PAGE 15

153 34 17
                                    

Gelap, muram, mencekam. Banyak yang dapat disejajarkan dengan hal yang dinamakan malam hari. Tapi dari sekian banyak pilihan, Jinyoung lebih suka dengan mengidentikkannya dengan kata 'dingin'. Angin bahkan merambat sampai kedalam sikunya, terlepas dari jaket bomber biru yang ia kenakan. Telapak kakinya kebas karena dipaksa berjalan cepat.

Jam bahkan sudah menunjuk pukul satu pagi. Ia lebih telat dari biasanya karena memiliki urusan mengenai Cho Haneul, pimpinan divisi IT. Dia menemukan beberapa fakta yang mengejutkan tetapi sungguh ia tidak bisa memprioritaskan hal itu untuk saat ini.

'Kalau tidak cepat menyusul, Minseo noona akan berjalan pulang sendirian',

Hanya itu yang Jinyoung pikirkan. Park Jinyoung kali ini datang tidak dengan tangan kosong. Tali kantong plastik toko serba ada melilit jari-jemarinya. Ia membeli beberapa potong buah mangga untuk disantap bersama dengan sepupunya. Jinyoung berjalan dengan raut wajah gembira, membayangkan wajah Yoon Minseo yang berseri-seri karena Jinyoung membelikannya buah tropis mahal.

AAAAAA!

Deg.

Jinyoung langsung menghentikan langkah santainya. Raut wajah gembira itu sontak menghilang. 

'Suara itu...tidak mungkin...'

Dengan muka setengah khawatir dan pasrah ia berharap suara itu bukanlah suara sepupunya. Jinyoung berbalik arah dan mencoba mendatangi darimana suara itu berasal.

"Minseo?! Yoon Minseo!", Jinyoung mulai mempercepat lajunya sambil tanpa henti terus menyerukan nama itu.

Hingga akhirnya dalam redup malam. Ia ditemukan tergeletak disana. Orang yang pernah menjaga Jinyoung. Yang sering memarahinya. Yang terkadang memberi Jinyoung uang saku. Yang selalu menanyakan keadaannya. Kantong plastik jatuh dari genggaman pria itu. Ia ragu apakah harus mendekat atau diam di tempat. Jinyoung mencoba untuk bisa menahan perasaan apapun yang ada. Ia saja tak yakin perasaan apa yang mendominasi pikirannya saat ini. Ketakutan, kesedihan, kekhawatiran, amarah, dan kebingungan, memuncak dalam nadinya, melesak memenuhi alam sadarnya.

Jinyoung memutuskan untuk berlari mendekati Yoon Minseo yang terkapar lemas setelah melihat wanita itu menggerakkan jemari lentiknya barang sedikit.

Dia terduduk dan menyadari beberapa luka lebam di sekujur tubuhnya. Darah mengalir deras dari perut bagian bawah kiri sepupunya, 

"Bertahanlah", Jinyoung mengatakan hal itu dengan mulut bergetar sembari menahan darah keluar dari lubang menganga itu.

Yoon Minseo yang setidaknya bisa bertahan sampai saat ini, memegang pergelangan tangan Jinyoung, mencegahnya menelepon seseorang.

"Jangan...hubungi..siapapun", ucap Minseo terbata-bata.

"Tapi- apa yang harus kulakukan?", kepanikan tidak bisa disembunyikan lagi dari raut wajah Jinyoung.

Yoon Minseo lalu menjejalkan secarik kertas kecil ke dalam genggaman Jinyoung yang ia ambil dari kantung mantelnya.

"Jangan-", ia terbatuk-batuk, mengalirkan darah pekat diantara sela bibir ranumnya, "-dekati...mereka"

Kemudian ia melihat keadaan sekitar. Ia merasa Minseo baru saja pulang kerja, terlihat dari tas kerja hitamnya. Bau anyir mulai menguar kuat, mungkin akan segera tercium warga sekitar.

Selang beberapa detik, hembusan nafas Panjang dan terakhir dari wanita itu terhenti begitu saja. Benar-benar berhenti tanpa aba-aba, meninggalkan kepulan uap kecil yang hampir terlihat oleh mata telanjang.

Jinyoung jarang menangis, tapi untuk kali ini ia mengaku kalah dengan keinginan untuk menahan rinai air mata itu, dengan sekeras-kerasnya. Ia peluk tubuh ringkih sepupunya dan meletakkan tapak tangannya untuk mengusap rambut indah itu, yang mungkin akan menjadi momen terakhir yang bisa ia rasakan.

JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang