Suasana duka menyelimuti hati seorang perempuan yang kini menatap nanar gundukan tanah di depannya. Perempuan yang tidak menangis kala seorang yang ia sayang pergi meninggalkannya. Meninggalkan luka dan duka yang meradang dalam hati.
Perempuan dengan kain hitam menutupi rambutnya itu masih setia menatap kosong gundukan tanah tersebut.
Sebuah tepukan pelan ia dapatkan di bahunya. Namun, dia masih tak bergeming, hatinya terasa ikut terkubur bersama ibunya yang ia rasa sudah tenang di kehidupan barunya.
Tiba-tiba tangannya yang berada di atas paha di tarik seseorang hingga dia berdiri. Dia menatap Clara dengan wajah tanpa ekspresi, membuat hati Clara teriris.
"Sela..." katanya sambil menguncang tubuh Sela. Namun, Sela hanya menaikkan satu alisnya sebagai respon.
Clara memeluk Sela, diikuti Gea yang sendari tadi menangis di sebelah Clara. Sela tak bergeming, tak pupa membalas pelukan kedua temannya.
Clara mengeratkan pelukannya terhadap Sela. "Selaaa... hiks.. hiks.. jangan gini dong.. hiks.." ujarnya.
Gea tak mampu mengeluarkan suaranya, pasalnya ia juga ikutan merasa terpukul. Sela yang biasanya absurd berubah seratus delapan puluh derajat menjadi seseorang yang diam dan murung. Diam dan tak tersentuh, bahkan hanya sekedar menangis saja, ia tak menunjukkannya. Dia seperti manekin hidup yang hanya bergerak dan tak bersuara.
Keduanya mengurai pelukannya lalu saling memegang tangan Sela. "Pulang..ya?" tanya Clara yang hanya di balas anggukan kepala singkat oleh Sela.
Ketiganya berjalan beriringan dengan para lelaki di belakangnya. Mereka adalah, Arfa, Hasan, Fino, Tara, serta Aldo. Kelimanya tak bisa memberikan sebuah kata untuk sekedar menghibur Sela karena yang di hibur benar-benar tak bergeming sama sekali.
Sampai di rumah yang tengah ramai dengan orang-orang yang datang untuk berbela sungkawa, Sela memutuskan untuk mengurung diri di kamar membuat Hasan hanya mampu menatap punggung perempuan yang hilang di balik pintu kamarnya di lantai atas.
Clara menunduk menatap kaki yang terbalut kaus kaki putihnya. Inilah pertama kali dia melihat Sela seperti ini, rasanya begitu sakit. Gea memutuskan untuk membantu tante Emi -adik dari ibu Sela- untuk membereskan beberapa barang yang telah digunakan sebagai alat untuk mengkafani ibu Sela tadi.
Yang lainnya pun ikutan membereskan apa yang bisa mereka bereskan, kecuali Clara, Hasan dan Arfa. Ketiganya menatap pintu kamar Sela, berharap yang orang yang berada di dalamnya mendekap membagi duka dalam kesedihan yang merundunginya.
Hingga Clara memutuskan untuk ikut membantu tante Emi, namun entah mengapa air matanya tak bisa berhenti, isakan pun tak dapat ia tahan. Tepat saat dia membalikkan badan badan besar Arfa menghadangnya. Tanpa perlu mengeluarkan suara Arfa menarik Clara kedalam pelukannya.
Hasan melangkah menaiki anak tangga satu persatu menuju kamar Sela. Sesampainya di depan pintu kamar tangan Hasan terulur untuk mengetuk pintu, berharap Sela mau membuat dirinya sebagai penopang dikala kesedihannya.
"Sel.. Sela..." pintu masih saja tertutup, Hasan menghembuskan napas pasrah kala mendengar teriakan Sela.
"Sorry, San. Gue, pengen sendirian dulu."
Di balik pintu, Sela berjongkok, bersandar pada pintu sambil menatap pigura berisi fotonya dan mamanya ketika di perkemahan dulu. Sela memandanginya dengan rapuh.
"Ibu.. Kenapa, ibu tinggalin Sela?... Ibu, Sela nggak bakalan nakal lagi, bu.. Sela janji... Tapi kenapa ibu, pergi? Ibu nggak mau, lihat Sela berubah jadi, anak baik?"
Setelah berucap demikian suasana hening menyelimuti. Sela menjatuhkan pigura tersebut di sampingnya lalu menatap jendela di seberang sana. Kamarnya yang gelap seperti melengkapi hatinya yang sedih. Harapan yang tersisa tak lagi sama seperti harapan sebelumnya. Sebuah harapan mendadak pergi menjauh meninggalkan penyesalan yang kian membeku di dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Teen FictionAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...