PAGE 31

99 27 5
                                    

'Kapten polisi itu mati'

Itu adalah pesan suara terakhir yang diterima oleh Jaebum dari Sungjin. Layar ponsel berangsur-angsur meredup dan tertidur. Menunjukkan kegelapan, sama seperti langit di atas tanahnya berpijak. Dimasukkannya ponsel itu dan suara mesin mobil mulai terdengar.

Jaebum terus meracau tidak jelas selama menjalankan mobilnya seorang diri ke tempat yang dituju, yaitu ke arah gedung Hongkong Cultural Center.

'Jackson. Kau kah yang melakukannya?'

Ia sungguh ingin menanyakan hal ini langsung kepada Jackson. Dia hanya ingin meminta penjelasan, bukan cerita rumpang yang makin lama makin tidak jelas. Mulai dari penyerangan DAF dan kenyataan bahwa kelompok Wang juga ada disana. Bahkan Jinyoung sempat diselamatkan dan dikembalikan dalam keadaan utuh dengan luka yang telah diobati.

Juga potongan kalung heptagon miliknya.

Jika bukan karena eksistensi kalung itu, Jaebum tidak akan percaya jika Jackson masih hidup dan bersembunyi dibalik garda kelompok mafia miliknya sendiri. Lalu supaya tidak dicurigai oleh orang-orang DAF, Jaebum harus memaksa intel-intel itu untuk tidak menuduh kelompok Jaebum sebagai pelaku satu-satunya. Jika ada pelaku lain yang bisa ikut disalahkan, orang itu adalah Jackson Wang.

Kecepatan mobilnya dia turunkan. Lalu berhenti secara mendadak ketika melihat kendaraan polisi menyalip kendaraannya. Disaat itulah Jaebum juga sadar gedung itu tengah porak-poranda. Orang-orang berlarian keluar dan samar-samar suara tembakan terdengar dari dalam.

'Sial, aku tidak mungkin masuk begitu saja'

Jaebum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gang gedung terdekat. Ketika Jaebum sedang memasang earpiece, dia melihat seseorang keluar dari pintu belakang gedung penginapan murah yang menjulang di atasnya. Seseorang yang sudah lama dia cari-cari. 

Kawan lamanya, Jackson.

Seluruh raga dan pikirannya ada dalam fase terhenti. Berulang kali menanyakan apakah yang dilihatnya nyata dan bukan sekedar ilusi optik? Jaebum benar melihat Jackson bersama dengan lima orang. Empat berwajah oriental, satu wajah campuran yang menyimpan dua pedang dipinggangnya. Semuanya memakai baju serba hitam, menaiki motor sport, dan memisahkan diri dari kericuhan tempat itu.

'Jaebum! Kau dimana?!'

Pria itu terperanjat karena terlalu tenggelam dalam ketidakpercayaannya sendiri.

"Park Sungjin?", jawab Jaebum, "Jarakku hanya satu gedung dari lokasi"

Ada jeda panjang dari sana sebelum dijawab, "Jangan masuk! Mereka menembak darimana-mana. Aku tidak tahu kelompok siapa dengan siapa yang sedang bersinggungan"

Sungjin pun melanjutkan, "Aku akan keluar, siapkan mobilnya"

Komunikasi pun diputus secara sepihak. Im Jaebum masih menerawang jauh ke tempat tadi Jackson berdiri. Rombongan itu sudah hilang seperti ikut terbawa oleh angin yang cepat. Apakah benar itu tadi dia? Tidak mungkin, pasti matanya salah lihat dan dia berhalusinasi.

Ia beralih ke earpiece miliknya lagi, mencoba menghubungi Jae, "Jaehyung-ssi, lacak penyelenggara acara ini, Han Hyujin. Setelah itu, suruh Bambam dan Yugyeom untuk menangkap orang itu"

"Alright, sir. You better pay me a lot", Jawab Jaehyung yang sekarang mungkin sedang duduk tegap di markas.

Bertengger bukan kata kerja yang tepat untuk menjelaskan apa yang dilakukan Yoon Dowoon saat ini. Tapi, memang itulah yang sedang terjadi. Dowoon, bertengger di bagian paling atas gedung paling tinggi di blok itu. Meskipun kedengarannya konyol, patut diingat dia membawa DSR 50 sniper rifle, senjata laras panjang yang kedengarannya saja sudah menyeramkan.

