Special Chapter - A Sad Birthday

16.7K 2.3K 155
                                    

Seoul, 9 tahun yang lalu.

"Sena-ya!"

Perhatiannya yang semula hanya tefokus pada buku di hadapannya kini teralih. Gadis itu meletakkan pensilnya kembali dan dengan cepat menoleh.

Belum sempat mulutnya terbuka, terdengar sebuah suara pria yang merupakan penjaga perpustakaan. "Daniel! Ini perpustakaan! Jangan berteriak seperti itu!"

Daniel mengusap tengkuknya. Lalu beralih memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Dengan santai meniup-niup poninya. Tersenyum dan menyampirkan sebagian poninya. Sontak saja para gadis yang ada di perpustakaan ini menahan napas melihat ketampanan luar biasa yang terpancar dari pria itu. Sementara Sena memilih kembali mengerjakan tugas matematikanya.

"Sekedar informasi Saem. Kau juga berteriak-teriak." Dengan santai pria itu tersenyum manis dan melewati penjaga perpustakaan itu.

Daniel langsung duduk di sebelah Sena. Dengan jahilnya, mencolek-colek lengan Sena.

"Apa?" Sena menoleh. Menjawab dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

"Ini. Baca saja dulu ini. Aku sedang mengerjakan tugas matematikaku." Sena memberikan sebuah buku pada Daniel.

Daniel melirik sekilas buku itu, namun dengan cepat langsung tertarik saat melihat sampulnya bergambar kucing.

"Apa ini?" ujarnya sambil membuka-buka buku tersebut.

Sena kembali mengerjakan tugasnya dengan tenang dan Daniel melihat-lihat buku itu tanpa suara.

Sena tersenyum kecil melihat mata pria itu berbinar melihat-lihat gambar kucing di buku itu.

1 jam berlalu dan Sena sudah selesai mengerjakan tugasnya. Gadis itu membereskan buku-bukunya dan segera bangkit.

"Eit, mau kemana?" Daniel menahan lengan Sena.

"Seharusnya aku yang bertanya, kau mau mengajakku kemana?"

Daniel memicingkan matanya. "Jangan-jangan selama ini kau itu cenayang ya?"

"Apa?"

"Jangan-jangan kau bisa membaca pikiranku?"

Sena tertawa, mendorong pelan kening Daniel dengan jari telunjuknya. "Cenayang pantatmu."

Daniel tertawa dan merangkul bahu Sena. Mereka berjalan bersama keluar dari perpustakaan.

"Niel..."

"Apa?"

"Besok hari apa?"

"Hari Minggu," jawab Daniel dengan cepat.

Sena berdecak. "Aku juga tau besok hari Minggu. Maksudku besok ada apa?"

Daniel mengernyit. "Memangnya ada apa?"

Sena mencubit pipi Daniel. "Ayolah. Mana mungkin kau melupakannya? Itu hari yang special."

Sena menunggu jawaban Daniel dengan sabar dan penuh harapan. Setelah cukup lama, Daniel menoleh lagi ke arah Sena.

Pria itu mengusap tengkuknya. "Hari menstruasimu?"

Bugh

"Lupakan saja!"

***

Sena duduk di sisi lapang. Menonton Daniel dan teman-temannya sedang bermain basket. Ternyata, bukannya mengajak Sena jalan-jalan, pria itu malah memintanya untuk menunggunya yang sedang bermain basket.

Memang dasar menyebalkan. Tidak mengingat hari ulang tahunnya besok, lalu dengan wajah tanpa dosanya bermain basket dengan gembira dan meminta Sena menungguinya.

AnimosityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang