"Mbak.. Saya pesan Nasi sama Rendangnya ya?" panggil salah seorang Ibu dengan taksiran usia 30 tahun ke arah wanita yang saat ini sedang mondar mandir.
Wanita itu menoleh ke arah ibu itu, lalu menghampirinya dengan Notes book yang terhampar di tangannya.
"Eh iya Bu, pesananannya akan segera datang" jawab wanita itu sebagai seorang waitres rumah makan Pelita, Lidya. Lalu meninggalkan dan menuju ke arah tempat penyajian makanan
Lidya adalah seorang Waitres yang berkerja di rumah makan Pelita semenjak 1 tahun yang lalu, lebih tepatnya saat dia pertama masuk dan terdaftar sebagai siswa di SMA Bakti Nusa. Ini adalah rumah makan punya ayah dari sahabat kecilnya, Alif.
"Mbak.. Kesini bentar" panggil seorang lelaki yang berusia 20 tahun.
"Iya mas, tunggu sebentar" ujar Lidya seraya menghela nafasnya, membuatnya teratur dan berirama lebih tenang.
Inilah pekerjaan Lidya sampai dia bisa mempertahankan sekolahnya dengan biaya sekolah yang merupakan setengah dari gaji bulanannya.
Lidya adalah seorang anak yang tinggal dari panti Asuhan, tempat penyelamat bagi anak anak yang tidak lengkap, di sanalah dia dibesarkan.
Namun, bagi Lidya itu bukan tempatnya. Dia ditemukan saat bayi berada di area kota ini oleh pemilik Panti asuhan tersebut, Bu Siti. Saat dia menemukan Lidya tidak ada yang terlihat mencurigakan seperti yang ada di serial tv ditemukan berupa Surat penitipan, tetapi tidak ada untuknya. Hanya sebuah keranjang bayi dengan bayi perempuan kecil dan selimutnya serta sebuah kalung bertuliskan "Lidya Vanessa" dengan desain yang sangatlah unik. Sejak SMA dia tinggal di rumah makan ini, tempat ia menggali nafkah buat dirinya sendiri.
"Ini mbak.. Nasi rendangnya, selamat menikmati" ujarnya seraya tersenyum ramah membawah sebuah tatakan dengan pesanan ibu tersebut. Setelah itu Lidya meninggalkannya dan beralih ke meja lelaki yang kira kira berusia 20 tahun itu.
***
Jam rumah makan telah menunjukkan pukul 10 malam, waktu yang teramat melelahkan saat dia harus menutup rumah makan itu. Makanan disana masih menyisakan beberapa porsi, terpaksa nilai gajinya perbulan makin menipis.
Lidya menutup ruko dari rumah makan lalu bergegas memakan sedikit makanan dari porsi bagian yang ada.
Setelah makanannya habis Lidya beranjak ke lantai 2 untuk meluruskan pinggangnya atau hanya menikmati malamnya dengan mengamati jalanan kota yang masih riuh dengan suara kendaraan.
"Udah sepi?" tanyanya lagi seraya melirikkan matanya ke arah Jendela luar.
Lidya beranjak menaiki kasurnya yang minimalis dan menyenderkan tubuhnya ke busa empuk itu.
"Hari yang sangat melelahkan, andai saja di kemudian hari gue bisa ketemu sama orang tua gue dan ngerasain gimana kasih sayang dari mereka" gumam Lidya lalu memejamkan mata menutup harinya yang semakin rumit.
***
Lidya terbangun di waktu yang lebih cepat untuk hari ini, dia melirik jam dinding yang terpasang "waktu yang tepat " gumannya seraya berdiri melanjutkan langkahnya ke Kamar mandi.
Setelah 15 menit, Lidya keluar dari kamar mandi dan melihat ke arah jam lagi dengan posisi jarum pendek mengarah ke 4 dan jarum panjang mengarah ke angka 3, 04.15 am.
Lidya turun dari kamarnya dan membuka pintu ruko, jalanan masih terlihat sepi.
"Ya allah buat aku berani, aku terlampau takut untuk menembus gelapnya malam. Ini masih sangat malam bagiku, Adzan subuh pun belum terdengar" ujar Lidya seraya menutup pintu ruko lalu berjalan ke arah pasar yang letaknya 50 m dari rumah makan Pelita.
Setelah berjalan 10 menit menembus gelapnya malam dan sunyinya sepi, Lidya telah sampai di depan pasar pagi.
"Kenapa harus disebut pasar pagi? Jika pasar ini dibuka pada waktu seFajar ini?" tanyanya seraya melangkahkan kaki mencari bahan makanan.
Bahan makanan telah setengah terkumpul, Adzan subuh berkumandang. Lidya menunda waktu berbelanjanya dan mencari seseorang bernama Udin, teman panti asuhan Lidya yang sering mengais rezeki pada waktu sefajar ini.
"Eh Lidya" sapa Udin saat dia melihat Lidya dengan ekspresi kebingungan.
"Eh lo din, kebetulan" jawab Lidya seraya tersenyum lebar.
"Lah kenapa emangnya Lid?" tanya Udin heran.
"Gue boleh minta tolong sama lo ga?" tanya Lidya dengan wajah memelas.
"Pasti gue tolong lah, tolong apa?" tanya Udin seraya tersenyum bangga.
"Tolong jaga belanjaan gue, gue mau sholat subuh tadi gue dah denger adzan, gue ga mau nunda saat pulang dari sini" jawab Lidya seraya tersenyum lebar, berharap senyumnya kali ini akan membantunya.
"Itu aja? Pastilah ini kan tujuan mulia, pasti gue tolong. Lo sholat aja tuh di musholla gue tunggu di depan musholla sama belanjaan lo" ujar Udin seraya menunjuk ke arah bangunan yang berbentuk kubus dengan panjang yang sama pada tiap sisi.
"Yaudah gue tinggal dulu" ujar Lidya seraya memberikan belanjaannya ke Udin dan berlari senang.
***
"Din lo ga sholat?" tanya Lidya heran seraya mengambil belanjaannya dari tangan Udin.
"Sholatlah, kan gue nungguin lo kelar dulu, yaudah deh lo lanjutin belanjanya biar sekolah lo ga telat mulu. Gue sholat dulu Lid, Assalamu'alaikum" pamit Udin seraya melambaikan tangannya dan menuju tempat wudhu.
Lidya melanjutkan berbelanja mencari bahan makanan yang belum sempat dia beli, setelah 30 menit bahan makanan yang dibutuhkan telah terkumpul semuanya.
Lidya beranjak pulang dengan segera, dia tidak mau terlambat lagi dan harus keluar dari SMA Bakti Nusa yang Notabene sekolah terbaik di kotanya.
Setelah sampai ia langsung meletakkan bahan makanannya di dapur dan bersiap siap untuk pergi ke sekolah. Membereskan bukunya, dan memakai seragam serta menyapu sebentar rumah makan tersebut agar tidak terlihat kotor.
Jam telah menunjukkan pukul 06 pagi, waktunya Lidya berangkat sekolah. Ia membuka pintu ruko dan dia disambut oleh kehadiran 2 sahabatnya, Gino dan Alif.
"Lo ga belanja Lid?" tanya Gino saat melihat kondisi pakaian Lidya yang telah rapi.
"Udah kok, jam 4 tadi." jawab Lidya tersenyum singkat.
"Kok ga ngabarin kita sih Lid? Biar kita bisa bantu lo" sesal Alif mendengar pernyataan Lidya.
"Udah ga apa apa, kan kalian juga tau Kalo gue ga punya Hp" jawab Lidya seraya mengunci pintu ruko.
"Iya gue lupa" ujar Alif seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ayo kita pergi" ajak Lidya melangkahkan kakinya
"Ini bakal sejarah, hari pertama tidak telat datang ke sekolah" ujar Gino seraya menyusul Lidys
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...