"Gak? Gimana bisa? Lo malu-maluin gue aja Cak," ujar Farhan mendengar jawaban dari Cakra.
"Emangnya siapa lo bagi Cakra? Dih jangan-jangan lo sekarang punya sifat Gay?" kekeh Rafa menertawakan Farhan.
"Gak mudah buat ngalahin gue, gue menang." Cakra langsung tersenyum sambil duduk di samping Lidya. Lantas saja, semua orang bertepuk tangan dengan meriah.
"Gue tadi denger kalian menang? Wah Rev makasih atas bantuan lo," ujar Cakra menimpali agar tepuk tangan tidak lagi menjurus pada kemenangan caturnya.
"Gue? Tuh yang di samping lo yang main. Gue ga ngerti sama tuh orang, beberapa menit sebelumnya dia cidera, pas hitungan kedua dia udah di lapangan nyuruh gue keluar," tukas Revi membantah.
"Lah kok bisa?" heran Cakra setengah berbisik kepada orang yang berada di sampingnya.
"Udah, ga kasian sama nih makanan? Kita tinggalin pembahasan kita. Lagian sudah ini giliran gue, Zhiro sama Cakra lagi yang turun lomba," kata Lidya menghentikan pembahasan atas kesembuhan cepat dirinya.
"Lomba apa nih?" antusias Dhika tiba-tiba.
"Cerdas Cermat. Kita bakal buktiin ke Nana dan Artik kalo The~D pasti bisa."
***
Mereka bertiga memasuki ruangan, jantung mereka berdegup kencang. Hal yang menengangkan, ajang pembuktian mereka atas pembatahan tentang perspektif orang-orang.
Banyak orang yang memandang mereka dengan sinis, bukan saja pandangan sinis namun sekaligus merendahkan. Siswa dari kelas dengan nilai terendah dan sekolah yang jauh dari kata terbaik.
"Lo liat tatapan mereka, orang-orang iri dengan kita. Mungkin udah ini mereka bakalan pindah ke Artik," ujar Cakra lalu menarik Lidya duduk di sampingnya disusul oleh Zhiro.
"Lo terlalu percaya diri Cak," balas Lidya setengah berbisik, hingga hanya terdengar oleh Zhiro dan Cakra.
"Kita harus percaya diri dan kita harus menang, kita bantah pandangan buruk yang selama ini tertuju pada kita," ujar Zhiro seakan membalas Lidya.
"Diamlah, kita harus cermati soal-soal ini. Ada kemungkinan soal bakal diulang," tukas Lidya. Cakra dan Zhiro membungkam sekaligus menuruti perkataan Lidya.
Giliran mereka, bertanding dengan SMA ternama setelah Bakti Nusa. Mereka maju dengan langkah yang mantap. Tidak ada cela kelemahan yang terlihat dari mereka.
Mereka menjawab soal dan berada di tingkatan teratas dengan poin terbanyak. Berbagai macam penyisihan telah dilewati mereka dengan susah payah. Akhirnya, impian tak lagi menjadi impian karena telah berwujud sebagai kenyataan.
Mereka keluar dengan bangga, walaupun itu tak harus dibanggakan. Akhir langkah mereka mendapat tepuk tangan meriah dari orang-orang yang sebelumnya menatap rendah mereka.
"Tiga kemenangan," gumam Cakra. Lidya dan Zhiro melirik ke arahnya.
"Masih banyak kemenangan yang harus diraih agar mereka bungkam," timpal Zhiro.
"Kalian bener. Kita harus memenangkan semuanya, penyetaraan harga diri sekolah. Gue janji, kemenangan Voli putri akan berpihak pada kita walaupun Revi ga bisa main Voli," timpal Lidya menyetujui ucapan mereka dengan pasti.
"Gue juga ga nyangka kita bisa menang. Konsentrasi gue selalu pecah, bau badan kalian astaga, keringet dicampur minyak wangi. Ya gue akuin wangi, tapi gue yang ada di tengah-tengah kalian ngedapetin bau aneh itu," keluh Cakra lalu mendapatkan tatapan datar dari kedua temannya.
"Bisa-bisanya lo," desis Lidya dengan ekspresi datar. Mereka akhirnya sampai ke ruangan mereka.
"Wah, jagoan kita udah pulang ke ruangan. Gimana nih menang gak?" tanya Bobby menyambut mereka dengan hantaman pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...