Devan melangkah masuk menuju kelasnya, ia menduga kali ini kelasnya masih sepi.
Langkah dia terhenti saat dia mendengar percakapan 2 cewek di dalam kelasnya. Dia mencoba menebak siapakah mereka, dia akhirnya menemukan jawaban. Mereka adalah Rossa dan Lidya.
"Mereka akur?" batin Devan dengan kalimat penuh tanda tanya.
"Lidya! Gue peringatin sama lo, jauhin Devan!" teriak Rossa.
"Gue?" batin Devan.
"Kenapa harus gue? Jangan-jangan ini masalah gue ngajak Lidya pulang bareng malam tadi?" duga DevanPikirannya kali ini menjadi kosong sampai ia mendengar ringisan yang keluar dari mulut Lidya, terdengar menyakitkan.
"Ada apa sebenarnya?" panik Devan saat mendengarkan ringisan dari perempuan yang ia hantar malam tadi.
***
Lidya melangkahkan kaki menyusuri jalan yang baru saja disinari sinar matahari, ini masih pagi. Pagi yang begitu cerah.
"Aduh, retak semua nih tulang gara gara malem tadi" gumam Lidya sambil tetap melangkah masuk ke lingkungan SMA Bakti Nusa.
Jadwal piket kelas Lidya adalah hari ini, ia harus bertemu musuh bebuyutannya, Rossa. Mereka dalam satu jadwal piket.
"Kenapa gue harus satu jadwal sama tuh nenek Lampir sih?" gumam Lidya seraya masuk ke kelasnya yang belum ada penghuni.
Lidya meletakkan tasnya dan mengambil senjata emak-emak, Sapu. Dia mulai menyapu dari barisan paling belakang, semua ia lakukan tanpa menunggu teman lainnya untuk membantunya.
Ubin demi ubin telah disapu Lidya dengan bersih. Tidak beberapa lama sebuah bayangan manusia masuk ke dalam pintu kelas membuat Lidya menoleh penasaran siapa pemilik bayangan tersebut.
Antara penasaran dan tidak, Lidya tetap menyapu lantai kelas. Pemilik bayangan itu masuk menampakkan raganya, Rossa.
"Ada apa ini Nenek Lampir datang cepat banget, kesambet apaan?" lirih Lidya kecil, pura pura tidak tau tentang kehadiran Rossa.
"Lidya!" teriak Rossa murka.
Lidya menghiraukannya, ia tetap fokus menyapu tanpa menoleh ke arah Rossa sedikitpun.
"Lidya!" kesal Rossa sambil menghentakkan kakinya masuk ke dalam kelas
"Lo stop gak! Tuh lantai kotor gue hajar lo!" sinis Lidya.
"Silahkan, gue ga takut!" jawab Rossa sambil menghentakkan kaki lebih keras, menjatuhkan tanah- tanah yang melekat tanpa sengaja di sepatunya.
Lidya menatap Rossa dengan tatapan sinis, Menyebalkan.
"Gue harus ingetin sama lo" ujar Rossa dengan nada suara yang mengancam lalu menghentikan hentakkan kakinya.
Lidya menaikkan satu alisnya, kembali fokus dengan kegiatan menyapu.
"Dengerin gue dulu!" amuk Rossa melihat sikap Lidya yang seperti tidak menghargainya.
"Denger aja pake telinga, ga pake mata" jawab Lidya cetus
"Lidya! Gue peringatin sama lo, jauhin Devan!" ancam Rossa.
"Emangnya lo siapa gue? Sampai gue harus nurut sama lo?" tanya Lidya dengan sinis.
Kekesalan Rossa menambah jadi, dia mendorong Lidya hingga ia terhentak ke salah satu sudut meja guru hingga kepalanya terluka mengeluarkan beberapa tetes darah.
"Aw" ringis Lidya keluar dari mulutnya dengan reflek.
"Terserah! Pokoknya kalo lo masih dekat sama Devan, gue ga segan-segan ngelakuin hal yang lebih dari ini" ancam Rossa mendelikkan matanya lalu menatap sinis ke arah Lidya.
Lidya menatap Rossa dengan tatapan aneh dan ia menyunggingkan senyumnya. "Terus, gue harus takut sama lo? Pantang!"
Lidya berdiri mantap lalu mengambil sapu dan kembali menjalani aktivitasnya.
Rossa menatap Lidya tidak percaya, dia menarik lengan Lidya hingga wajah mereka berdua berhadapan. "Lo." Rossa mengangkat lengannya mengarah ke wajah Lidya.
"Assalamu'alaikum" salam seorang lelaki yang tiba tiba memasuki kelas membuat aksi Rossa kali ini terhenti. Dia adalah Devan.
Rossa mematung lalu tersadar dengan posisi tangannya yang hendak menampar Lidya. "Awas aja lo," lirih Rossa sebelum meninggalkan kelas.
Lidya hanya menatap punggung rivalnya dengan aneh. "Lo kenapa?" tanya Lidya saat memergoki Devan yang kini sedang melihatnya."Enggak apa apa, Ge-er banget Lo" jawab Devan enteng lalu duduk ke tempat duduknya.
Lidya menghiraukan lelaki itu, dia masih saja fokus kepada kewajibannya kali ini. Setelah selesai menyapu dengan kondisi kelas yang mulai di penuhi satu persatu siswa dia membuang sampah.
"Gini banget jadi gue," lirih Lidya sambil mengelap keringat yang turun di dahinya.
***
Setelah selesai membuang sampah yang nyatanya bukan pekerjaan bagi seorang siswi. Dia memasuki kelas, dia sangat terkejut dengan kondisi kelasnya yang sangat hancur.
Lumpur berlumuran bebas di lantai yang tadi ia bersihkan. "Siapa ini yang melakukan ini?" kesal Lidya dengan membatin.
"Kotor banget kelas kalian" cetus Bu Indah saat melakukan patroli antar kelas. Bu indah menerobos masuk ke kelas tanpa memperhatikan Lidya yang kini mematung tak bersuara dan berkutik.
"Kalian ga piket? Mau jadi apa kalian, kelas kotor kayak gini?" kesal Bu Indah.
"Siapa yang piket hari ini?" tanya Bu indah menatap murka seisi kelas.
Dia melihat jadwal piket yang terbingkai rapi di samping papan tulis putih. Disana tercantum nama Lidya dan Rossa Cs.
"Lidya, Rossa dan teman kalian! Kenapa kalian tidak piket? Liat nih kelas sampe kotor gini" teriak Bu Indah.
"Kami sudah piket bu," jawab Rossa berkilah lalu memberi isyarat kepada teman temannya untuk mengangguk.
"Lalu, kenapa kelas ini masih kotor?" tanya Bu Indah dengan nada suara yang tinggi.
"Lidya bu belum piket," jawab Rossa berkilah. Lidya hanya terkaget mendengar pengakuan.
"Oh lidya, kamu belum piket?! Ibu gak mau tau istirahat nanti kelas ini harus bersih!" cetus Bu Indah tanpa bisa diganggu gugat.
"Tapi bu ... " belum selesai Lidya berbicara, Bu Indah telah memotong penjelasan Lidya.
"Ga ada tapi-tapian. Kamu duduk dan tunggu guru kalian dateng! Jangan keluar kelas sebelum izin dari guru." peringatan dari Bu Indah melesat terlontar.
Lidya hanya mengangguk berjalan ke tempat diduknya dengan lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Ficção AdolescenteHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...