KEMBALI

10K 451 2
                                    

Seminggu Clara lewati dengan sibuk berlatih, Clara yang awalnya malas-malasan berlatih berubah menjadi lebih giat. Tak kenal lelah, mungkin cocok untuk mendeskripsikan keadaan Clara saat ini.

Disaat Hanis, Vivi, Lilis serta Ajeng beristirahat Clara malah berlatih. Padahal Clara sudah sangat bagus menghafalkan gerakannya, suaranya pun sudah sedikit serak karena tak beristirahat.

Hanis menghentikan Clara. Namun, Clara malah memberontak dan kembali berlatih, hal tersebut membuat Gea yang memandangi Clara sendiri tadi kesal dan menghampiri lalu menarik Clara keluar.

"Ra!"

Clara masih menatap kosong ujung sepatunya. Gea menggoyangkan bahu Clara hingga Clara menatapnya.

"Lo jangan gini dong Ra... Lo nggak capek apa diem aja, lo nggak mau ke Hasan?"

Tiba-tiba air mata Clara keluar tanpa permisi membuat isaknya terdengar. Gea langsung memeluk Clara, menepuk pelan punggungnya berharap tangis Clara mereda.

"A-aku... hiks... capek... hiks.. aku.. kangen kalian hiks.. hiks..."

Gea mengangguk. "Iya Ra. Sekarang kita nggak bakalan nuntut lo ceritain masalah lo, tapi lo mau kan ketemu sama Hasan? Lo mau diem-dieman gini?" Clara menggeleng.

"Kalo gitu sekarang ayo pulang dulu habis itu kita ke Hasan." Clara mengangguk dan keduanya berpamitan untuk pulang.

Tiba di rumah Clara yang sesengukan langsungnya berlari memeluk Tara yang membukakan pintu untuknya. Tara yang terkejut hampir saja terjungkal saat tiba-tiba Clara memeluknya.

Tangis Clara pecah saat melihat Tara, entah itu rindu ataupun lainnya. Tara menenangkan Clara, membawanya ke sofa dan berbicara perlahan dengan Clara.

"Lo kenapa?" tanya Tara seraya menghapus air matanya.

"Kangen Taraaa... Huaaaa.." Telinga Tara dan Gea mendadak berdengung mendengar itu.

Setelah mereda, Clara menjelaskan pada Tara perihal mengenai Hasan, mengenai keresahannya, hingga keputusan untuk pindah ke Jerman.

Gea yang baru mengetahui bahwa Clara berencana pindah ke Jerman terkejut dan merasa kesal.

"Jadi lo gak mau ceritain ini?! Ra! Lo egois banget sih! Lo mau ninggalin kita?!"

Clara menggeleng. "Ara. Ara nggak tahu,Ge. Maafin Ara." Gea langsung memeluk Clara. Hingga suara Hasan terdengar.

"Gue minta maaf udah maksa lo ceritain masalah ini."

Clara menguraikan pelukannya dan berdiri menatap Hasan dengan Sela serta Fino di sebelahnya.

"Gue tau gue egois dengan maksa lo cerita semua masalah. Gue tau gue gaada hak buat minta lo cerita semuanya. Gue sadar Ra--" Ucapan Hasan terhenti kala Clara memeluknya.

Clara menggeleng dalam pelukan.
"Nggak Hasan, kamu nggak salah. Kalian nggak salah, semua ini karena Ara egois. Clara anggep kalian nggak berguna, maafin Ara."

Hasan menguraikan pelukannya, dan mengaitkan telunjuknya dengan telunjuk Clara. "Sekarang kita baikan?" Clara mengangguk seraya menyedot ingusnya yang keluar.

Mereka berdua memang aneh, harusnya bukan mengaitkan jari telunjuk, harusnya itu jari kelingking kan? Melihat itu Tara hany bisa geleng-geleng kepala.

"Kita baikan." ucap keduanya.

Gea, Fino, dan Sela langsung menghamburkan pelukan pada Hasan dan Sela. Mereka tertawa lega kala masalah di antara mereka telah usai.

Melihat itu Tara tersenyum simpul begitu pula Tio yang baru datang langsung tersenyum bangga.

Pertemanan mereka mungkin terbilang biasa, namun di samping itu pertemanan mereka memunculkan beribu kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Meskipun beberapa perbedaan membuahkan kesalahpahaman tapi dengan banyaknya pengertian dan rasa kasih sayang tersebut, membuat masalah yang di hadapi mereka mudah teratasi.

Benar kata orang, mencari teman itu sulit, sedangkan memutuskan pertemanan begitu mudah.

Dan yang paling penting adalah di dalam pertemanan atau sebuah hubungan harus ada dua hal. Maaf dan memaafkan.

***

Sekarang jantung Clara berdetak tak beraturan.

Bagaimana tidak! Ia akan tampil dipanggung di hadapan seluruh manusia yang hadir untuk gladi bersih acara yang di laksanakan besok malam.

Beberapa teman yang sudah tampil terlihat mengelus dada lega. Clara ingin menenangkan jantungnya agar tidak berdetak seperti orang jatuh cinta begini.

Rasanya badan mendadak panas dingin, keringat pun mencul di dahi dan hidungnya. Dia benar-benar nervous.

"Dannn untuk penampilan dari anggota osis kelas sebelassss.... Kita sambut.... Hanis... Vivi.... Lilis... Ajeng... Dan yang terakhir, yang paling spesial.... Clara!...."

Clara yang sibuk mondar mandir tak sadar jika waktunya untuk gladi bersih telah tiba. Hingga merasakan tarikan di pergelangan tangan dan ternyata itu Tara.

Tara mengantar hingga di samping panggung. Tangan Tara mendarat di kepala Clara dan mengacak pelan rambutnya.

"Semangat Ra! Noh! Tunjukin sama yang di depan noh!" ucap Tara seraya mengendikkan dagu pada Arfa dan Aneta yang duduk di kursi penonton.

"Lagipula ini yang terakhir kan? Abis ini lo ke Jerman, mau bikin mereka kecewa?" lanjut Tara menatap Hanis, Vivi, Lilis dan Ajeng yang sudah di atas panggung.

Clara menggeleng, mana mungkin ia mengecewakan Hanis dan yang lainnya. Sedangkan mereka bertiga telah mengisi liburan dengan berlatih serta bermain bersama ketika Hasan dan yang lainnya tengah berlibur.

Clara menatap Arfa dan Aneta, lalu mengangguk mantap serta mengepalkan tangannya di sebelah alis."Semangat!"

Tara ikut mengepalkan tangannya dan menyemangati Clara. "Semangat!"

Setelah itu Clara naik ke atas panggung yang di sambut riuh oleh Fino, Gea, dan Sela sedangkan Hasan hanya menatap ketiga temannya lalu ikutan bertepuk tangan.

Tak hanya mereka, suara riuh pun datang dari geng Mona yang bermulut rombeng. Dan yang terakhir suara riuh itu berasal dari teman-teman Aldo dan Tara.

Clara merasa sudah seperti penyanyi papan atas hingga saat berjalan dengan malu-malu ia tersandung kakinya sendiri. Semua terdiam lalu detik berikutnya suara gelak terdengar bersamaan beberapa kata yang terlontar.

Tara yang tadi bangga terhadap Clara mendadak malu dan menutup wajahnya. Padahal yang jatuh kan Clara kenapa dia yang merasakan malu?

Clara berdiri sambil menyengir kemudian bergabung bersama Hanis dan lainnya.

Setelah Hanis menyampaikan kalimat yang ingin di sampaikannya, musik pun berbunyi membuat Clara, Hanis, Vivi, Lilis dan Ajeng mengatur posisi mereka.

ARCLA (Monochrome)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang