Prolog Season 2 Everlasting

245 41 14
                                    

Langit perlahan berubah kelabu di atas bangunan tua Komoha High School. Angin beraroma hujan bersilir lembut mengibas dahan pepohonan yang bergerak berirama.

Hawa yang mulai mendingin itu tak mampu membuat seorang siswa yang asik membaca buku komiknya beranjak dari bangku taman belakang sekolah. Gesture tubuh yang tenang, wajah yang tampan dan proporsional, serta kepribadian sopan dan elegan dari lelaki keturunan keluarga paling kaya di kota itu membuat gadis-gadis tak dapat meninggalkannya sendiri.

Gadis-gadis itu saling berebut mencari perhatian. Tapi tak satupun dari mereka mendapatkannya. Lelaki itu berdiri, mulai risih dengan banyaknya gangguan itu. Kumpulan gadis-gadis itu mendesah kecewa. Jangankan perhatian, satu lirikan pun mereka tak pernah dapatkan.

Di kelas, seorang guru menjabarkan mengenai rencana study tour mereka. Ujian Akhir sudah mereka tempuh. Kelulusan mereka menghitung hari. Dan untuk kerja keras mereka selama semester paling berat itu, sekolah memberi hadiah berupa study tour ke wilayah paling sejuk untuk mereka.

"Hadiah macam apa yang tetap mengharuskan kita belajar." Seorang lelaki berambut nanas mendesah lelah, membaringkan kepala di atas meja.

"Ku rasa sekolah ingin kita fokus pada ujian ke perguruan tinggi." Ucap salah satu lelaki berambut pirang. Lelaki itu menoleh pada teman di belakang bangkunya. Yang sejak tadi lebih asik melihat ke luar jendela dengan iris birunya. Mengabaikan penggemar wanitanya yang masih saja berisik meski sudah lelaki itu abailan. "Bagaimana denganmu, Boruto..?"

Lelaki itu menoleh, dengan wajah datarnya. Inojin, lelaki berambut pirang, tak terkejut sama sekali saat Boruto membuang wajahnya ke luar jendela kembali.

"Apa yang bagaimana?" Suara bariton yang begitu dalam dan rendah mengejutkan Inojin. Lelaki itu pikir Boruto tak akan menjawab.

"Kau ingin kuliah dimana?" Tanya Inojin.

Shikadai, lelaki berembut nanas itu, ikut menoleh pada Boruto. Penasaran dengan jawaban si jenius kuning, satu-satunya yang bisa mengalahkannya untuk merebut ranking 1 di sekolah ini.

Sementara Boruto sendiri, tak memiliki jawaban untuk itu. Dirinya entah mengapa lebih terikat pada langit gelap di luar sana. Seolah ada seorang yang selalu di khawatirkannya di setiap cuaca buruk seperti ini. 

*****

Dua orang anak kecil berlarian di setiap kelokan lorong pergedungan. Seorang gadis yang lebih besar dari pada adik laki-lakinya terus mengenggam adiknya sambil mencari-cari jalan untuk kabur. 

Saat berlati, sang adik terjatuh membuat kakaknya ikut menghentikan langkah. 

"Kieto.  Cepat bangun! Dia akan menangkap kita." Desahan memburu di lingkupi kepanikan dan ketakutan saat bayangan lelaki bertubuh besaritu mendekat. 

"Onee-san.." Anak lelaki itu, Kieto terlalu kelelahan untuk berdiri. Bayangan kematian Okaa-san nya masih menghantuinya. Sementara sang Kakak tau jika mereka tak kabut, nasih mereka akan sama seperti Okaa-san nya.

"KIETO!!"

"Mau kemana kalian anak nakal?" Dengusan itu membuat buku kuduk mereka merinding. Lelaki bertubuh besar itu mendekat dengan pisau yang masih berlumuran darah.

"Onee-san..." Kieto merengek ketakutan. Sang Kakak reflek memeluk adiknya.

"Ku mohon biarkan kami hidup.." Pinta gadis kecl itu.

"Kalian harus mati. Sama seperti wanita tidka berguna itu. Berhenti menjadi bebanku..!!"

Saat pisau itu terangkat dan terayun kencang. Reruntuhan bangunan dari langit menimpa lelaki itu. Membuat lelaki itu tertindih batu besar. Lelaki itu menggerang kesakitan.

21+ BorutoxSarada Fanfiction (Kumpulan Cerpen BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang