32

3.6K 146 2
                                    

"Sakit gak?" tanya Cakra berulang-ulang ketika melihat Pandu menutupi luka di lengan atas Zhiro. Zhiro hanya menggeleng dengan senyum singkatnya. "Apakah gue keliatan selemah itu?"

"Udahlah lo, Kra. Yang sakit aja kalem," geram Pandu mendengar pertanyaan Cakra yang tiada henti. Cakra tetap sesekali memandangi luka Zhiro lalu bergidik ngeri.

"Lo kenapa bisa disana?" tanya Al, akhirnya ruangan Kafe yang semula dalam keadaan sunyi kini berubah menjadi tegang.

"Iya gue bener ga nyangka lo bisa disana. Mana jauh lagi dari kota," ujar Farhan mewakili kebingungan The~D.

"Kalo Zhiro ga punya niat buat ke sana cuma mau ngecek ada ngga lo, kalo enggak gimana?" protes Al dengan kesal. Al pergi dari ruangan untuk menjernihkan pemikirannya.

"Jangan-jangan lo termasuk Cenayang, Zhir. Sampe lo bisa yakin Lidya ada di stasiun," ujar Dhika mencoba mencairkan suasana. Namun, sebuah mata elang Bobby menancap di pandangannya. "Dhika, ini ga tepat."

"Sorry-" ujar Dhika menyesali Sisi humornya tidak dapat membuat orang tersenyum kali ini. Dhika ikut keluar dari ruangan ke teras Kafe menyusul yang lain hingga tersisi Bobby, Pandu, Zhiro, Cakra, dan gadis yang mereka cari, Lidya.

"Bisa lo ceritain gimana bisa lo ke sana? Lo tau sendiri Al gimana, mungkin gue ga perlu ngasih tau lo. Lo udah kenal lama sama dia," ujar Pandu mengingatkan dengan semburat senyuman. Mata Zhiro menutup sebentar lalu terbuka lalu kembali tertutup, lelahnya malam ini tidak bisa membuatnya berbohong.

"Tadi, gue dipecat. Gue bingung mau ke mana, gue mutusin buat ke Panti. Tapi, gue ga diterima. Gue ga tau alasannya. Gak ada yang gue punya di kota ini-" sebuah pertanyaan memotong jelas penjelasan Lidya.

"Hape lo kenapa gak aktif?" tanya Farhan. Raut wajahnya tergambar khawatir, semuanya khawatir.

"Batrenya abis. Gue ke stasiun, gue punya tiket. Tapi tiket itu jatuh pas gue mau berangkat, udah malem. Gue mau pulang tapi gue ga punya uang, gue jalan kaki daerah sana. Gue diculik lalu gue kabur dan ketemu Zhiro," jelas Lidya lagi.

"Kami ga yakin lo ada di sana, tapi keyakinan nih orang bener-bener kuat," keluh Cakra sesekali memandangi Zhiro yang kini tertidur dan terbangun bergantian.

"Udah pagi-" Bobby melirik jam dinding, 2 pagi. Al masuk dengan rombongannya, ke ruangan itu lagi. Zhiro mengerjapkan matanya, berusaha bertahan dengan rasa ngantuknya. "Gue udah denger," kata Al.

"Maaf gue bilang gitu tadi sama lo," ujar Al lirih. Segurat wajah penyesalan terlukis jelas di wajah Al, ia kian merunduk. Lidya langsung tersenyum singkat, "gak apa-apa,".

"Dia tidur?" tanya Al, matanya melirik ke Zhiro yang tidur dengan dinding menjadi bantalnya. "Dia terlalu berusaha keras malam ini, tapi usahanya ga sia-sia. Dia ga suka usahanya jadi sia-sia," jawab Cakra tanpa diminta.

Sebuah bunyi handphone memenuhi Kafe yang sunyi. Handphone Zhiro berbunyi. Dia mengerjapkan mata lalu mengambil dan berbicara dengan seseorang yang berada jauh darinya.

"Lo hari ini Sekolah?" tanya Zhiro setelah menutup sambungan teleponnya. Lidya menatap bingung. Sejenak berpikir, akhirnya ia mengangguk.

"Fika.." panggil Zhiro lekas, tidak menunggu waktu lama pemilik nama pun datang dengan segera.

"Ada apa Pak Zhir?" tanya Fika sehabis dari belakang Kafe. Zhiro melihat sekilas ke arah keempat belas temannya.

"Ajak Lidya ke kamarmu, kalo ga keberatan," usul Zhiro mengarah ke arah Fika. Fika tentu saja tidak bisa menolak permintaan Zhiro, penyelamatnya.

"Ayo mbak Lid, ikut saya," ajak Fika dengan bahasa yang teramat sopan. Dengan setengah terpaksa dia mengikuti Fika lalu meninggalkan teman barunya.

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang