"Assalamualaikum."
Mendengar salam serta ketukan pintu beruntun dari luar membuat Mona yang sedang sibuk tengkurap sambil membaca salah satu cerita di wattpad terganggu.
Mona mengeluarkan permen milkita dari mulutnya dan menyecap mulut sebentar sebelum berteriak. "Maaaaa.... Ada tamu, ma. Itu kenapa, adek gak bukain pintu?!" teriak Mona di dalam kamar.
Di dapur, Bela --mama Mona dan Fani-- menjawab dengan berteriak juga. "Kamu bukain aja, kak! Mama lagi goreng! Nanti gosong! Emang, mau makan, remahan tempe gosong?!"
Mona berdecak, memangnya kemana sih Fani?! Pergi kok nggak pulang-pulang!
Dengan terpaksa Mona beranjak dari singasanannya dan menguncir cepol rambutnya asal-asalan. Dia meninggalkan ponselnya di ranjang dan kembali mengemut milkitanya. Mona menuruni tangga dengan sibuk mencepol rambutnya.
Setelah sampai di depan pintu, Mona langsung memutar kunci dan ketika daun pintu terbuka laki-laki yang memunggunginya memutar badan menghadapnya dengan kesal cool. Angin berhembus tiba-tiba membuat suasana mendukung, seakan lelaki di depannya itu sedang melakukan iklan shampo dengan jambulnya yang sudah tertata klimis.
Bela datang dengan celemeknya. "Siapa kak?" tanyanya.
Mona menoleh sekilas lalu menunjuk laki-laki di depannya itu dengan dagu. "Itu ma, temen Mona." jawabnya.
"Kok, nggak disuruh, masuk?"
Mona menatap laki-laki yang tengah membawa sebuah tote bag di tangannya. "Masuk, No." Fino mengangguk dan mengekor Mona yang menuju ruang tamu.
Fino duduk sambil meneliti isi rumah Mona, ini sudah kesekian kalinya dia berkunjung kesini. Dan sekarang, semoga rencananya berjalan dengan lancar.
"Cari... Adek gue?" Fino tersadar dan menatap Mona. "Iya, gue cari Fani. Dimana ya? Kok, gue nggak liat?" tanya Fino sambil celingukan.
Mona mengaruk pipinya, bingung mau menjawab pertanyaan Fino. "Lo... Beneran... gak tau?" tanya Mona sedikit ragu.
Fino menaikkan alisnya. "Tau apa?" itu jelas pertanyaan, seharusnya Fino kan menjawabnya bukan malah bertanya balik, pikir Mona.
Mona kebingungan merespon Fino kali ini. Pasalnya Fino sering main kesini, bersama Fani mungkin hanya sekedar membagi beberapa hal manis yang beresiko tinggi menoreh sebuah luka di hati. Tapi untuk hari ini, mungkin Fino di takdirkan menerima hal tersebut.
Mona menghembuskan napas. "Jangan bilang... Lo, suka ya, sama adek gue?" Fino tak menjawab, hanya menampilkan senyum.
Mona mendesah kasihan. "Sorry, sebelumnya. Kayaknya, emang gue harus kasih tau, lo. Kalo, Fani itu... Udah punya cowok."
Benar saja, senyum yang tadi di tampilkan Fino langsung sirna tergantikan dengan wajah datar yang tidak bisa Mona tebak, apa yang dirasakan Fino.
"Yahhhh... Gue keduluan, deh." ujarnya.
Mona meringis, tau bagaimana kecewanya Fino. Pasalnya dia juga pernah merasakan hal serupa seperti Fino hanya bedanya Fino masih bisa berteman baik dengan perempuan yang dia suka sedangkan dia tidak. Karena laki-laki yang ia suka sudah tak tau kemana, dan dimana keberadaannya.
Tiba-tiba Fino menyodorkan tote bag berwarna coklat di depan wajah Mona yang membuat Mona lantas mendongak, menatap tote bag dan wajah Fino bergantian seraya mengeryit heran.
"Lo minta gue, buat kasiin ini ke, Fani?" tanyanya hati-hati takut Fino merasakan perih di hati.
Tapi diluar dugaan! Fino malah tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya. "Buat lo." Mona mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Teen FictionAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...