Seketika pertempuran pecah, Arman dan Lidya terseret angin kemarahan. Mereka kembali ke tempat semula, sementara Udin bersama beberapa dari yang lainnya menjaga Farah dan teman-teman Lidya dalam penjagaan ketat.
Lidya maju sedikit dengan menggeret samurainya, ujung samurainya membuat jalur jejak.
Sebentar ia berbalik dan melemparkan samurainya ke arah Arman. Ia memang wanita yang tergolong keras, tetapi jiwanya bukan jiwa seorang pembunuh. Ia tidak ingin melukai seseorang dengan benda tajam yang semula berada di tangannya.
Bagi Arman, dua samurainya hanya untuk melindungi diri dari pasukan seseorang yang telah membunuh kedua orang tuanya. Lelaki yang berada kini di hadapannya bukanlah lelaki yang mudah ditaklukkan dan tidak menerima kekalahan.
Arman menyejajarkan langkahnya di samping Lidya. Lidta berjalan dengan mantap, tidak ada ketakutan di matanya walaupun ia hanya membawa patahan dari anak panah yang tersimpan aman di dalam lengan jaketnya. Ia menarik ke atas lengan jaketnya dan melipatnya ke dalam untuk menutupi tajamnya ujung anak panah.
"Jaga diri baik-baik, dia tidak semudah untuk mengalah," ingat Arman lalu sedikit menjaga jaraknya dengan menyiapkan kesiagaannya dengan senjata para musuhnya.
Tidak ada alasan lain yang mampu membuat Lidya turun di pertempuran kali ini selain karena keluarganya, sahabatnya, dan lelaki yang kini menjadi tahanan mereka sebagai bahan ultimatum yang akan mereka lontarkan ketika terdesak.
Ia melihat sekilas ke arah lelaki yang sedang dipaksa berdiri oleh mereka, mata mereka kembali bertemu. Air mata Lidya kini bergenang di matanya, seperti banyak yang kini diderita lelaki tersebut. Mata lelaki itu tetap menenangkan, seakan ia hendak membunuh semuanya namun kondisinya saat ini tengah menghentikannya.
Lidya segera mengalihkan pandangannya, bukannya melemah tapi semangatnya kian membakar di dalam dirinya. Ia menatap fokus ke arah lelaki yang kini menjadi musuhnya, emosinya menggerakkan tiap sendinya. Ia melirik sekilas ke arah Arman, senyuman singkat terlontar dari bibir mereka.
Seseorang menarik lengannya dengan cepat, ia langsung menerjang tubuh lelaki itu, lelaki itu tersungkur.
"Permulaan yang mengesankan," guman Lidya sambil tersenyum sinis.
Lagi-lagi mereka mengincar Lidya namun dengan cepat ia tangkis dan taklukkan, puluhan orang berlarian ke arah Lidya yang tengah sendiri, mereka ingin mengepungnya. Seseorang menebarkan debu ke arah mata Lidya, matanya memerih.
Namun dentingan logam kian membingungkan di pendengaran Lidya. Suara orang terjatuh pun kian mengiringi setelah dentingan logam tersebut. Lidya mengucek matanya serta menjernihkannya.
Ia kini melihat Cakra, Damar dan Bobby berada disisinya membentuk pagar segitiga manusia. Matanya kian senang dengan kehadiran mereka.
"Ga bakal gue biarin lo bersusah payah sendiri," ujar Cakra setengah berbisik yang kini menjaga di samping kiri Lidya.
Cakra kini melontarkan musuhnya jauh. "Cak, Lid, lo amanin Zhiro liat tuh mereka lagi nyusun pergerakan. Kalo Zhiro udah aman kita mundur," komando Damar. Sontak Lidya dan Cakra langsung berlari mengarah ke arah Zhiro.
Namun di tengah perjalanan, lelaki itu menghentikan perjalanan mereka. Seketika mereka terhenti sambil mengambil posisi siaga. Lelaki itu kini mengayunkan senjatanya, namun kini sebuah samurai telah menjadi tameng mereka.
"Ga semudah itu," ujar Lelaki itu sumringah. Arman kini berada di hadapan mereka dengan kedua tangan menggenggam ujung samurainya.
"Gue pastiin lo dan Lidya bakal lenyap!" amuk musuh mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...