80

2.3K 150 17
                                    

Mobil Lamborghini Gallardo kini telah terbuka, menunggu pemiliknya masuk. Lidya dan Cakra memasuki mobil tersebut dengan lekas begitu pun Kevin yang telah siap di atas motornya.

Cakra telah siap dengan kemudinya, ia memutarnya namun ia urungkan. Sebuah mobil Lamborghini Veneno kini memotong geraknya dan terparkir di depan mobilnya.

"Tuh orang udah balik," guman Cakra menunjuk mobil yang belum memuntahkan pemiliknya.

Mereka keluar dengan lekas sambil membawa handphone di tangan mereka, sejenak Zhiro melirik ke arah mobil tersebut ia tersenyum dan melambaikan tangannya. Cakra segera memutar kemudinya.

Sebuah pesan singkat masuk ke Handphone Lidya.

From: Zhiro

Hati-hati. Kalo Cakra ngebut bilang sama gue.

Sangat singkat dan padat. Lidya menggeleng tidak percaya dengan kelakuan lelaki itu.

Mesin mobil ini memacu dengan cepat, percepatannya dipertambah setiap detiknya di jalanan sepi seakan bebas melaju.

Sebuah deru mobil kini terdengar menyusul Cakra dan Kevin yang bergerak bebas di depan mobil Cakra. Lidya dan Cakra serentak melihat ke arah spion mereka. Belum sempat mereka melihat, mobil itu telah berada di garis yang sejajar dengan mereka.

"Hah? Tuh orang perasaan baru nyampe rumah," gumam Lidya tidak percaya.

"Dia emang kek gitu," kekeh Cakra mendengar gumaman yang diungkapkan Lidya. Mobil itu menggebu, menancapkan gasnya dengan bebas dan bergerak di depan mereka.

"Tuh orang gitu kalo bawa mobil ga ada lo," ujar Cakra memperjelas perkataannya. Lidya mengangguk pasti.

Mereka telah sampai di Bakti Nusa, mobil Zhiro telah terparkir dengan rapi sambil menunggu kedatangan Lamborghini yang membawa wanita yang kerap kali bersamanya.

Lamborghini itupun terhenti di depannya, membuka pintu mobilnya. "Ayo keluar."

Lidya keluar dan berdiri di samping Zhiro dan menunggu Cakra dan Kevin. Teman yang pernah sekelas Lidya menatap iri ke arah mereka. Lidya yang dulu mereka kenal hanyalah seorang wanita yang pendiam dan berbahaya kini bisa berdiri di samping lelaki yang tampan dan kaya seperti Zhiro.

"Ayo! Kita dapet teror lagi di ruangan kita," ujar Kevin lalu berjalan di depan mereka bertiga. Mereka serentak menoleh ke arah yang lainnya satu persatu. "Teror?"

Mereka berjalan lekas dengan posisi yang seperti biasa, Lidya yang berada di tengah. Jalanan yang mereka tempuh telah ramai, banyak siswa menepi melihat kedatangan mereka sekaligus berloncat riang melihat ketiga lelaki tampan yang berjalan melintasi mereka.

Akhirnya mereka sampai di depan kelas. Lidya mengerenyitkan dahinya. "Ada apa Bob?"

Semua telah berkumpul, termasuk Caca dan temannya. Bobby menoleh. "Liat, teror kertas."

Lidya dan Zhiro berjalan memencar mengambil kertas tersebut. Setelah mengambil satu kertas, Zhiro mendekati Lidya yang berada di tengah kelas.

'You will die! I'll kill you'

Lidya menaikkan satu alisnya lalu melirik ke arah Zhiro yang kini berada di sampingnya. Mereka saling menatap, lalu tersenyum dan sedikit tertawa.

The~D saling menatap lalu menatap Lidya dan Zhiro dengan tatapan heran. "Ada apa? Lo punya tanda-tanda siapa yang jadi dalang teror ini?"

"Tentu," ujar Zhiro lalu sedikit meraih alat perekam yang terselip di Ventilasi udara.

"Sejak kapan benda itu ada disana?" heran Rafa.

"Sejak gue nelpon Agnes buat ngeletakin ini sebelum kita ke Kafe kemarin. Gue tau persis siapa yang ngelakuin ini, tanpa perlu isi video ini," jelas Lidya lalu mengambil alat perekam yang berada di tangan Zhiro.

Lidya melangkah ke wilayah hampa, mereka mendekati Lidya dan menyaksikan detik-detik yang menggeramkan.

Bagas tengah menghamburkan kertas kertas tersebut tentu saja bersama yang lainnya. Mereka mengotori ruangan The~D. The~D tersulut emosi dengan tingkah Bagas yang mereka lihat dengan mata mereka.

"Bakal gue ajak ribut tuh orang," geram Damar menggertakan gigi gerahamnya.

"Gausah repot-repot, kami punya cara lain buat bales ke dia," ujar Lidya sambil tersenyum penuh maksud ke arah Zhiro. Zhiro membalasnya dengan senyuman.

"Liat aja entar. Bentar lagi lomba Voli dimulai, biarkan para jagoan kita bersiap-siap," ujar Zhiro sebelum Damar membuka mulutnya dan melancarkan pertanyaannya.

***

Mereka telah berdiri kokoh di lapangan, menghadapi lawan mereka. Mereka belum bertemu dengan tim dari Bakti Nusa di babak penyisihan ini.

Lidya melakukan servis, cidera di tangannya yang terjadi benar-benar terlihat sangatlah pulih.

Bola melambung tinggi, memasuki area lawan dengan bebas saat mereka lengah. Bola terjun di dekat garis tepi, pemikiran mereka salah. Lagi-lagi mereka menang dan masuk, serta bertemu Bakti Nusa lagi.

Lidya menyunggingkan senyumnya, Zhiro tersenyum ke arahnya. Ia akan bertemu tim yang pernah ia latih selama ia menjadi wakil dari Ekstrakurikuler Voli Bakti Nusa. Zhiro menyambut kedatangan Lidya dan menemani wanita itu berjalan dengan berada di sampingnya.

"Satu langkah yang baik. Dan setelah ini langkah itu ada di genggaman kalian," gumam Lidya ketika Zhiro meliriknya.

Mereka beramai-ramai menuju lapangan basket, sungguh disayangkan mereka harus bertanding di bawah terik matahari. Kini, giliran mereka bertanding di babak penyisihan. Lidya berdiri di tepian lapangan melihat kelima orang sahabatnya tengah berjuang mengharumkan nama baik sekolahnya. Kelima orang itu adalah El, Zhiro, Cakra, Al, dan Naufal.

Mereka seketika melirik ke arah Lidya, sambil tersenyum dengan indah menatap kepada Lidya dan sesekali melirik ke arah yang lainnya.

Tiba-tiba tangan Lidya ditarik menjauhi lapangan, Lidya dibawa ke belakang sekolah.

"Apaan sih?!" geram Lidya dengan perlakuan yang dilakukan oleh orang yang telah menariknya.

"Lo harus ngalah dengan kita!" bentak wanita yang di depannya. Lidya ingat jika itu pernah menjadi teman satu timnya, tapi dia melupakan nama wanita itu.

"Ngalah? Buat apa?" tanya Lidya sambil tertawa kecil.

"Kak Lidya, mohon kakak ngerti. Posisi kami gak bagus, kak Bagas ngancem kami kalo gak menang kami ga bakal dibiarin hidup dengan tenang," ujar seseorang di antara mereka. Lidya menaikkan kedua alisnya serta berpikir keras.

"Gue ga peduli. Mau hidup kalian tenang ato kagak gak ada urusannya sama gue. Gak ada alasan lagi bagi gue buat ngebela Bakti Nusa dalam Voli ini lagi, masa depan gue Artik."

"Lo harus ngelakuin apa yang kami mau. Kalo enggak..."

"Kenapa kalo enggak? Mau apa lo?"

Wanita itu mencengkeram leher Lidya dan menggeram dengan keras. Wanita itu mendorong Lidya ke dinding pagar, mencekiknya lebih keras.

"Gini aja kemampuan lo, Lidya? Dulu gue ngehormatiin lo karena Bagas. Sekarang gue ga bakal ngehormatiin lo lagi. Kalo lo gak mau ngelaukin apa yang gue minta, gue bakal nyiksa lo secara perlahan dan bakal bunuh lo dalam genggaman gue."

Just Cause You, Just For You [Lathfierg Series] ✔ [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang