34

3.5K 162 5
                                    

"Perkenalkan nama saya Ghany Zachary Groye," kata laki-laki tersebut seraya tersenyum lebar.

Wanita itu juga terlihat tersenyum menampilkan deretan gigi indahnya. "Dan nama saya Farah Arsyafa Groye"

Lidya melihat heran ke laki-laki tersebut kemudian ke wanita itu secara bergantian. "Jadi om dan tante ini, Orang tua Zhiro?"

"Tepat sekali, kamu anak yang pintar," jawab Farah dengan semangat. Lidya tersenyum lega mendengar kabar ini. Dia melirik sekali lagi ke Zhiro yang sedang memakan satu persatu kacang polong, lalu membungkam mulutnya ketika menyadari jika Lidya telah menatapnya dengan intens.

"Ada apa?" tanya Zhiro yang masih terkekeh geli. Membungkam mulutnya lalu menahan tawa.

"Apa aja yang Zhiro bilang tentang kami?" tanya Ghany dengan suara penuh heran dan menatap Zhiro dengan tatapan datar.

"Zhiro gak bilang apa-apa lho Pa, Lidya sendiri yang menduga kalo mau dijual," ujar Zhiro dengan sikap masa bodo lalu berdiri.

"Lo tunggu sini aja bareng Mama, gue mau ganti baju, gerah." Zhiro langsung berjalan menaiki tangga yang mengarah ke sisi kanan atas rumah ini. Lidya menatapi kepergian Zhiro, dia telah berburuk sangka padanya.

"Lidya, Zhiro telah cerita semuanya ke Tante," ujar Farah memecahkan keheningan. Lidya membulatkan matanya berusaha mencerna apa saja yang dia dengar. "Semuanya te?"

"Iya, semuanya. Dari kamu masuk ke Artik sampe saat ini kami tau," jawab Ghany lalu berdiri karena handphonenya berdering tiba-tiba.

"Kok bisa te? Lidya kira-" Lidya masih terheran dengan keluarga Groye ini.

"Kami semua sangat dekat Lid. Kami selalu kumpul kalo malam, berbagi apa yang kami alamin di sepanjang hari," jawab Farah singkat.

"Oh gitu Te," jawab Lidya berusaha mengerti walaupun dia hanya sedikit sekali mengerti apa yang Farah bicarakan.

"Bisa tolong tante?" tanya Farah. Tatapannya berubah seketika, mata coklatnya menatap lekat Lidya.

"Apa Te? Kalo Lidya bisa pasti Lidya lakuin," jawab Lidya riang sembari memperhatikan rumah yang didominasi oleh warna abu-abu.

"Tolong panggil tante dengan sebutan Mama," ujar Farah dengan membulatkan matanya menunggu mata Lidya bertemu langsung dengan matanya.

"Eh.. Mm.. Kenapa Lidya te? Lidya kan -" Lidya menatap lekat sepatunya menunduk lemas, mengingat masa lalunya.

"Mama, sayang. Karena Mama kenal akan dirimu dari Zhiro, kenal baik. Dan Mama tidak akan salah pilih ataupun menyesal di kemudian hari karena mengangkat kamu sebagai anak. Tidak peduli siapa kamu ataupun masa lalumu," jawab Farah dengan lembut.

"Baiklah, Ma." hati Lidya terenyuh. Semua rasa tercampur menjadi satu, bahagia, sedih, gembira nan haru. Air matanya menetes tanpa diminta, air mata haru dan bahagia. Hal yang selalu dia nantikan akan menjemputnya selama hampir 17 tahun datang dalam wujud yang berbeda, orang tua angkat. Orang yang melupakan dan tidak menghiraukan siapa Lidya, dan masa lalunya.

"Jangan nangis dong, anak mama," ujar Farah sambil menghapus titik titik air mata yang melintas di pipi Lidya.

"Dan panggil om dengan sebutan Papa," ujar Ghany yang bergabung setelah mengangkat handphonenya beberapa menit yang lalu.

"Lidya harap ini bukan mimpi," ujar Lidya sambil mengembangkan senyum kecilnya, senyum kecil yang begitu berarti.

"Ayo kita makan siang dulu," ajak Farah lalu berdiri menunggu Lidya. Menarik lengan Lidya berharap mengikutinya.

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang