sendirian."

*****

Tbc

*****


Little HoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang