Lidya mengerjapkan mata, melihat ke sekelilingnya. Ruangan yang tidak asing lagi baginya, kamar barunya di rumah keluarga Groye.
Dia melihat sosok Bu Marni sedang mengambil kain di atas kepalanya, dia heran.
"Neng Lidya demam, Zhiro yang minta Ibu buat kompresin neng Lidya, tapi udah mendingan. Ibu ke belakang dulu," ujar Bu Marni seraya berdiri memegangi baskom kecil.
"Terima kasih Bu Marni. Ngomong-ngomong siapa yang bawa Lidya ke kamar? Seinget Lidya terakhir kali Lidya ada di mobil Zhiro," heran Lidya.
Bu Marni tidak menghiraukan pertanyaan Lidya, ia tetap keluar khusyuk dengan remasan kain di baskom.
"Gue yang bawa lo dari mobil, berat juga," jawab seorang laki-laki di luar kamarnya. Dia masuk dengan wajah tampannya dihiasi ekspresi khawatir, dia terlalu amatir untuk menggunakan senyumnya.
"Oh, pantesan. Makasih banyak ya, lo dari tadi disana?"
"Kagak, gue baru dari bawah. Ada temen-temen di bawah, kata mereka mau belajar. Dan di bawah juga ada Bu Siti, nungguin lo dari tadi kalo lo gak kuat gak apa-apa," jawab Zhiro sambil menuangkan segelas air mineral untuk wanita yang kini sedang berusaha duduk. Dia menerima gelas itu.
"Lo serius? Gue bisa kok, lagian gue udah baikan," tukas Lidya dengan semangat setelah meneguk beberapa tegukan dan air di gelas tandas.
Zhiro tersenyum singkat. "Maaf," lirihnya.
"Untuk apa?" tanya Lidya heran sambil membenarkan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
"Karena gue tadi cuma bisa ngelakuin itu. Harusnya gue bisa jaga senyum lo, namun gue gagal. Gue tunggu lo di luar, ga enak di dalam. Sedikit gerah, entar gue minta buat dipasang AC disini."
***
"Eh, lo emangnya mau ke mana?" tanya Aditya memulai aksinya.
"Emangnya gue mau ke mana?" Dhika bertanya heran, yang ditanya malah nanya balik. Kompak saja, Ivan, Farhan, dan Aditya tersenyum singkat lalu memperhatikan Dhika dari atas ke bawah.
"Gue mau belajar," timpal Dhika lagi. Ia menjawab dengan wajah penuh kebanggaan.
"Mau belajar? Kok bawa tasnya gede banget? Mau piknik bang?" tanya Ivan menantang. Dhika menggelengkan kepalanya, dia sadar mereka mencoba mengganggu dirinya.
"Iyalah, entar gue bawa tas kecil banget lo ledek kenapa gue pake tas kecil. Serba salah buat lo," kesal Dhika.
"Tuh ada yang beda dari lo. Apa ya?" gumam Ivan sambil mengelilingi Dhika. Semuanya menggeleng kepalanya dengan perubahan dadakan oleh ketiga orang tersebut.
"Apa?" heran Dhika sambil memperhatikan pakaiannya. Bobby terkekeh. "Apa lo ngetawain gue?" sinis Dhika.
"Kagak, siapa yang ngetawain lo? Pede banget," sangkal Bobby lalu kembali fokus dengan game di handphonenya.
Lidya dan Zhiro turun dari tangga. Menyita perhatian mereka yang sedari tadi terfokus kepada Dhika. Mereka tersenyum tenang, Lidya ada di depan mereka.
"Udah baikan lo?" tanya Dhika berbasa-basi ketika Lidya akan melintasinya. Lidya mengiyakan, lalu menatap Dhika sambil memiringkan kepalanya —penuh heran—.
"Ada apa?" tanya Dhika melihat Lidya lalu ke Zhiro.
"Are you seriously?" Zhiro memperhatikan Dhika lagi. Lidya mengangguk, sepertinya ia setuju dengan pertanyaan yang telah dilontarkan Zhiro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Roman pour AdolescentsHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...