Lidya langsung berjongkok, memandangi lelaki itu dengan lekat. Di balik lengan jaketnya mengalir darah segar, diperkirakan dari sikunya yang menghantam aspal dengan keras.
Air mata Lidya mengalir deras, hal yang tak pernah terbesit di pikirannya kini terjadi. Perlahan ia memegang wajah lelaki itu hanya untuk memastikan jika dia masih hidup.
Benar saja, lelaki itu langsung mengerjapkan matanya dan menggerakkan tangannya menghapus air mata Lidya di pipinya.
"Jangan nangis," ujarnya dengan nada suara yang teramat berat. Ia menghapus gerlingan air mata yang menghias di pipi Lidya. Sontak saja, ia mencoba untuk tersenyum di atas aspal.
"Lo gak apa-apa, Han?" tanya Lidya kepada lelaki itu. Lelaki itu adalah Farhan.
Farhan memandang lekat ke arah sekitarnya. "Gue gak apa-apa."
Farhan mencoba untuk duduk, Dhika langsung sigap menjadi tempat bersandar Farhan kini. Farhan menghirup nafasnya lebih dalam.
"Terus kenapa lo bisa terkapar disini?" tanya Bobby yang terlihat sangat khawatir.
"Di rumah tadi gue dapet anak panah dengan ancaman bahwa gue harus dateng ke lapangan. Pas gue keluar rumah gue liat Zhiro, El dan yang lain juga ngarah ke gerbang Air Intan. Gue tertinggal di belakang mereka, setibanya gue di jalan ini. Gue liat lebih dari beberapa orang melintas tepat di depan gue nyusul mereka, di belakang gue juga. Gue langsung dicegat disini, gue dihajar. Gue berusaha kuat, mereka semua udah nyusul mereka. Gue bangkit lagi dari posisi gue dan naik motor gue, pas gue berjalan ga lebih 5 meter, ada 5 orang yang dateng dari belakang dan langsung nendang gue dengan keras sampe posisi gue kek gini," jelas Farhan panjang lebar.
"Mereka dalam bahaya," timpal Lidya langsung berdiri menatap ke arah lapangan.
"Lo bener! Tapi lo yang dalam keadaan bahaya sekarang! Biar Dhika dan yang lainnya ke sana, lo harus pulang sama gue! Gue masih bisa bawa motor ke Air Intan," cegah Farhan sambil tetap berusaha untuk berdiri.
"Gak!" bantah Lidya seketika.
"Bener kata Farhan! Lo ga boleh ngikut kami, entar lo kenapa-kenapa," cegah Damar mempertegas.
"Sekali enggak tetep enggak! Terserah kalian mau ngelarang, gue bakal tetep kesana! Ini masalah karena gue, gue yakin ini karena gue. Gue yang mulai gue juga yang harus nyelesain. Gue ga bisa dalam zona aman sementara kalian terluka! The~D akan tetap selalu sama-sama," tegas Lidya. Semangat mengobar dalam dirinya, ia masih tajam menatap jalan ke arah lapangan pertempuran tersebut.
"Dhika, anter Farhan pulang!" perintah Lidya, emosi mencekam dalam dirinya.
"Enggak! Kalo lo gak mau dalam zona aman, gue juga gitu!" tolak Farhan mentah-mentah.
"Kondisi lo Han," lirih Dhika mendengar tanggapan Farhan.
"Apapun yang terjadi The~D bakal tetap sama-sama," ujar Farhan kembali mempertegas ucapan Lidya sebelumnya.
"Mana kunci motor lo? Bakal gue ambil alih. Lo masuk ke mobil, gue yang bawa motor lo," ujar Damar bergerilya.
Farhan langsung memberikan kunci motornya ke arah Damar. Dengan sigap Dhika langsung membantu Farhan berdiri, menopang tubuh Farhan dan dengan segenap tenaga menguatkan kakinya.
Lidya masih tidak berkutik, tidak melarikan pandangannya dari jalanan tersebut.
"Lidya, ayo kita pergi!" seru Cakra melihat kebekuan Lidya.
"Kalian pergi duluan gue punya rencana lain!" perintah Lidya setelah berlari menuju masuk ke dalam pepohonan yang berada di pinggir jalan.
"Lo mau kemana?" teriak Cakra dengan kepergian Lidya yang masih tidak jauh dari jarak tubuhnya. Cakra langsung menyusul Lidya dengan lekas lalu mengunci pergelangan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...