HALO! Jangan lupa dukung Fia dengan vote dan follow akun ini 🤗
Yuk berinteraksi sama Fia di kolom komentar, xixi. Jangan lupa juga untuk share cerita ini ke teman-teman kalian 🙌
Follow instagram @rubanabe dan share pengalaman kalian baca cerita ini 😚😍
Jangan lupa tag @rubanabe.
Selamat Membaca! Sampai jumpa!🐣🐣🐣
Clara menatap Arfa yang marah. Cowok itu terlihat seperti kesetanan. Namun, tak lama setelahnya Clara teralihkan dengan rasa sakit di luka yang ia dapatkan.Suara klakson motor membuat Clara dengan susah payah kembali menahan rasa sakit pada lukanya. Cewek itu melihat kedatangan Aldo.
Aldo menepikan motornya dengan tergesa-gesa kala melihat Clara bersimpuh dengan tangan yang terdapat bercak darah. Aldo berjongkok menyamai posisi Clara.
"Lo punya sapu tangan? Dasi?"
Clara menggeleng.
"Ditas lo ada apa?"
"Esstt.." Clara meringis, "Ada buku, snack, sama kemeja." jawabnya.
"Kemeja?" Clara mengangguk.
"Mana tas lo?"
Clara menunjuk tasnya yang tergeletak di aspal.
Aldo mengikuti arah tunjuk Clara dan mengambil kemeja di dalam tas Clara, Aldo membungkus dan melilit lengan Clara yang terluka.
Setelah selesai, Aldo menarik baju Arfa. "Goblok! Udah dia nanti mati!"
Arfa menghentakkan tangan Aldo. "Biar sekalian mati! Bangsat!"
Aldo menarik napas, merasa harus mengontrol emosinya. "Lo liat Clara kayak gitu! Masih mau ngurusin orang-orang mabuk itu?!" bentaknya.
Arfa baru sadar dan langsung berlari ke arah Clara. "Ra, tangan lo?!" dasar bodoh! Kenapa melupakan Clara yang jelas-jelas sedang terluka?!
Clara menggeleng setengah meringis. "Gapapa," elaknya.
"Do! Lo telat goblok!"
Aldo mendelik, enak saja Arfa memarahinya karena telat menjemput Aneta yang di tinggal Arfa sendirian di jalanan seperti ini. Ini bukan salahnya.
Bayangkan Arfa tiba-tiba menelfonnya dan menyuruh menjemput Aneta yang Arfa tinggal di jalan. Padahal Aldo sedang sibuk makan bersama Hanis, sedang melancarkan pdkt.
Hello! Jarak antara restoran dan jalanan ini itu jauh, meskipun Aldo harus mengebut tapi juga perlu waktu bukan?
"Enak aja lo! Syukur-syukur gue kesini!" selorohnya tak terima.
Arfa mendengus. "Mana kunci motor lo?"
"Buat apa?"
Arfa mendengus lagi, Aldo lemot!
"Buat anterin Clara pulang! Lo pake mobil gue, jagain Aneta."
Arfa langsung menaiki motor Aldo, untung saja Aldo membawa matic.
Aldo mengikuti pergerakan Arfa dan Clara sampai tiba-tiba ia mengingat sesuatu.
"Fa! Kunci mobil!"
Arfa yang baru saja menjalankan motornya berhenti lalu mengambil kunci mobil di saku celananya dan melempar jauh ke arah Aldo.
🐣🐣🐣
Tok tok tok.
Mendengar ketukan pintu langsung saja Tara melempar snack di pelukannya. Itu pasti Clara, Tara akan memarahi Clara karena terlambat mengambil kemeja putihnya. Hal tersebut berdampak karena Tara tidak bisa menghadiri acara tunangan kakak kelasnya yang temanya menggunakan jas.
Bagaiman ia mau menggunakan jas jika kemejanya terbawa oleh Clara. Masa mengenakan jas pakai kemeja sekolah? Gak keren dong cuy! Apalagi pakai kaos? Bagaimana nanti pesonanya jika berkurang?
Tara membuka pintu dan langsung menyerocos. "Kemeja gue Ra! Gara-gara lo gu-- anjir! Tangan lo!" ucapnya terkejut melihat kain putih yang membungkus lengan kanan Clara sudah berwarna merah darah.
Tara menoleh mendapati Arfa yang tengah membopong Clara. "Bangsat! Lo apain Clara!" marahnya seraya menarik kerah baju Arfa.
Mendengar keributan di luar Tio langsung melepas kacamatanya dan meninggalkan pekerjaannya. Saat baru saja menutup pintu ruang kerja, langkahnya dipaksa lebih cepat.
Tara yang bersiap melayangkan bogeman terhenti karena Tio menahan tangannya.
"Tara!"
Tara melepas cengkramannya dan membawa Clara masuk ke dalam. Saat melirik sekilas kemeja putih yang berwarna merah itu mata Tio membelalak.
"Tara!" Tara menoleh menatap Tio. "Panggil dokter Deni."
Tara mengangguk.
Tio menatap datar Arfa. "Bisa saya bicara dengan kamu?" tanyanya dingin.
Arfa yang mengalami situasi tersebut mendadak gugup dan takut. Tio yang selama ini terlihat begitu friendly mendadak menjadi sosok yang dingin.
Arfa akhirnya mengangguk dan mengikuti langkah Tio. Mereka berdua duduk di gelapanya taman rumah Tio."Kenapa Ara bisa seperti itu?"
Arfa yang di tatap tajam begitu reflek meneguk salivanya yang terasa berat di tenggorokan.
"Ara nolong teman saya tadi di jalan. Dia terkena pecahan botol alkohol dari salah satu preman yang mabuk."
Tio mengernyit. "Mengapa harus Ara yang menolongnya? Bukankah harusnya kamu?"
Arfa menunduk dan menghembuskan napasnya berat.
"Saya mencoba mengertak Aneta dengan meninggalkannya di jalan. Tapi saya tidak menduga bahwa ada preman yang mengejar Aneta. Saya kembali ke tempat saya meninggalkan Aneta, tapi sudah ada Clara yang melawan ketiga preman itu. Saya bantu Clara, dan saat Clara mau ambil tasnya, salah satu pria mabuk itu mengores lengan Clara dengan pecahan botol kaca itu. Maaf om, gara-gara saya Clara terluka."
Tio menghembuskan napasnya. Ia ingin marah saat tau anak tunggalnya terluka. Selama ini Tio hanya diam saat Clara menyembunyikan beberapa lukanya.
Tio tau bahwa luka tersebut bukan dari jatuh atau alasan klasik yang Clara utarakan padanya.
Tio tau bahwa selama Clara berhubungan dengan Arfa, sata itulah anaknya itu mendapatkan beberapa luka. Semua itu karena Hasan, Hasanlah yang memberitahunya dan memohon padanya untuk diam.
"Kalau kamu tidak bisa menjaga anak saja, saya mohon jauhi dia."
👑👑👑
GEMETER GAK KALO KALIAN JADI ARFA?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Fiksi RemajaAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...