PAGE 13

133 32 14
                                    


Minseo memandang adik sepupunya lamat-lamat. Betapa cepatnya Jinyoung beranjak dewasa sehingga ia takjub ketika Jinyoung bersikeras untuk melindunginya karena ada orang yang kabarnya mengincar dirinya.

"Lagipula kenapa noona tidak mau memberitahuku apa sebenarnya yang terjadi. Kenapa tiba-tiba ada orang yang ingin membahayakanmu?"

Jinyoung tidak pernah bisa menemukan jawaban mengapa Medusa menginginkan seorang pegawai bank biasa seperti Yoon Minseo mati? Rasa-rasanya ia masih tidak percaya jika sepupunya ada keterlibatan dalam masalah ini.

Yoon Minseo tidak pernah takut. Ia gadis yang kuat dan mandiri, terbiasa dengan hidup sulit, dan ia tahu benar konsekuensi apa yang akan ia hadapi.

"Khawatirmu itu berlebihan haha. Aku bisa jaga diri, kau lupa ya aku pernah menang kompetisi JiuJitsu beberapa kali? Aku janji akan segera menghubungi polisi jika ada orang yang mencurigakan disekitarku"

Jinyoung sengaja tidak mengeluarkan bantahan karena dia tahu jika kakak sepupunya cukup keras kepala. Percuma saja melawan dengan kata-kata, Jinyoung akan tetap mengawasi kemana saja kakaknya pergi dan menjaganya dari jauh.

"Park Jinyoung, sudah ku bilang aku tidak apa-apa"

Yoon Minseo menepuk puncak kepala adik sepupunya dengan lembut. Wanita itu sebisa mungkin selalu menyajikan cengiran bahagia di hadapan Jinyoung. Ia sudah tahu berbagai hal yang menimpa sepupunya belakangan ini. Jinyoung bisa dibilang mengalami kesulitan, luka tembak yang ada pada tubuh Jinyoung tidak hanya meninggalkan cacat fisik tetapi juga trauma yang sukar hilang. 

Jinyoung sering menimbulkan reaksi berlebihan dalam terkejut ketika mendengar benturan keras. Ia pun sering terbangun tiba-tiba meskipun tidak ada apa-apa. Memang nyata adanya bahwa luka adalah peta menuju relikui jiwa.

Sementara pemuda itu hanya menenggelamkan seluruh wajahnya. Mereka berdua sedang duduk bersandar di balik tembok pembatas wilayah perumahan. Masing-masing menekuk dan memeluk lutut lelah mereka. Cahaya minimalis dari lampu jalan menerangi, esensinya entah mendamaikan atau justru makin mempertegas rasa kesepian diantara mereka.

"Aku akan baik-baik saja. Sungguhan", kata Minseo sekali lagi, "Kembalilah ke teman-temanmu. Saat ini kalian membutuhkan satu sama lain"

Jinyoung menyandarkan kepala pada tembok bata di belakangnya, "Mereka perlu waktu untuk menenangkan pikiran. Seharusnya dari awal aku tidak memberitahu tentang Jackson"

Minseo mengeluarkan suara tawa ringan, "Seharusnya kalian berkumpul, saling bicara, kemudian menemukan jalan keluarnya bersama-sama. Jangan malah pergi sendiri-sendiri untuk berpikir"

Memori pun kembali pada hari kemarin, saat Jinyoung meyakinkan mereka bahwa Jackson lah yang menyelamatkan dirinya sekaligus dalang dibalik penyerangan seisi gedung perusahaan intel itu. Alih-alih membahas mengapa Jackson terlibat dalam penyerangan itu, teman-temannya malah menyerukan perbedaan pendapat apakah mereka harus mengejar Jackson atau tidak.

Masih Jinyoung ingat bagaimana bara api bisa muncul di dalam mata seseorang. Hal itu terjadi pada Jaebum kemarin. Kemarahannya memang tidak ditunjukkan secara gamblang tetapi melalui ekpresinya pun sudah dapat dinilai bahwa ia tidak ingin didebat. Tatapannya adalah analogi sempurna dari kisah Anjing Gila Baskerville. Terlihat ganas dan mematikan, jika didekati mungkin seseorang akan kehilangan salah satu anggota tubuhnya.

"Saat itu tidak ada yang berani membantah Jaebum ketika ia menyuruhku menyingkirkan benda ini dari hadapannya", Jinyoung bercerita kepada Minseo sambil memandang kalung heptagon di tangannya, "Bahkan setelah itu tidak ada yang berani bicara. Semuanya diam, tapi aku yakin mereka memiliki banyak hal untuk diungkapkan"

JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang