Lidya duduk di samping Agnes tepat di titik sudut lapangan. Mereka sedikit menepi dari The~D, namun masih berada di dalam jangkauan.
"Lo mau ngomong apa sama gue Lid?" tanya Agnes penasaran.
"Gak ada. Alif! Sini," panggil Lidya ketika melihat Alif berlalu lalang di hadapannya bersama Linita.
"Eh, kok lo manggil Alif? Gue ada urusan mendadak," ujar Agnes lalu berdiri dan hendak meninggalkan Lidya namun dengan cepat Lidya menangkap tangannya dan menariknya untuk kembali duduk.
"Et mau kemana lo? Lo ga bisa semudah itu pergi dari gue," tukas Lidya dengan tetap mengunci pergelangan tangan Agnes. Alif dan Linita mendatangi Lidya.
"Eh kenapa lo manggil-manggil?" sinis Linita menatap tajam Lidya terutama ke arah Agnes.
"Siapa juga yang manggil lo? Gue manggilnya Alif, Cuma ALIF. Emangnya nama lo Alif juga?" balas Lidya dengan membalas tatapan tajam Linita.
"Gue gak suka Alif ada disini terutama kalo dia sama Lo dan tuh cewek!" Linita menatap sadis ke arah Agnes. Lidya memandangi Linita dari kaki dengan flatshoes, tanpa kaus kaki ke baju yang sangat ketat dan wajah yang dihias mirip seperti badut. Lidya bergidik ngeri.
"Kenapa? Lo mau Fight sama gue? Silahkan gue ladenin. Tapi ya itu kalo lo mau masuk ke BK senasib dengan si Nenek Lampir sepupu lo itu. Enyahlah dari sini!" mendengar gertakan dari Lidya, Linita langsung meninggalkan mereka.
"Ada apa Lid?" tanya Alif berusaha menebak pemikiran teman lamanya.
"Lo ga kangen ngobrol bareng sama gue? Ayo duduk sana deket Agnes," perintah Lidya. Dengan perasaan canggung Alif mengangguk dan duduk di sebelah Agnes. Mereka terlihat salah tingkah.
"Kenapa kalian mau terperdaya oleh keadaan? Kenapa kalian gak sedikitpun menolak?" tanya Lidya sambil menatap lurus ke depan, ia tersenyum kecut.
"Bentar, lo tau tentang kami?" tanya Alif menginterogasi.
"Ya. Gue udah tau semuanya, gimana gue enggak heran pas gue liat lo sama tuh cabe-cabean pro itu," gumam Lidya memperjelas.
"Gue terperangkap dalam situasi ini, mereka licik! Gue ga pernah mau hidup kek gini, ga akan dan ga bakal mau," lirih Alif.
"Gue pergi. Nafas gue terasa sedikit sesak," pamit Agnes seraya tertawa kecil meninggalkan Alif dan Lidya. Mereka berdua menatap kepergian Agnes, seketika Agnes berlari semakin cepat menjauhi lapangan.
"Gue juga mau pergi. Pasti Linita udah nungguin gue lama, kalo lo perlu apa-apa cari aja gue." Alif pergi meninggalkan Lidya tanpa menunggu anggukan setuju.
Lidya terjebak dalam lamunannya, klise tentang kebersamaan mereka otomatis terputar kembali di pikirannya. Ia menghela nafasnya berat, setitik air mata melesat turun. Ia tidak menyangka, ini akan terjadi pada kedua sahabatnya.
Ia juga tidak menyangka jika kekuasaan dan uang bisa membuat seseorang berbuat begitu kejam. Andaikan ia punya keduanya, mungkin mereka akan punya lawan yang setimbang.
"Lidya!! Horee!!" teriak Caca menggelegar. Jantung Lidya terasa berdetak begitu kencang, ia menteraturkan nafasnya dan memastikan jika ia tidak terkena serangan jantung.
"Kenapa?" kaget Lidya.
"Tim kita menang!!" teriak Caca dan yang lainnya riang. Lidya tidak dapat berekspresi seriang itu, ia hanya tersenyum ketika satu persatu sahabatnya sekaligus tim basket sekolahnya menatapnya. Mereka bubar dari lapangan dan berhenti di selasar kelas.
"Kami mau jalan-jalan dan nyari lomba yang bakal kami ikutin," ujar Al mewakili yang lainnya.
"Kalian semua?" heran Lidya memastikan. Al mengangguk diikuti yang lainnya dengan serentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
JugendliteraturHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...