PAGE 4

242 43 16
                                    

Mark sekarang mungkin bisa bernapas lega bersama dengan teman-temannya. Kekhawatiran yang menghantui mereka beberapa minggu ini terbukti tidak terjadi. Setidaknya untuk saat ini, mereka bisa menyiapkan rencana cadangan jika mereka dikejar pihak yang berwajib. 

Belum ada tanda-tanda wajah mereka tersebar disurat kabar atau pun orang luar yang mendatangi termpat persembunyian mereka. Kecuali sepupu Park Jinyoung, Minseo yang sudah berjam-jam membaca surat kabar sembari bercanda dengan Bambam.

"Noona, ini sudah larut", ujar Jinyoung, "Kau harus segera pulang"

"Mengusirku ya? Ini belum larut, masih satu jam sebelum tengah malam"

Jinyoung mendecak frustasi menghadapi betapa keras kepala kakak sepupunya itu, "Tahu tidak, tiga jam yang lalu bisa kau gunakan untuk pergi ke tempat hiburan malam"

"Lalu kenapa aku harus kesana?"

"Yahh..kau tahu..setidaknya kau bisa cari pa-", Jinyoung belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena jitakan sepupunya yang mendarat mulus dikepala.

"Hari ini aku sedang tidak dalam kondisi yang baik. Ada insiden gila di kantor. Rasanya aku ingin mengasingkan diri. Berada diluar malah membuatku semakin sakit kepala", Minseo langsung menceramahi Jinyoung yang sedang mengaduh kesakitan.

Bambam hanya terkekeh gemas melihat interaksi mereka. Jauh di dalam hatinya dia merasa sedikit cemburu. Ia belum pernah merasakan hangatnya rasa kekeluargaan sama sekali. Ia juga selalu mengelak setiap membahas masa lalunya.

Dari awal dia sudah tinggal sendiri. Masuk ke pelatihan private military company secara ilegal. Dengan pelatihan selama bertahun-tahun, dia sudah bisa membuat alat ledak rakitan, mengenali berbagai jenis senjata, dan mempelajari kelemahan dan kelebihan musuh di garda depan.

Dengan berbekal pengetahuan itu, dia memalsukan kematiannya dan kabur kemana saja nasib membawanya, hingga ia bertemu Yugyeom untuk pertama kalinya. Sekarang Bambam sudah memiliki keluarga sendiri.

"Cih, lagipula pencopet mana yang mau menghampirimu?", tanya Jinyoung.

"Kau" Jawab Minseo tegas.

Jinyoung hanya terdiam dan mendengus kasar. Dia kemudian beralih menuju meja yang menyimpan beberapa perkakas dan folder-folder tidak terpakai, mengambil satu barang dan kembali menghampiri sepupunya. Jinyoung sedikit ragu sebelum menyerahkan benda itu kepada Minseo.

"Kartu? Kartu apa ini?", tanya sepupunya.

"Itu pisau lipat, hanya saja bentuknya seperti lempengan kartu, gunakan ini dengan bijak", jawab Jinyoung.

"Wah, kau benar sepupuku, kan?"

"Kalau tidak mau ya sudah ku ambil kembali"

Minseo memegang erat pisau lipat itu seolah-olah ini adalah benda paling berharga yang ia punya, "Terima kasih".

Jinyoung bukannya menjawab tapi hanya memberikan anggukan kepala yang samar dan pergi dengan canggung. Menyisakan kesunyian antara Bambam dengan Minseo.

"Waktu berumur tiga tahun, Jinyoung paling takut dengan gunting"

Lamunan Bambam rusak karena Minseo yang tiba-tiba berbicara. Dia langsung mendengarkan dengan seksama. 

Minseo menceritakan bagaimana saat ia dulu mencuri waktu saat Jinyoung tertidur pulas demi memotong rambutnya. Jinyoung sangat ketakutan dengan suara gunting. Meskipun Jinyoung sedikit membenci Minseo karena menggunting rambutnya secara diam-diam, momen itu adalah waktu yang berharga untuknya. 

Itu adalah waktu dimana mereka bisa menghabiskan waktu bersama. Kenyataan bahwa mereka berdua adalah anak satu-satunya membuat Minseo sedih ketika tidak memiliki waktu untuk sekedar ngobrol.

JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang