HEPI RIDINGGGG.
...
Clara menopangkan tangannya di atas meja menatap Arfa dan bukunya bergantian, sesekali mulutnya menguap dan matanya terpejam sekilas.
Mendengarkan segala ocehan serta makian dari Arfa sungguh membosankan, apalagi saat Arfa meminta buku catatan matematikanya yang memang benar tidak kosong plong. Tapi bukan catatan, rumus ataupun pekerjaan yang tertera di bukunya melainkan gambar-gambar karikatur berbagai wajah. Tak habis pikir selama ini Clara kemana saja hingga buku catatannya berisi hal-hal yang tidak berfaedah seperti itu.
"Jadi kalo titik pojoknya gak tau berapa, lo harus eliminasi trus di subtitusi. Hasil dari hitungan itu jawaban...nya..."
Arfa menghela napas kasar, disaat ia bersabar menerangkan materi, Clara tertidur? Kurang ajar sekali!
Arfa memukul tangan Clara yang digunakan untuk menumpu dagu.
Jedug.
"AHHH! SAKIT!" adu Clara sambil mengusap dagunya yang terasa linu karena telah menghantam meja.
Bibir Arfa berkedut, tapi setelah sadar akan perbuatannya Arfa kembali mendatarkan wajahnya.Arfa menatap nyalang ke arah Clara yang masih sibuk mengusp dagunya yang memerah."Sekali lagi lo tidur, gue gak bakal mau ngajarin lo!"
Dan ancaman itu membuat tubuh Clara tegap, Clara langsung menyahut buku catatan yang telah dicoret-coret oleh Arfa. Melihatnya sekilas dan langsung bercerocos.
"Oke oke, Clara paham. Ini mah Clara udah paham. Kan Arfa tadi jelasin ke Clara."
Arfa tersenyum miring. "Coba jelasin ulang ke gue. Kalo lo gagal gue berhenti ngajarin lo yang bego gini."
Clara melongo, bagaimana ini? Sedikit saja gagal maka usahanya akan sia-sia.
Tadi Clara berlari ke parkiran dan menghadang Arfa agar tidak pergi.
Segala cara ia gunakan demi kelancaran misinya untuk segera belajar matematika. Bahkan karena kenekatannya menghalangi laju motor Arfa, membuat kakinya terlindas ban motor. Kini kakinya tengah terbalut tensocrap yang tadi Arfa pasang dikm kakinya dengan telaten, luka di keningnya pun juga diobati oleh Arfa.
Flashback
Arfa bersiap untuk meninggalkan sekolah dengan derum motor yang sudah terdengar. Ia melaju dengan cepat, hingga seorang perempuan menghadangnya sehingga Arfa mendadak harus mengerem. Tapi memang bagaimanapun, kecepatannya itu tidak bisa terhenti begitu saja. Clara terserempet motornya, kakinya bahkan terlindas ban motor miliknya.
Arfa membuka kaca helmnya, "GILA LO? MAU MATI?! GOBLOK, JANGAN BIKIN GUE JUGA YANG HARUS BUNUH LO!"
Clara mendongak dengan menyengir
"Abis kamu cepet banget sih, ini kan hari pertama kamu ngajarin aku Arfa. Tadi aku tunggu di taman belakang bahkan sampai aku ketiduran dan kamu belum datang--"
"Gue males ajarin lo!"
Clara melotot tak terima, dalam hati memaki-maki Arfa. Bukannya Arfa sudah janji ya? "Kamu kan udah janji."
Arfa turun dari motornya, lalu berjongkok mensejajarkan diri dengan wajah Clara. "Kalo lo lupa, janji itu tipuan lo." bukan bentakan memang, tapi ucapan itu penuh penekanan.
Benar juga pikir Clara, itu kan jebakan. Memang benar jika Arfa tak mau mengajarinya, itu kan hanya jebakan bukan janji mutlak dari bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Roman pour AdolescentsAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...