Lidya terbangun dari tidurnya. Rasanya ia sama sekali tidak tenang. Semuanya yang telah retak membuatnya harus menjernihkan pikiran.
Ia melirik ke jam dinding, masih jam tiga pagi. Ia mencoba untuk kembali tidur dengan nyaman dan meregangkan semua sendinya, namun akhirnya ia menyerah.
"Sedikit angin malam mungkin bisa menenangkanku," gumamnya seorang. Ia menyibakkan selimut darinya lalu berjalan keluar kamar, keluar dari villanya.
Ia telah melepaskan jaketnya. Pikirnya, 'angin malam tidak akan mengubah apa-apa jika ia sendiri terlindungi.'
Lidya melangkah ke arah pondok, menyelusuri jalan kecil yang sepi. Penjaga sesekali memperhatikannya, memfokuskan pandangannya, dan akhirnya ia tersenyum.
Lidya menghela nafas berat, seakan kejadian kemarin baginya menjadi sebuah beban yang sangat mempengaruhi dirinya. Ia melirik ke arah dapur di sebuah pondok yang lebih besar, terletak di antara Villa belakang, dekat kolam ikan. Suasananya terlihat sangatlah ramai, mungkin ada yang mereka siapkan. Sesekali ia memperhatikan ramainya dapur itu, ia menangkap sosok yang mungkin ia kenal, berjalan dari dapur ke arahnya.
"Neng, sendirian disini? Angin malem ga baik buat kesehatan," sapa asisten Azka dengan ramah, dia adalah Wawan. Asisten yang telah berjasa karena menangkap ikan untuk mereka santap.
"Gak sendirian. Berdua dengan lo," jawab Lidya singkat. Wawan terkekeh, tidak dia sangka Wanita di hadapannya sangatlah ramah.
"Boleh gue gabung duduk sini?" tanya Wawan sekaligus meminta izin. Tanpa pikir panjang, Lidya langsung mengangguk setuju.
"Nama lo Lidya kan?" tanya Wawan memulai pembicaraan dari keheningan yang terjadi. Lidya menaikkan alisnya, lalu ia mengangguk.
"Keluarga Hilamovi sering bicarain lo," ujar Wawan ramah. Lidya memperhatikannya, memastikan apakah ia tidak salah mendengar.
"Serius?" Lidya menatap bintang yang sendirian, terpisah dari kelompoknya. Namun bintang tersebut dapat bersinar lebih terang.
"Lo udah ngerubah mereka berlima belas, termasuk Azka. Sebelum ada lo, semuanya gak gini. Semuanya lebih tertata dengan visi yang jelas sejak lo hadir di kehidupan mereka, The~D," jelas Wawan dengan mengikuti arah pandang Lidya.
"Lo sok tau." Lidya tertawa kecil, menganggap semuanya adalah pujian yang berlebihan. Ia termasuk orang yang tidak suka dipuji.
"Gak sok tau. Azka dan gue temenan dari kecil. Dulu, dia sering main ke sini buat cerita tentang kehidupan dia, keluarganya tidak sebaik ini dulu. Mungkin, karena dulu Azka masih ingin bermain-main waktu tugas perusahannya telah ia genggam. Lo hebat, seakan lo semangat baru mereka," kilah Wawan.
"Hahaa.. Rasanya aneh. Jadi lo tau tentang gue dari Azka?" tanya Lidya memastikan.
"Iya bisa dibilang begitu. Lo orang pinter kan?" tanya Wawan. Ia menatap lekat Lidya, Lidya terkekeh geli.
"Maksud lo dukun?" tebak Lidya dengan asal. Lidya tertawa kecil, Wawan mengikutinya.
"Orang berotak," kilah Wawan serius.
"Lah lo punya otak juga kan?"
"Terserah lo," jawab Wawan menyerah. Lidya tersenyum riang, setidaknya ia telah sedikit tenang sekarang.
"Oke, serius. Gue ga pinter-pinter amat, ilmu yang gue punya gue bagi. Itu aja, ditambah lagi mereka udah lengkapin semua fasilitas belajar mereka," jelas Lidya.
"Terus ilmu bela diri lo yang lo pake malem tadi?"
Lidya mengerenyitkan dahinya. "Lo liat? Itu cuma gerakan refleks."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...