"Belum puas gue ngasih pelajaran ke Rossa waktu malem itu," gumam Revi yang berada di tengah rombongan bersama Lidya.
"Ya udah kali Rev, dia pasti belum puas ngehina kita berdua. Lagian siapa lagi yang bisa dia hina, Al? Mana berani dia dengan Al. Lo tau sendiri Al di klub basket gimana?" Lidya menendang kerikil lalu mengenai Rafa.
"Untung aja yang nendang nih kerikil kesayangan gue, coba aja kalo kagak bakal gue bales," ujar Rafa seketika setelah batu kerikil tersebut terkena di kakinya. Lidya langsung cengengesan.
"Bisa gak di pembahasan kalian, ga usah bawa-bawa gue?" sindir Al menoleh malas ke Lidya dan Revi.
"Siapa juga yang bawa lo? Ga sadar apa lo itu berat," jawab Lidya asal.
"Maksud gue kenapa juga bawa nama gue, dalam kata lain menyangkutpautkan nama gue," jelas Al.
"Siapa juga yang bawa nama lo? Lah gue cuma nyebut. Mana nama lo sini gue masukin dalam saku jaket gue," tukas Lidya. Dhika langsung tepuk tangan dengan riang.
"Serah lo Lid. Asal lo seneng," jawab Al menyerah.
"Gak ah gue biasa aja ga seneng," balas Lidya lagi. Al memasang wajah datar lalu kembali fokus ke jalannya.
"Keknya gue bakal belajar lagi sama lo Lid," kekeh Dhika. Lidya tertawa kecil, lalu diikuti yang lainnya.
"Ka?" panggil Ivan yang berjalan di barisan paling belakang. Azka menoleh.
"Apa?"
"Kita cuma jalan kek gini aja? Nendangin kerikil kek gini aja?" Pertanyaan Ivan mendapati anggukan oleh yang lainnya, sepertinya pertanyaan itu telah mewakili.
"Hehe.. Enggak sih," jawab Azka lalu menunjuki sawah-sawah yang terbentang.
"Mau ke sana gak?" tanya Azka sambil menunjuk ke sebuah wilayah yang mirip pedesaan. Semuanya mengangguk setuju.
Wajah-wajah berkulit putih, semakin menawan di bawah hamparan sinar matahari. Sangat terik, tetapi mereka tidak akan menyianyiakan kesempatan ini, menjauh dari kesibukan dan asap industri yang berada di kota. Seolah-olah jiwa mereka sedang diisi ulang disini.
"Eh itu Angsa kan?" tanya Kevin sambil menunjuk ke arah dua angsa dewasa dan dua anaknya.
"Bukan Vin. Itu burung flaminggo," kilah Adit.
"Mana ada burung flaminggo, flaminggo warna pink tuh angsa warna putih gue ga buta warna," balas Kevin sambil memperjelas penglihatannya.
"Iya kali aja lo bilang itu Flaminggo, habisnya ikan mas aja lo bilang ikan lele, gue heran dimana posisi tuh lo liat kumis?" heran Bobby.
"Kan gue khilaf," bela Kevin terhadap dirinya sendiri.
"Kekhilafan lo lebih khilaf dari anak TK. Anak TK aja bisa bedain ikan lele sama ikan mas," ujar El sambil menghela nafas berat.
"Iya udah kali jangan nyudutin gue aja. Kebaikan gue terhapus kenangannya oleh satu kekhilafan gue," lirih Kevin dengan ekspresi wajah tragis.
"Elah sok puitis lo bocah," ujar Pandu bergidik ngeri dengan tingkah Kevin.
"Gue pengen ngeliatin tuh angsa lebih dekat," ujar Kevin langsung melangkah mendekati kawanan angsa tersebut.
"Vin jangan elah, bahaya," cegah Lidya sambil hendak menarik lengan Kevin, tetapi posisinya telah menjauh dari Lidya.
"Ga ada bahayanya cuma angsa," kilah Kevin sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku jaketnya.
"Sekarang kita dalam bahaya," ujar Zhiro lalu menarik lengan Lidya menjauh dari area yang sekarang bisa disebut lebih berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]
Teen FictionHigh rank: #1 Fiksiremaja (24-6-19) Book-1 Lidya Vanessa, seorang gadis yang memiliki masa sekolah penuh dengan warna. Di setiap harinya ia jalani dengan keterlambatan, masalah, dan mencatat rekor sebagai siswi dengan masalah terbanyak di sekolah te...