Dia sengaja ingin bekerja sendiri. Setelah dia membocorkan informasi kepada Yiseul noona, dia merasa takut untuk berpapasan dengan Sungjin. Meskipun Sungjin tidak pernah membahasnya dengan Dowoon langsung, tapi sudah ketara jelas jika Sungjin agak marah dengan apa yang telah dia lakukan. Dowoon juga tidak punya pilihan lain, dia sangat berempati akan cerita Yiseul noona yang dipisahkan begitu saja dari teman akrabnya.

Jadi, disinilah Dowoon sendirian. Teman-temannya juga terpisah. Sungjin di dalam aula teater, Dowoon diatas gedung, sedangkan Wonpil membantu Jae dalam hal cyber dan lain-lain.

Dowoon juga penasaran bagaimana keadaan teman-temannya ketika insiden penembakan itu meletus begitu saja. Laras panjang dia arahkan tepat ke arah pintu keluar gedung teater, jika teroris itu ada yang muncul, peluru akan dilepaskan dari atas sini.

"Dowoon-ah, kau bisa lihat Mark dengan Yiseul? Dimana mereka?"

Meskipun suara Jinyoung sedikit tersendat, Dowoon masih bisa mendengarnya dengan cukup jelas. Dia menyipitkan mata, memeriksa setiap lekukan jalan di bawah sana, "Aku melihatnya hyung! Ke arah kanan dari belakang bangunan dan lurus. Sepertinya mereka menuju jembatan"

"Baiklah, terima kasih", jawab Jinyoung.

Satu keuntungan lagi. Dia bisa melihat semuanya dari sini. Semua hal tanpa terkecuali. Termasuk Im Jaebum yang sempat berdiri diam membisu, melihat sekawanan orang-orang berbaju hitam menjauh darinya.

Bersembunyi dibalik dinding bata yang tinggi. Ya, itulah yang Jinyoung lakukan sekarang. Mark dan Yiseul berlari cepat sekali. Jinyoung terkesan dengan kecepatan berlari mereka apalagi setelah menyadari jika Yiseul yang mengenakan gaun dengan potongan bawahan se-vulgar itu bisa melangkah begitu bebasnya. Dia yang pria saja mungkin tidak akan sanggup.

Jadi dia memerhitungkan kemana jalan alternatif menuju jembatan dan menunggu di salah satu belokan. Untuk mencegat salah satu dari keempat orang yang mengejar Mark dan Yiseul.

Ketika bersembunyi, Jinyoung mendengar derap langkah yang berisik mendekat.

'Itu dia'

Setelah Jinyoung membiarkan Mark, Yiseul, dan tiga orang di belakang mereka juga menyusul. Dia menerobos badan orang keempat. Orang yang terakhir. 

Mereka berdua terjatuh, menghantam sekumpulan kotak-kotak kayu yang ditumpuk di sepanjang gang. Jinyoung masih bisa menguasai tubuhnya dan bergerak ke samping mengambil posisi.

Saat pria itu sedikit limbung, Jinyoung mencuri serangan pertama. Sebelum si pria menarik pelatuk pistol, benda itu ditendang oleh Jinyoung. Membuatnya terbuang agak jauh. Lalu Jinyoung menarik tangan si pria, dia berputar bermaksud untuk melakukan bantingan. Tetapi, permukaan aspal sedang tidak bersahabat dengannya.

Jinyoung terpeleset, membuat pondasi kakinya goyah.

Dianggap sebagai kesempatan, pria itu mencekik Jinyoung dari belakang. Berangsur-angsur Jinyoung mulai kekurangan oksigen, bahkan wajahnya mulai memerah. Jinyoung mengangkat kedua kakinya dan menendang ke depan. Membuat si pria terlempar lumayan keras ke arah depan. Jinyoung mengambil satu benda mirip silinder besi didekatnya,

'Aku tidak mau mati di Hongkong, biaya akomodasinya pasti mahal'

Lewat sekali pukulan. Tidak keras yang penting bisa membuat pria di hadapannya ini tidak sadarkan diri sementara waktu. Jinyoung memastikan benar-benar jika lawannya tadi sudah tidak berkutik.

Nafas Jinyoung menjadi pendek, haus akan udara, "Dowoon-ah, kau cukup nganggur, kan? Yya, aku berhasil menangkap satu. Bantu aku membawanya"

"Siap. Aku kesanaa", jawab Dowoon dengan nada ceria dan antusias.

---

Halo gengs. Sori banget up-nya nggak kemarin karena wifi rumah lagi gangguan. Setelah dibenerin sama bapaknya akhirnya bisa huhu T.T

Selamat menebak-nebak lagi ya! Hehe :))

- Ly


JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang