70

2.4K 183 21
                                    

Lelaki misterius tersebut mengeluarkan amplop tebal berwarna kuning dan menunjukkan kepada dua orang yang baru datang tersebut.

Seseorang langsung menyambut uang tersebut.

"Benar saja, sangat mudah untuk menghancurkan keluarga Groye." kilasan senyum sinisnya terkunci pada mata Farhan yang kini menatap dari dalam mobil Cakra. Ia membuka pintu.

"Kalian licik!" teriak Farhan berusaha menyandar di pintu mobil.

"Wah-wah ternyata lo masih punya nyawa," kekeh Lelaki tersebut sambil bertepuk riang.

"Tapi semuanya terlambat! Kisah kalian udah habis malem ini!" timpal laki-laki tersebut.

"Senang bekerja sama dengan kalian." lelaki tersebut mengulurkan tangan. Tangannya disambut dengan baik oleh kedua orang tersebut.

"Sekarang!" sebuah aba-aba menggema dari dalam helm. Salah seorang dengan cekatan mengambil map tersebut dan yang lainnya menerjang tubuh lelaki tersebut dengan keras hingga terpental dan tergesek di atas tanah.

Mereka menjauh, tawa meledak di antara kesunyian. Salah seorang menunjukkan map tersebut ke hadapannya dan membelahnya menjadi dua.

"Bedebah! Siapa kalian?!" amuk lelaki tersebut ketika melihat map beserta surat pemindahan kekuasaan telah menjadi sobekan kertas kecil.

Orang itu menghempaskan kedua tangannya, menjatuhkan sobekan kertas tersebut ke atas tanah dan akhirnya membuka helmnya. "Gue? Oh gue Arman Rizana. Senang bertemu dengan anda."

"Dan lo mau tau siapa temen gue?" tanya Arman sambil membuka helm yang menerjang tubuh lelaki dengan teramat keras.

"Dan gue Lidya Vanessa... Groye," ujar Lidya dengan sinis dan senyum penuh maksud terangkat.

"Gak mungkin!" bantah lelaki tersebut. Farhan menatap ini tidak percaya, di dalam keyakinannya benar saja Lidya masih hidup. Semua menatap kehadiran sosok yang berada di gambar tengah terluka tidak berdaya kini berdiri tegap di sebelah lelaki lain yang wajahnya sangat asing bagi mereka.

"Ini mungkin. Kelicikan harus dilawan juga dengan cara yang licik. Lo terlalu bangga dengan orang yang lo kirim, oh gue mau kasih tau sama lo. Lima orang itu lagi terlelap tidur di atas tanah, di tengah pepohonan itu. Wah, mungkin mereka telah hilang termakan binatang malam," kekeh Lidya seolah ia tidak sedang menghadapi masalah yang sangat rumit.

"Dan lo tentunya pengen tau kenapa gue bisa bantu mangsa lo kali ini? Haha.. Gue gak mau korban lo berjatuhan. Lo masih inget siapa gue? Gue adalah remaja yang sama yang lo dan kelima orang anak buah kepercayaan lo buang ke sungai. Gue pewaris tunggal Rizana,  lo pikir lo bakal pergi dan ga bakal ninggalin jejak. Rencana busuk lo itu gue udah tau," jelas Arman.

"Apa yang lo cari? Seorang Lidya? Gue udah kenal dia selama setahun yang lalu. Dan mustahil bagi gue buat ga bantu dia sekalian ngebalesin darah orang tua yang jatuh sia-sia karena lo," timpal Arman.

"Kurang ajar kalian!" amuk lelaki tersebut menggenggam samurainya.

"Lo pikir? Semudah itu lo ngehancurin gue? Ga bisa. Rekayasa gue terlalu pro buat lo, darah di wajah gue adalah darah kelinci dan lo percaya itu darah gue? Memalukan." Lidya berdecak kasihan seolah ia tengah membalikkan suasana kali ini.

"Lo pikir lo bakal keluar dari sini dengan mudah? Serang mereka!" perintah lelaki tersebut dengan mengacungkan samurai tepat mengarah ke arah Lidya.

Dengan sigap Arman tersenyum singkat. "Amankan Area!!"

Komando yang cukup mencengangkan bagi tim lelaki tersebut. Mereka berdiri tercengang, di tiap rombongan yang menjaga Revi, Ghany, dan Cakra saling menatap dan menjauhkan yang lainnya dari mereka.

Mereka mengkhianati lelaki tersebut dengan sigap saat mendengar komando dari Arman, tidak sampai selang waktu semenit Revi dan yang lainnya telah aman menyisakan Farah dalam kerangka dan Zhiro yang masih dalam penjagaan yang ketat. Bukan hanya itu, beberapa yang lainnya menarik anggota The~D yang terkapar mendekati area aman di belakang Lidya dan Arman.

"Lo pikir kita cuma berdua? Lo salah besar. Mereka anak buah gue yang telah melayani lo, lo gak tau? Sayang sekali, lo terpedaya. Dan ini cara gue buat tau keberadaan dan akal busuk lo lagi," jelas Arman.

Lelaki itu mengamuk kesal, mengarahkan isyarat mengumpulkan semua pasukannya berjumlah lebih dari 50 orang. Mereka sangat ramai, cukup mudah mengenali mereka, mereka memakai jaket dengan warna yang seragam yaitu coklat tua.

Lidya bertepuk tangan teramat keras, seketika asap menutup pandangan mereka.

"Ada apa ini ?" gumam lelaki tersebut memandangi sekitarnya. Asap tersebut mereda, lelaki itu ternganga hebat begitupun yang lainnya.

Sebuah lingkaran kini melingkari pasukan lelaki tersebut, menjaganya di tiap sudut arah hingga tidak ada jalan keluar yang tengah dibiarkan terbuka.

"Lo benar-benar kalah telak. Dasar pengemis tak bermutu! Mengemis agar gue mati di tangan lo? Mimpi!" bentak Lidya tersenyum singkat.

Orang-orang yang berada bersama Arman dan Lidya adalah Udin bersama teman-teman seperjalanan di pasarnya dibantu dengan pasukan khusus yang disiapkan oleh Arman. Udin datang tepat dari belakang Lidya dan Arman. Ia tengah membawa tiga samurai di genggaman tangan kirinya.

"Bagian kalian," ujar Udin sembari memberikan samurai tersebut ke mereka berdua. Lidya menatap ke arah musuhnya kini dengan senyum sinis.

Lidya mengayunkan ujung samurainya ke tanah, mengibaskan banyak pasir yang sedang bersantai dan menerbangi mereka. Pandangan pada Lidya menjadi kabur, kesempatan itu diambil oleh Lidya, Arman, dan Udin. Mereka menuju ke kerangka yang kini tengah mengurung Farah.

Mereka menghajar beberapa anak buah musuh mereka yang berjaga di tiap sudut kotak kerangka tersebut. Penjaga tersebut tumbang lalu seketika sadar segera berlari menjauhi mereka.

Lidya segera memutus aliran listrik tersebut berkat anak buah Arman yang telah melaporkan situasi sebelumnya. Farah menatap Lidya dalam, tidak ia sangka putri angkatnya mengeluarkan sifat yang tidak pernah ia lihat saat mereka bersama. Wajah Lidya dibanjiri keringat, kilatan sangat terlihat ditambah tatapan tajamnya ketika memutus kontak listrik tersebut.

Kontak listrik tersebut benar benar berhenti. Lidya segera mengambil balok kayu besar yang tidak jauh dari posisi ia berdiri.

"Ma! Tutup mata!" teriak Lidya. Seketika Farah menangkupkan telapak tangannya menutupi matanya.

Lidya memukul gembok tersebut dengan semangat yang begitu membara. Namun, seketika ia melirik ke arah musuhnya kini, efek debu sepertinya telah memudar di mata mereka.

"Lo butuh kunci!" ujar Arman mengingatkan. Lidya seketika menggeleng.

"Terlambat! Kita harus segera ngamanin Mama dari sini!" Lidya menjatuhkan balok kayu tersebut, mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia melirik sekilas ke dekat pepohonan di belakang kotak tersebut. Sebuah Linggis.

Ia berlari dengan cepat. "Lo mau kemana?!"

Lidya tidak mempedulikan pertanyaan Udin yang akan menghambat pergerakannya, ia mencapai benda tersebut. Ia seketika berbalik.

Ia kini berada tepat di samping pintu, mengarahkan ujung linggis tersebut tepat ke arah gembok. "Minggir!!"

Udin dan Arman menurut dan Lidya segera mengumpulkan tenaganya dan menghajar gembok tersebut dengan hantaman linggis yang berada di tangannya, gembok tersebut terbuka.

"Bawa Mama ke tempat yang aman dan jaga Mama dengan baik!"

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang