44

3.4K 167 1
                                    

"Lid, lo udah sekolah hari ini?" kaget Revi ketika melihat Lidya masuk kelas  beriringan dengan Zhiro.

"Iya dong," jawab Lidya dengan semangat.

"Zhir, lo kenapa bolehin nih orang sekolah sih?" tanya Al sembari bola matanya melirik ke arah Lidya yang sekarang melemparkan tatapan aneh.

"Emangnya salah kalo gue sekolah, kalian aneh banget." Lidya menatap mereka dengan aneh lalu memilih duduk di kursinya.

"Bukan gak boleh Lid, lo itu mesti dirawat dulu di rumah sakit," ujar Pandu menengahkan.

"Ditambah lagi insiden semalem sampe buat lo shock gitu," ujar Dhika sembari melangkah mendekati meja Lidya, berusaha membujuknya.

"Udahlah, dia gak apa-apa. Kalo dia kenapa-kenapa palingan gue kena marah sama MaPa," ujar Zhiro menyudahi seiring menyelesaikan penghakiman Lidya.

"Ya maaf. Gue gak suka aja di rawat gitu, apalagi di rumah. Seenggaknya gue bisa kuat," jawab Lidya sambil menunduk lesu. Ia tidak memikirkan perasaan orang tua angkatnya ketika mengadakan perdebatan dengan Zhiro yang dimenangkan olehnya.

"Udah lo gak perlu sedih kek gini, serba salah gue Lid. Gak ngajak lo sekolah, lo sedih. Pas udah sekolah, masih aja sedih."

Zhiro memegangi pundak Lidya, berharap dia akan berhenti untuk menunduk lemas seperti itu dan membuat garis indah di wajahnya berbentuk senyuman.

"Udahlah lo gak perlu sedih, buat apa sedih. Sekarang, lo harus buat mereka menyesal karena salah telah nilai lo," ujar Revi sambil menenangkan Lidya.

"Berambisi banget lo. Tapi ya memang gue harus gitu, masa gue kalah dengan dia."

Lidya menegakkan kepalanya lagi pandangan matanya menunjukkan semangat yang begitu membara. Semua anggota The~D melihatnya bersemangat.

"Gini daripada kita dibuat gini oleh si Devan, lebih baik kita liburan aja di Villa yang ga jauh juga dari sini, udaranya juga sejuk," saran Azka melihat ketegangan.

Semua mata terpaku menatap ke arah Azka, Azka mengerenyitkan dahi. "Ide yang bagus, berarti kita harus nyari pemilik Villa dulu nih."

"Wess, ga perlu repot-repot. Villa-villa disana milik keluarga Hilamovi, jadi gue punya dua. Kita bisa ambil yang disana, kan?" tanya Azka, Azka mendapat tatapan berbinar dari teman-temannya.

"Wah, kapan nih? Gimana kalo besok, besok kan hari sabtu," ujar Farhan berantusias.

"Emangnya kenapa kalo hari sabtu?" heran Dhika.

"Ya malem minggu." Farhan terkekeh menjawabnya, sedangkan Dhika hanya menatap Farhan dengan datar.

"Enggak, gini maksud si Playboy Cap Paus nih biar kita bisa nginep lama, kita bisa pulang pas minggu malemnya," ujar Cakra sambil menjelaskan.

"Noh, Cakra aja paham," setuju Farhan atas penjelasan Cakra.

"Ya kan porsi otak beda-beda. Dia emang pinter, lah gue sok pinter aja dah Alhamdulillah." Serentak semua orang terkekeh mendengar penuturan Dhika.

"So, kapan nih?" tanya Ivan memecahkan keheningan yang terjadi setelah tertawa bersama.

"Jam 4 sore nanti kita kumpul di Kafe, kalian setuju?" tanya Azka meminta pendapat mereka sambil melihat ke satu persatu orang yang menatapnya dengan gaya yang berbeda-beda.

"Setuju!!" kompak mereka semua.

"Rev, gue mau nanya sesuatu?" tanya Lidya, Revi melihatnya dengan antusias.

"Kenapa? Lo mau nanya apa? Sok, gue bakal jawab."

"Lo gak ada niatan masuk kelas? Bel masuk udah bunyi dari tadi," ujar Lidya menatapnya heran.

