GEMESSSS BANGET PENGEN CEPET TAMATIN CERITA INI DAN LANJUT KE CERITA KEDUA.
JANGAN LUPA VOMENT, HAPPY READING.
Satu hal yang sendari tadi Arfa lakukan. Hanya menatap dibalik kaca ruangan inap Berta. Ini adalah kesekian kalinya Arfa hanya berdiri kemudian berbalik untuk pergi setelah merasa puas menatap orang terkasih. Ya, kasih yang tak sampai.Penyesalan selalu menemani Arfa selama lima hari ini. Dia telah membuat Berta terpaksa harus melahirkan bayinya sebelum waktu melahirkan yang seharusnya. Dan Arfa tidak tahu harus bertindak apa, maka dari itu diam adalah cara Arfa mencoba mengurangi penyesalannya. Walaupun kenyataannya dia tidak mampu menghilangkan seluruhnya.
Berta, Aldo, Yuda, dan bayi perempuan digendongan Berta seolah sangat bahagia. Apakah kehadirannya bisa menambah kebahagiaan?
Arfa menggelengkan kepalanya, Apa yang gue pikirin, sih?! itu semua nggak mungkin terjadi!
Tiba-tiba sebuah memori indah melintas. Memori ketika pertama kali adik perempuannya lahir, berada dalam gendongannya, dan lantunan adzan Arfa yang diperuntukkan untuk adik kecilnya.
Arfa mulai mengingat situasi kalut waktu itu. Dimana saat Berta masih terbaring lemah karena obat bius dan Aldo yang masih tak sadarkan diri setelah mendapatkan tonjokan membabi buta darinya.
Arfa yang saat itu berada di dekat Berta disarankan oleh seorang suster untuk melantunkan adzan menyambut kelahiran bayi Berta. Awalnya Arfa menolak sebab saat itu Yuda sudah dihubungi oleh pihak rumah sakit dan berada dalam perjalanan. Namun, bayi yang kala itu baru saja lahir terus menangis dan Arfa mencoba menuruti saran dari suster tersebut.
Syukurlah, setelah mendengar lantunan adzan Arfa, bayi tersebut langsung diam dan menjadi tenang. Semua itu terekam jelas di pengelihatan Clara.
Ya, hanya Clara yang kala itu menemaninya. Berdiri tepat di samping Arfa. Entah mengapa Arfa merasa tenang dengan kehadiran Clara, apalagi tiba-tiba jemarinya digengagam oleh telapak tangan mungil yang lembut. Arfa sangat bahagia ketika bayi dalam gendongannya menunjukkan ketertarikan padanya.
"WOI!"
Lamunan Arfa buyar seketika saat seseorang menepuk bahunya seraya berteriak di dekat telinganya.
Decakan malas keluar dari bibir Clara. "Masih aja intip-intip! Masuk gih!" serunya.
Arfa menggeleng. "Gue ada urusan,"kilahnya kemudian berbalik untuk pergi menjauhi ruang inap Berta.
Namun, Arfa lupa dengan keberadaan Clara. Cewek itu entah sejak kapan bisa membuat Arfa sedikit takhluk terhadap beberapa hal. Saat Arfa hendak melewatinya, Clara langsung mendorong tubuh Arfa membuat si empunya terhuyung ke samping dan reflek memegang knop pintu ruangan Berta.
Gedubrak.
Pintu ruangan terbuka bersamaan tubuh kekar Arfa yang terjerembab ke ubin putih itu.
Clara menatap polos Arfa sedangkan ketiga orang yang tadinya sedang asik bercanda gurau langsung memfokuskan diri ke pintu. Arfa meringis merasakan ngilu di sikunya akibat membentur ubin, ia melirik tajam ke arah Clara.
Clara tersadar dan langsung membantu Arfa berdiri. "Hehe sorry. Kelepasan Clara."
Arfa mendengus. "Emang sialan lo," hardiknya.
Cengiran Clara tidak menmbuat Arfa lebih baik, malah kebalikannya. Cengiran tersebut malah membuat Arfa semakin gondok sendiri. Dua orang itu sendari tadi belum menyadari bahwa ada tiga pasang mata yang memperhatikan daritadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Novela JuvenilAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...