PAGE 50

88 16 1
                                    

Kalau dipikir-pikir, Tuhan adalah representasi yang absolut akan sebuah sifat dermawan. Dia tetap hidup dalam diri kita, Dia selalu menjaga, mengayomi, dan menuntun jalan umat manusia yang hina.

Park Jaehyung mendengar para pendeta yang sering berkata bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik dan tidak pernah melayangkan cobaan yang melampaui kemampuan hamba-Nya semasa mengarungi samudra alam semesta.

Tetapi, lewat kejadian ini, keyakinannya agak goyah. Dia sama sekali tidak bisa melihat dimana bagian yang dikatakan 'terbaik' atas apa yang terjadi dalam riwayat hidupnya kali ini.

Paduka kami yang di Surga, Dikuduskanlah namaMu, Datanglah KerajaanMu, Ampunilah kami akan kesalahan kami.

Doa itu selalu Jae lantunkan setiap hendak pergi tidur. Akhir-akhir ini dia jarang melakukannya karena waktu tidur nyenyak bagaikan hal yang langka. Seharusnya doa itu bisa lebih panjang tapi Jae agak lupa dengan kelanjutannya. Dia hanya mengingat bagian itu saja. Tidak disangka dirinya akan melantunkan kalimat ini kembali. Bukan untuk pergi tidur, melainkan untuk mengingat arwah temannya.

Pria itu duduk di bangku penumpang belakang sebuah taxi panggilan. Jaemi manyuruhnya untuk pulang terlebih dahulu dan mengabarkan berita duka ini, sementara dokter wanita itu masih harus mengurus administrasi atas nama Kang Younghyun.

Selama diperjalanan pun dia diam dan menyayangkan teman-temannya yang tidak bisa melihat Younghyun, kecuali jika dia sudah dikremasi. Keadaan mereka yang sedang dicari orang-orang suruhan Gunwoo membuat teman-teman yang lain menjadi terisolasi dan tidak bebas kemanapun.

'cih!-'

Segaris air mata membekas melewati pipinya.

'-dasar babi. Syukurlah kau sudah tidak ada. Aku jadi tidak perlu menyembunyikan stok ramyeon di bawah kasurku lagi'

Mungkin supir taksi ini sedang melihat Jae dengan raut wajah bertanya-tanya, tapi siapa peduli? Dia sudah tidak dapat memendam apa yang ada didalam hatinya.

Beberapa kilometer telah terlewati demi masuk ke area persawahan dan rumah-rumah kecil. Lama-lama gedung-gedung pencakar langit tadi telah digantikan oleh pepohonan lebat tinggi dan rapat-rapat. Sekelebat sinar matahari muncul dari celah-celah dedaunan. Lalu langit yang gelap menjadi terang hanya dalam hitungan menit.

Jae menyaksikan kelahiran surya setelah salah satu temannya meninggal. Sebuah kontra yang membuatnya sakit hati. Setelah itu mobil menuntun Jae berhenti pada sebuah halte kecil yang sepertinya sudah tidak digunakan lagi. Brosur yang tertempel menandakan betapa tuanya tempat ini. sepi layaknya tanpa kehidupan.

Lalu, tepat disamping halte, ada sebuah jalan turunan yang belum diaspal. Seperti jalan kecil menuju perkebunan yang dilingkupi dengan banyak pohon willow besar. Jae mengusap wajahnya yang masih kacau dan turun dengan perlahan diatas permukaan tanah itu. Kemudian dia berjalan gontai menuju bunker markas mereka.

Dalam setiap langkahnya, dia masih ingat bagaimana dia pertama kali bertemu dengan Younghyun.

Pada waktu itu, Jae hanya mengenal Sungin dan bersedia diajak ke Korea untuk menetap setelah Jae tidak punya rumah lagi untuk pulang sehabis masa tahanan dirinya. Karena Sungjin terlalu sibuk bekerja, Jae agaknya kesusahan untuk beradaptasi.

Ketika dia bersikap pesimis, Younghyun alias Brian dengan percaya diri menawarkan bantuan kepada Jae. Younghyun menepati janji dengan selalu membantu kehidupan Jae seperti mengajarinya bahasa dan bergaul dengan orang-orang Korea.

Mereka jadi lebih dekat semenjak itu.

Begitu sampai, tidak ada yang berubah. Pintu markas itu masih berdiri kuat dan normal. Tidak ada tanda kerusakan apapun. Dia membuka pintu besi besar dan langsung memencet tombol lift. Setelah berhasil masuk ke dalamnya, Jae lantas kembali termenung. Bagaikan daun kering yang siap jatuh begitu saja.

JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang