JANGAN LUPA VOMENT.
Plak.
Sebuah sepatu mendarat tepat di wajah Arfa yang kontan membuatnya reflek memejamkan matanya. Napasnya seketika memburu, siapa yang berani-berani melemparinya.
Clara langsung melompat dan memekik "Yes!" karena sepatu itu tepat mengenai wajah pemilik sepatu itu sendiri.
Tapi setelah menatap siapa pemilik sepatu itu, badannya mematung.
Disana Arfa tengah menatapnya dengan wajah mode iblis.
Menyeramkan sekali!
Semua orang yang berada di koridor menutup mulutnya dengan kedua tangan saat sebuah sepatu mendarat di wajah tampan Arfa.
Beberapa pekikan pun sempat terdengar. Khusus untuk keempat teman Clara, mereka tidak menutup mulutnya dan kini tengah terpengarah.
Satu kata yang dapat mereka deskripsikan pada kondisi Clara saat ini.
Mampus!
Arfa menatap sepatunya, memakainya lalu berjalan pelan kearah Clara. Disana, Clara malah ketar-ketir melihat Arfa berjalan santai dengan wajah datarnya. Itu jelas sekali karena Arfa kini tengah menatap matanya.
Hingga jarak sekitar dua meter Clara langsung berbalik dan berlari. Berlari entah kemana yang penting ia tidak diterkam oleh Arfa.
Arfa langsung mengejar Clara, untuk hari ini ia pasti akan membalas perbuatan Clara. Semua menatap aksi kejar-kejaran Clara dan Arfa. Bak seorang pembunuh tengah mengejar korbannya, sambil berlari Clara memohon maaf pada Arfa.
Clara berlari dengan sangat cepat, memutari lapangan, pohon, koridor tanpa lelah. Sebagian dari semuanya, khususnya perempuan yang berada di koridor dan sekitarnya buru-buru membuka kamera ponselnya dan merekam kejadian langkah itu.
Jarang-jarang Arfa berlari mengejar korban, biasanya Arfa hanya diam dan korbanya lah yang menyerahkan dirinya sendiri.
Clara tak habis pikir, mengapa semuanya tak menolongnya menyelamatkan diri dari kejaran Arfa. Malahan mereka sibuk merekam.
Dasar tidak berperikemanusiaan.
Temannya susah bukannya di tolong malah di buat tontonan!Sibuk dengan beberapa makian untuk teman-temannya membuat Clara tidak sadar bahwa ia tengah berlari memutari lapangan sendiri. Arfa sudah berhenti berlari dan hanya berdiri menunggu.
Sangking khusyuknya memaki para penonton membuat Clara tidak sadar bahwa kini didepannya Arfa berdiri dengan memasukkan kedua tangannya didalam saku celana.
Hingga Clara menabrak tubuh Arfa, untung saja Arfa dapat mengontrol keseimbangannya, jika tidak dapat dipastikan ia terjungkal kebelakang.
Merasa menabrak sesuatu yang keras dan sedikit empuk, Clara mendongak. Matanya membelalak, dan gelak tawa dipenjuru koridor mengema membuat Clara tersadar ia harus cepat kabur.
Clara nyengir kuda. Arfa menatap Clara tajam dan di tambahi seringaian dibibirnya membuat suasana begitu menyeramkan. Perlahan, Arfa memajukan langkahnya, semakin memangkas jarak diantara keduanya.
Dan tanpa sadar pula saat Arfa melangkah maju, saat itu pula Clara mundur.
Dalam hati Clara mengambil ancang-ancang untuk kabur. Tepat saat ia berbalik badan, kerah bajunya ditarik menyebabkan dirinya gagal kabur. Bak kucing yang tengah tertangkap basah, Clara di putar sehingga menatap Arfa.
"Ehhh.. Arfa. Kenapa? Kok mukanya merah gitu? Lagi kesemsem yaaa sama Clara?" setelah mengatakan itu Clara tertawa. Tapi tawanya langsung hilang ketika Arfa menyentil dengan keras dahi Clara.
Clara mengaduh lalu terlihat Arfa sempat memejamkan matanya. Kesempatan bagus untuk kabur!
Segera Clara berbalik badan kembali, hendak berlari sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya lalu menariknya.
Karena tarikan itu begitu keras hingga tubuh Clara kembali menabrak Arfa. Keduanya tersungkur di pinggir lapangan basket posisi Clara diatas tubuh Arfa.
Sejenak tatapan keduanya bertemu, beberapa detik mereka hanya saling tatap. Hingga suara pekikan iri kaum hawa membuyarkan semuanya. Arfa langsung menghempas tubuh Clara kesamping sehingga kepala Clara sempat terbentur kursi semen.
Gea, Fino, Hasan dan Sela yang melihat kejadian tersebut langsung berlari menghampiri Clara yang kini tengah terbaring seraya bergerak sedikit.
Mereka berempat membantu Clara duduk, dan ketika Clara menyingkirkan tangan dari dahinya.
"JIDAT LO!"
Telinganya langsung berdengung, teriakan tak terduga itu membuat Clara mengusik telinganya.
Arfa yang sudah berdiri dan hendak meninggalkan lapangan langsung terhenti ketika mendengar pekikan itu.
"Jidat lo berdarah!"
Clara mengusap keningnya, dan rasanya perih. Lalu ia membawa tangannya dan melihat tangan itu terdapat darah.
Arfa menghitung didalam hati. Pasti habis ini Clara akan berteriak heboh.
Satu
Dua
Ti--
"HAHAHAHA."
--ga.
Dugaannya salah!
"Ini mah nggak papa kali, kepala Clara kuat gini, kecil ini mah. Diplaster udah beres."
Arfa kembali berjalan ke arah tujuannya yaitu parkiran meninggalkan Clara dan Hasan yang kini tengah menatap nyalang punggung Arfa.
Aldo melihat semuanya, semua kejadian itu. Ia memutuskan untuk menyusul Arfa, sekedar memperingati agar adiknya itu tak kasar pada Clara.
Langkahnya terhenti ketika Clara berlari mengejar Arfa. Panggilan keempat temannya bahkan tidak Clara gubris.
Mengapa Clara selalu berurusan dengan Arfa? Jelas jelas saudaranya itu telah menyakitinya? Kenapa perempuan itu begitu berani menghadapi Arfa?
Semua bubar meninggalkan Aldo yang kini berdiri dan termenung sendirian.
MAAPIN ARFA YANG KASYAR YAA READERS...
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Teen FictionAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...