HALO! Jangan lupa dukung Fia dengan vote dan follow akun ini 🤗
Yuk berinteraksi sama Fia di kolom komentar, xixi. Jangan lupa juga untuk share cerita ini ke teman-teman kalian 🙌
Follow instagram @rubanabe dan share pengalaman kalian baca cerita ini 😚😍
Jangan lupa tag @rubanabe.
Selamat Membaca! Sampai jumpa!🐣🐣🐣
"Saya sudah muak dengan semua alasan Clara. Berapa banyak lagi luka yang harus anak saya dapatkan hanya karena dekat dengan kamu."
Arfa tertegun, jadi selama ini Clara mendapatkan luka, apakah dari perbuatan-perbuatan kasarnya? Siksaan? Jadi selama ini Aneta? Oh Tuhan! Bodoh sekali ia tidak menyadari hal separah ini!
"Saya minta maaf om. Saya ingin menjaga Clara," katanya dengan penuh keseriusan.
Namun sepertinya Arfa kehilangan kesempatan, dia melihat Tio menggeleng dengan tersenyum penuh arti.
"Tidak perlu."
"Saya janji om, saya akan--"
Tio menggeleng lagi, membuat Arfa sadar bahwa kesempatan benar-benar sudah hilang. Penyesalan itu pun datang menghampiri Arfa. Dia benci seseorang yang mempermainkan kepercayaan, tetapi dia juga yang ikut andil mempermainkan kepercayaan.
Bahu Arfa merosot, dia tidak tau lagi harus berbuat apa. Semuanya sudah jelas, bahwa Tio tidak akan memberikannya kesempatan untuk memperbaiki semuanya.
Tio menghela napas panjang melihat Arfa. Pria paruh baya itu seolah berkaca dari masa lalunya ketika melihat Arfa. Tapi Tio tidak ingin lengah. Cukup kehilangan Liana yang menyakitkan, jangan juga terjadi pada Clara.
Tio berdiri dan menepuk bahu Arfa, ia harus sadar dan mencoba membuktikan ucapan Arfa.
"Kalo kamu mau dapat kesempatan yang kamu hilangkan itu kembali, buktikan. Jangan hanya bicara saja. Saya tidak suka melihat angan-angan seseorang yang tidak berusaha," setelah berucap seperti itu Tio melangkah meninggalkan Arfa yang termenung.
Hingga tiba-tiba sudut bibir Arfa tertarik membentuk sebuah lengkungan. Dia tidak bodoh, ia mengerti maksud ucapan Tio.
Arfa berdiri dan menatap punggung Tio yang terlihat semakin kecil.
"Makasih om!" teriaknya.
Dan mungkin dari situlah sebuah awal yang baru untuk beradu kembali melawan masa lalu yang dulu terasa pahit. Dan sekarang bukan waktunya untuk berlabuh di masa lalu yang pahit itu, melainkan maju membawa perasaan lama menuju perasaan baru dengan penuh sukacita.
🐣🐣🐣
Sejak kejadian tiga hari yang lalu, Aneta dan Arfa tidak masuk sekolah. Entah mengapa hati Clara masih terasa sakit kala mengetahui Arfa masih memilih Aneta.
Sebegitu bergantung kah dirinya pada Arfa? Rasanya hidup terasa hampa tanpa Arfa. Clara benci mengakuinya tapi ia merasa Arfa seperti satu poros yang tidak seharusnya berhenti di kehidupannya.
Bagaimana bisa dirinya jatuh cinta pada pemuda kasar itu? Bagaimana bisa pemuda itu menyedot seluruh perhatiannya?
Ironisnya, Clara tidak bisa menolak semua itu, Arfa bagaikan magnet yang selalu menariknya untuk mendekat.
Semua rasa yang selama ini Clara rasakan ternya punya nama, namanya adalah jatuh cinta. Clara baru menyadari bahwa rasanya jatuh cinta itu seperti ini. Memiliki satu beban yang selalu menganggu.
Rindu.
Ya tuhan, mengapa rasanya begitu berat sekali. Ini hanya rindu, bagaimana jika ada lagi tingkatan selain rindu?
Clara tak habis pikir, Arfa begitu membuatnya frustasi. Seperti beberapa hari yang lalu. Bukankah ia sudah berdamai dengan Arfa? Tapi kenapa Arfa tak menghubunginya?
'Apa Clara telpon duluan aja ya?' batinnya.
Clara menggeleng, 'Dihhh! Gengsi lah masa Clara mulu yang hubungin. Kesannya Clara kejar-kejar si Arfa dong! Ogah!!!'
'Tapi kalo misalnya gini terus, gimana mau lepas rindu?!!! Ya tuhan. Kenapa jatuh cinta terasa sangat menjengkelkan diwaktu seperti ini?'
Clara yang sibuk menyendok kuah bakso super pedasnya --dengan segala pikiran tentang Arfa-- tak sadar bahwa Tara dan Hasan menatapnya pas di manik mata. Bahkan keduanya sampai berdecak kagum melihat Clara yang tak menyadari kehadirannya padahal sudah menatap pas di depan manik mata.
Tara dan Hasan saling pandang, "Galau?" tanya Hasan di jawab gendikkan bahu oleh Tara.
Tara rasa Clara tidak bisa seterusnya begini, bagaimana jika Clara terus seperti ini kemudian menjadi stres dan berakhir depresi. Tidak, rasanya Tara tak ingin memikirkan perkiraan ini. Clara sudah cukup gila untuk menjadi sepupunya. Tara tidak ingin Clara mengasah kembali kegilaannya.
Tara menggelengkan kepalanya mengusir segala perkiraan buruk yang bersarang di otaknya. Tara menggebrak meja hendak menyadarkan Clara yang fokus melamunkan apa yang sedang di lamunkan.
Sayang, aksi Tara membuat kuah bakso yang di sendok Clara dan hendak di seruputnya terlempar keudara kemudian masuk ke lubang hidungnya.
Tau rasanya bagaimana?
Panassss sekali!
Itulah yang Clara rasakan hingga rasa panas di hidungnya merambat ke kepala dan meledak di mulut.
"TARAAAAA!!!"
🐣🐣🐣
Naaahhhh!!! Di mulmed itu si Clara yang lagi galau, gundah, gulana.
Pikirannya sedang melalang buana ahahahaha. See u next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Teen FictionAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...