Lewat suara bising yang tiba-tiba muncul dari alat komunikasinya, Vernon mencoba untuk mendengarkan dengan lebih seksama. Dari sana, perintah Kodai datang. Vernon menangkap perintah itu dengan jelas terlepas dari suara berisik angin yang kian mengganggunya.
"Sudah di atas?", begitu suara Kodai yang keluar dari earpiece.
Vernon selesai mengaitkan seutas kawat panjang yang terpasang di pinggangnya. Kaitan itu menyambungkan teralis besi saluran kipas besar dengan sabuk khusus yang dipakai Vernon. Pria itu berjalan mendekati ujung pembatas balkon gedung. Dia naik ke atas dan melihat ke bawah.
Pemandangan ini membuatnya tetap merinding meskipun dia sudah tahu jika tali kawat yang dipakainya cukup aman. Vernon melongok ke bawah kembali setelah memastikan dua katananya aman.
"Ya, aku turun"
Dia akhirnya membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri untuk tetap tenang selagi turun ke bawah. Dari luar gedung pabrik yang super tertutup, dia berjalan secara vertikal perlahan-lahan.
Karena teriknya matahari, dia bisa melihat bayangannya terpantul di tembok ketika menuruni setiap tanda garis yang menunjukkan level gedung. Dari garis level tipis itulah Vernon bisa mengetahui harus berhenti dimanakah dia.
Ketika hitungannya berhenti pada angka 9, Vernon menahan tali kawatnya supaya dia tidak semakin menjorok ke bawah. Laki-laki itu menyeka keringat di dahinya. Kalau perhitungannya benar, dia sudah berada di lantai 25. Tinggal membuka penutup lubang ventilasi udara, dia dihadapkan dengan lorong kecil berukuran luas 1 meter.
"Aku masuk ke saluran udara", Vernon lekas memberitahu Kodai.
"Lurus saja, kemudian belok ke kanan setelah menemukan empat jalur lain. Saat memasuki lorong bagian kanan, kau akan menemukan tanda nomor berwarna merah. Keluar dari sana dan cari target kita"
Selagi Kodai menjelaskan hal itu, Vernon sudah mulai menyusuri lorong sempit ini. Dia bergerak dengan hati-hati supaya pergerakannya tidak menimbulkan kebisingan. Kalau ketahuan, habis sudah satu-satunya kesempatan ini.
Setelah merangkak cukup lama, akhirnya pintu penutup itu ketemu juga. Obeng yang menahan penutupnya pun ternyata cukup kuat. Vernon bahkan mengeluarkan alat bantu untuk melepaskan pembatas berbahan besi itu.
Dengan sekuat tenaga, Vernon keluar dengan senyap karena dia belum tahu ada berapa orang yang berada di ruangan ini.
Ketika badannya sudah sepenuhnya keluar, dia langsung bersembunyi di balik mesin kontrol berukuran besar. Sambil berjalan ke sudut-sudut lain, dia mengawasi karyawan pabrik yang sedang mengatur tombol-tombol membingungkan itu.
Vernon membaca tag namanya. 'Kepala teknisi', dia lega karena target langsung dihadapkan tepat di depannya. Dia juga tidak melihat ada tanda-tanda orang yang bisa masuk kemari. Tempat itu sepi dan sangat mendukung rencananya.
Namun, pria itu tidak bertindak gegabah. Dia tidak boleh serta-merta menyerang dengan berisik. Maka dari itu, dia perhitungkan dahulu anggota tubuh bagian mana yang harus dia serang supaya karyawan satu ini bisa tumbang seketika.
Dengan tetap menyembunyikan diri, Vernon menghantam tengkuk pria itu dengan sangat keras sampai-sampai bunyinya menggema. Dia langsung jatuh tak sadarkan diri dengan cepat.
Setelah memastikan korbannya benar-benar pingsan, Vernon mengambil sehelai tape perekat khusus yang disimpan di komparatmen hitam kecil. Tape lengket itu ditempelkan ke jempol karyawan itu untuk disalin pola sidik jarinya.
Ketika sudah mendapatkannya, Vernon menyimpan salinan cap sidik jari ke dalam tempatnya semula. Tangannya bergerak ke saku celana yang satu lagi, di sana terdapat komparatmen sama dengan isi tape lain, yang membedakan adalah tape itu sudah dicap dengan sidik jari milik Kodai.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEWEL IN THE MIST [Day6 x Got7] | COMPLETED
FanfictionGot7 x Day6 fanfiction Mystery, Crime, and Thriller AU Ketika berbohong akan tercipta kebohongan yang lain untuk menutupi dusta yang telah lalu. Kita semua hidup dalam kepalsuan. Semua yang nampak hanyalah ilusi dan delusi semata. Sebuah sekat denga...