"Lo serius? Udah lama ya? Gawat ini mah bisa-bisa diceramahin panjang tuh oleh ketua kelas yang sok rajin itu." Revi langsung gelagapan dan mengambil tas nya.

"Revi, tunggu! Tangkep." Dhika melemparkan sesuatu yang langsung ditangkap Revi dengan cepat.

"Buku Ensiklopedia?" heran Revi sambil menunjukkan buku yang tertahan di tangannya.

"Buat ketua kelas lo, Kalo dia marah-marah lo kasih tuh Buku Ensiklopedia. Kalo dia masih marah lempar tuh buku ke kepala dia, kan lumayan." Revi ternganga mendengar saran Dhika, kakak tirinya. Semuanya menatap Revi dengan tatapan meyakinkan pernyataan Dhika.

"Astaga lo........ Kakak terbaik yang gue punya." Revi mengacungkan jempolnya lalu berlari ke kelas A yang beda 3 kelas dari kelas D.

"Sekarang, gue mau manggil bu Kiky dan jelasin tentang rencana kita ke beliau, kalian udah siap?" tanya Zhiro sembari menyiapkan buku-bukunya di atas meja.

"Siap!"

***

Zhiro datang dengan diiringi Bu Kiky setelah 1 menit masuk dan duduk bersama yang lainnya.

"Assalamu'alaikum Semua." Bu Kiky masuk dan mengucapkan salam, wajahnya terlihat bahagia karena kelakuan muridnya yang 'Tidak biasa'.

"Wa'alaikumussalam Bu." Mereka menjawab dengan serentak, semuanya terlihat bersemangat untuk belajar.

Ibu Kiky meletakkan buku yang ia bawa dari kantor di atas meja guru. Lalu, ia berdiri di depan para muridnya. Seorang guru muda yang hebat.

"Kata Zhiro tadi, kalian ada yang mau dibicarain sama Ibu? Silahkan bicara," ujar Bu Kiky membuka pembicaraan.

Lidya melihat satu persatu, mereka hanya diam, Lidya tidak tau alasan mereka seperti itu. Ia mengangkat tangannya.

"Ya, Lidya silahkan mewakili untuk berbicara." setelah mendengar pernyataan tersebut Lidya berdiri, teman-temannya menoleh ke arahnya lalu memberikan berbagai isyarat yang berarti 'Semangat'.

"Assalamu'alaikum Bu. Lidya ingin menyampaikan suatu hal kepada ibu. Kami ingin melakukan Revolusi belajar, kami tidak ingin seperti ini lagi yang selalu dianggap remeh oleh kelas lain, kami juga ingin membuat SMA Artik ini menjadi bangga, dan kami juga akan membuat Bu Kiky lebih dihormati oleh guru-guru disini karena telah mengajar kami. Kami juga tau Bu Kiky tidak akan dibayar sebelum kami berubah, Ibu Kiky mengajar kami dengan sangat tulus, dan kami bisa merasakannya. Soal buku, jika buku di perpustakaan belum mencukupi untuk memfasilitasi belajar kami, kami telah mempunyai berbagai jenis buku untuk dipelajari sampai kelas 12 nanti sesuai dengan kurikulum sekolah ini. Kami ingin mengubah perspektif orang kepada kami, kami ingin membuat penyangkaan orang kepada kami selama itu salah, namun kami tidak bisa melakukan ini semua berenam belas tanpa guru pendamping seperti ibu."

Hati Bu Kiky terenyuh, hal yang dia harapkan selama ini benar-benar terjadi. Harapannya terwujudi, diam-diam ia meneteskan air dari pelupuk matanya.

Mereka serentak berdiri, menoleh yang lainnya satu persatu.

"Maukah ibu membimbing kami siswa-siswa bandel ini agar keinginan kami tercapai? Bukan itu saja yang kami inginkan, kami juga ingin sukses di kemudian hari dan kami juga ingin menggapai cita-cita kami," ujar Zhiro melanjuti ucapan Lidya.

"Ini hadiah yang tidak terduga bagi Ibu, ini hadiah yang istimewa. Baiklah, tanpa diminta pun ibu akan membantu kalian semaksimal kemampuan Ibu. Terima kasih," ujar Bu Kiky dengan senyum tulus yang tidak terkira senangnya

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang