Lidya telah sampai di depan gerbang Bakti Nusa, sekolah dengan akreditasi terbagus di kotanya.
"Akhirnya sampe juga," ujar Lidya seraya menteraturkan napasnya.
"Tega banget lo, ninggalin kami berdua," gerutu Gino saat berada di samping Lidya. Ia menatap Lidya dengan sengit.
"Siapa yang lo anggap berdua? Lo aja ninggalin Alif," sanggah Lidya seraya menunjuk ke arah Alif yang berjuang melawan berat beban tubuhnya. Lebih berat daripada masalah mereka selama ini.
"Alif! Woy cepetan!" teriak Gino saat melihat ke arah belakangnya, tengah berlari seorang Alif dengan susah payah.
"Sabar dikit kek, ga kasian sama badan gue?" amuk Alif yang masih lari dengan napas terengah-engah.
Setelah 30 detik berlari, akhirnya Alif sampai di depan gerbang bersama Lidya dan Gino. Mereka tidak terlalu mempedulikan kehadiran Alif, semuanya fokus menatap ke depan.
"Kalian berdua tega banget ninggalin gue!" amuk Alif lagi, ia tidak menerima sikap kedua sahabatnya walaupun itu telah berlalu.
"Udah selesai ributnya? Kita harus mikirin cara buat masuk nih, mana lagi nih gerbang dikunci," ujar Lidya seraya mengecek kunci gerbang yang terkunci.
"Kita manjat aja!" jawab Gino seraya menyiapkan diri menggulung lengan bajunya seraya menggayutkan diri dari besi ke besi lainnya.
"Gino turunn!!" teriak bu Indah dengan mistar panjang di tangannya.
Gino yang terkejut karena teriakan dengan frekuensi super kuat itu akhirnya tanpa sengaja melepaskan tangannya. Ia kini terhempas kembali ke bumi.
"Berani ya kamu manjat-manjat gerbang sekolah? Ini sekolahan bukan hutan!" oceh Bu Indah seraya membuka kunci pagar.
"Kalian tau kan apa yang harus kalian lakukan?" tanya Bu Indah dengan mata yang melotot, terlihat sangat menyeramkan ditambah air mukanya yang terlihat sangar.
"Iya, Bu," jawab mereka bertiga serentak seraya menganggukkan kepala mereka lalu melangkah ke arah lapangan utama sekolah.
"Untung aja masih pagi," hela Gino seraya memberi hormat kepada bendera merah putih.
Inilah yang mereka lakukan selama setahun bersekolah di SMA Bakti Nusa, melakukan kegiatan tambahan sebelum belajar di mulai. Penghormatan kepada bendera merah putih.
"Kalian ini, udah berapa kali ibu bilang 'Jangan terlambat'!" omel Bu Indah yang datang dari ruang BK dengan membawa buku tebal, lebih mirip catatan kematian.
Lidya dan yang lainnya tidak menghiraukan apa yang menjadi bahan omelan Bu Indah, mereka terlalu fokus dengan hukuman yang sering disebut Alif sebagai moment Muhasabah.
"Lihat buku ini!" perintah Bu indah seraya membentangkan buku di depan mata mereka bertiga.
"Nama kalian bertiga yang mendominasi buku ini. Lidya, Alif, Gino, dan seterusnya kalian. Kalian ga bosen?" Bu Indah sekarang memasang wajah yang menakutkan, Lidya hanya menelan saliva-nya.
"Ya tapi kan, Bu. Kami ga pernah absen dari kelas," ujar Gino memberikan suatu pembelaan terhadap dirinya dan teman-temannya.
"Ya kalian emang ga pernah absen dari kelas dan buku keterlambatan," ujar Bu indah dengan menggelengkan kepalanya.
Lidya dan yang lainnya hanya tertawa kecil-tertawa tanpa dosa- mendengarkan penuturan Bu Indah.
"Kalian tunggu 15 menit lagi, kalo bel pergantian jam sudah bunyi kalian baru boleh masuk," himbau Bu Indah seraya berlalu kembali memasuki ruang BK.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...