36

3.5K 152 5
                                    

Mobil mewah tersebut telah melesat sendirian diapit oleh rumah-rumah mewah dan indah tanpa ditemani ke-empat belas motor seperti tadi. Membelok masuk ke rumah megah dan mewah, hampir mirip istana dan melebihi mansion, Rumah keluarga Groye—begitu orang mengatakannya.

Seorang ibu tua dan anaknya telah menunggu di depan pintu dengan sabar beserta beberapa satpam dengan setia berdiri menunggu pemilik mobil keluar.

"Ayo keluar," ajak Zhiro sambil melepaskan sabuk pengamannya. Lidya mengangguk.

Mereka berdua keluar dan masuk ke rumah yang didominasi warna abu-abu ini. Lidya belum bisa mengira tinggi rumah tersebut, lebih tinggi dari ruko Rumah Makan pelita tempat dia bekerja dulu.

Satpam-satpam itu berdiri sedikit menunduk ketika mereka—Zhiro dan Lidya— lewat di hadapan. Bu marni dan anaknya memberikan senyuman, ada senyum yang berbeda yang diberikan Claudia, begitu aneh.

"Haruskah nunduk gitu? Kan sama-sama manusia?" tanya Lidya berusaha paham dengan gaya hidup keluarga yang telah mengangkatnya sebagai anggota keluarga mereka.

"Bentuk penghormatan. Kami ga minta dan mereka yang melakukan," sahut Zhiro dengan setengah berbisik. Lidya mengangguk mengerti.

"Terlalu ribet," gumam Lidya.

Lidya dan Zhiro duduk di sofa yang tepat berada di ruang tengah menunggu kedatangan Farah dan Ghany, orang tua Zhiro. Mereka berdua terlihat kelelahan.

"Lo bakal ngajar disana entar," jelas Zhiro menunjuk meja elegan yang panjang. Warnanya coklat dan mengkilat.

"Ukurannya hampir sama…" belum sempat Lidya menyelesaikan ucapannya, suara langkah kaki menggema turun dari lantai atas. Hentakan sepatu dengan lantai menggema di rumah sebesar ini.

Farah dan Ghany berjalan beriringan menuruni tangga menuju Zhiro dan Lidya dengan membawa sebuah Paper bag.

"Dengan meja The~D di kafe," tambah Zhiro yang menyadari bahwa ucapan Lidya belum ia selesaikan.

"Kalian udah pulang? Gimana harinya, menyenangkan?" tanya Farah berbasa-basi. Tentu saja dia tau jawabannya. Bagaimana bisa?

"Sangat, Ma." Lidya menunduk lalu tersenyum. Bu Marni datang dengan membawa 2 gelas jus Mangga, ia langsung menyajikannya lalu undur diri.

"Ini untukmu." Farah memberikan Paper bag yang sedari tadi ia jinjing. "Ambil."

Lidya mengambilnya, membukanya. "Seragam?" ia bergumam namun Farah memberikan senyuman.

"Seragam baru untuk putri Mama," jawab Farah atas gumaman Lidya.

"Lidya masih punya seragam kan ma," heran Lidya. Dia sangat mengingat jika seragamnya masih bagus untuk dikenakan.

"Gak apa-apa. Tadi beli baju apa? Berapa? Mama tadi lihat kalian masuk ke Toko, waktu Mama cari seragam barumu," tanya Farah mengingat kejadian sebelumnya.

"Blush Ma. Cuma 1," jawab Zhiro seolah Lidya menyuruhnya untuk menjawab.

"Cuma 1? Besok udah mama Meeting. Lidya ikut mama belanja, lagian besok di Air mancur -Pusat Kompleks- ini ada acara sekaligus perayaan berdirinya perusahaan temen Papa," sela Ghany tiba-tiba. Ia seperti mengetahui apa yang akan dibicarakan istrinya dan mewakilinya.

"Mm.. Memangnya gak apa-apa Pa, Ma?" tanya Lidya melihat ke arah Ghany, Farah, dan berakhir dengan Zhiro. Zhiro tersenyum lebar.

"Gak apa-apa dong. Putri angkat Groye, Lidya Vanessa Groye," jawab Ghany dengan gerlingan senyuman. Seolah ada bintang di sudut senyuman itu, mata Lidya menjadi berbinar.

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang